Ada yang terlalu lelah mengalah dengan keadaan sampai-sampai memilih untuk menyerah. Ada juga yang terlalu ambisi untuk menyerah sampai tanpa sadar ia ingin selalu berjuang. Untuk itu, mungkin aku di pilihan pertama.
***
Pagi yang indah hari ini, matahari bersinar terik namun tak sepanas kemarin. Memang pagi ini indah, namun suasana hati Ara tak begitu. Hati Ara sedang kalang kabut, entah mengapa ia juga tidak tau.
Langkahnya yang terkesan terburu-buru membuat kartu ujian yang dikalungkannya ikut bergoyang maju. Sedikit ragu, namun ia tetap bergegas kearah lokernya. Masih jam 7 kurang 15 menit, yang artinya masih banyak waktu untuk Ara berleha-leha, walaupun sekarang nafasnya kian memburu. Lebih tepatnya, Ara sedang gelisah.
Kemarin malam, saat Ara sedang menyelesaikan soal fisika dibuku bank soalnya, hp miliknya berdenting. Sejurus kemudian, Ara menggapai ponselnya dan mengernyit langsung saat membaca pesan yang tersampir.
Dipesan itu, seseorang menuliskan bahwa ia menyerah, menyerah terhadap Ara. Lalu seseorang itu menegaskan juga, bahwa ia merelakan Ara dengan Alva.
Menghela nafas lelah, Ara kembali disergap rasa khawatir dihatinya mengingat pesan yang Wildan kirimkan. Apa maksudnya? Ara juga tidak tau. Memang semenjak penjelasan Alva yang didahului acara nonton bioskop seminggu yang lalu, Wildan menghindar atau lebih tepatnya menghilang.
Ara merasa aneh, namun ia tidak tau untuk alasan apa. Lalu seberkas pikiran melesat lagi, tentang apa yang Ara jawab dan balasan Wildan.
'Maksud lo?'
'Gue tau kalian masih saling sayang, gue gak tega misahin kalian demi ego gue. Ra, besok lihat apa yang ada diloker lo. Makasih untuk waktu yang pernah kita lewati, gue masih disini. Masih nunggu lo nganggep gue sebagai tempat pulang, bukan untuk pesinggahan. Ra, ily
more than u know.'Langkah tegasnya terhenti ketika dirinya sudah dihadapan loker berwarna hitam, dengan nama serta kelasnya dipojok loker itu. Tangannya kemudian meraih kantung roknya dan mengambil kunci loker didalamnya.
Dengan nafas yang terengah-engah, ia berhasil membuka lokernya walau dengan tangan gemetar. Dan, bibirnya kelu seketika melihat apa yang ada dilokernya.
Sebuket bunga fresh yang beraneka jenis, dengan warna warni yang indah tergeletak sempurna didalam lokernya. Disamping buket bunga juga terdapat kotak coklat Magnum Signature Chocolate rasa mint dan original. Lalu pandangannya juga menemukan amplop pink yang teronggok manis didepan buket bunga itu.
Tingkah manis Wildan membuat Ara benar-benar merasa istimewa. Ia tak mengindahkan boneka atau coklat dan amplop pink lainnya yang terletak dilokernya. Hanya pemberian dari Wildan yang menarik hatinya, dengan segenap rasa bersalah-bersalah karena pemberian ini sebagai ucapan selamat tinggal- ia meraih surat itu dan menutup lokernya lagi.
Tubuh Ara berbalik dengan surat yang masih digenggamnya, saat wajahnya mendongak refleks Ara langsung memekik.
"Anjir!"
Ara mundur beberapa langkah dan mengatur nafasnya kembali, sial, hari ini dirinya banyak mencakup oksigen ternyata.
Saat tubuhnya berbalik, ia menemukan sosok Alva menjulang tinggi dihadapannya. Dengan raut wajah datar, Alva menatap Ara beserta surat disela jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Home
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] Ini tentang Ara. Bagaimana rasanya dikelilingi cowok-cowok tampan yang baik hati dan tulus? Sayang, masa lalu Ara membuatnya terkurung. Hatinya dingin, beku dan seolah mati rasa. Bukan bahagia ketika dia menjadi rebutan orang...