Aku ingin menghindar agar aku terbiasa dengan jarak. Aku ingin menghindar agar aku bisa memperbaiki hati. Tapi semakin kucoba menghindar, takdir selalu membawaku ke dalam kerinduan. Aku takkan sanggup menghindar, ketahuilah.
***
Liburan sialan itu akhirnya berakhir juga. Alva sudah berada di rumah tadi siang, dan tentu ia pulang terlebih dahulu. Bella masih tetap disana, karena Devano dan Vera menahannya karena kehendak Alva.
Ini adalah liburan terburuk sepanjang sejarah hidupnya. Alva tak pernah membayangkan jika dalam liburannya ia bisa melihat sosok yang ia sayangi meneteskan air mata. Ia tak pernah mengkhayal tentang liburan terburuk yang dihiasi oleh air mata. Sekuat apapun Alva mencoba untuk mengenyahkan rasa bencinya pada Bella, itu takkan mempan. Mencintainya sebuah kesalahan, tapi Bella memaksanya masuk ke dalam sebuah malapetaka.
Alva memang tak pernah bercerita pada siapapun bahwa ia mengetahui tentang Bella yang mengancam Ara. Cukuplah ia simpan baik-baik dalam hatinya. Ia kira, ancaman Bella adalah akhir dari hubungannya dengan Ara. Namun, keesokan harinya, hari-hari masih berjalan lancar. Ara masih seperti biasa, mulai menghangat dan tak pernah menghindar. Tapi bohong bila Alva tak bisa melihat sirat sendu di manik matanya. Bohong bila Alva berkata ia tidak merasakan kalau Ara agak sedikit berbeda. Matanya tak berbinar seperti awalnya, tapi lebih dominan ke sorot matanya yang redup. Dan Alva pun tau, Ara sedang dalam posisi sulit.
Ini semua karenanya, jika ia tak mencintai Ara, atau kalau Bella tak mencintainya, ini semua takkan serumit ini. Alva pun bukanlah manusia super, melawan takdir sama sekali bukan kehendaknya. Ia turut merasa sakit dengan apa yang terjadi. Alva adalah cowok yang cukup perasa, ia tau diam-diam, semua ini menyakiti Ara.
Lalu bagaimana dengan Bella? tingkah gadis itu mulai aneh—oh mungkin selalu aneh, disaat Alva sedang bersama Ara, ingin mencoba membuat Ara tersenyum, selalu saja Bella datang merecoki momentnya.
Seperti kemarin, Alva mengajak Ara berjalan-jalan mengunjungi tempat wisata di Singapura,
"Ara, kita buat vlog ya?" Alva terkekeh di tempatnya sambil menggenggam kamera yang dihadiahi delikan oleh Ara.
"Ih, alay, kesambet apa sih?" balas Ara menahan senyum.
Senyuman tersungging dari bibir Alva, sangat tulus dan kadar manisnya sudah berada di level akut. Ia menatap Ara lekat, lalu berbisik,
"Kesambet cinta kamu, By."
Di tempatnya, Ara sudah meneguk ludah payah-payah. Jantungnya serasa ingin loncat ke udara, atau mungkin Ara harus salto? Tanpa disadari, wajah Ara sudah memerah.
Alva terkikik melihat Ara menggigiti bibir bawahnya gugup. Tanpa dikomando, Alva menjulurkan tangannya dan mengelus puncak kepala Ara pelan,"Kamu makin cantik kalau lagi blushing."
Ara tersenyum simpul seraya menunduk, namun tiba-tiba sosok pengacau datang.
Entah darimana datangnya, Bella langsung menggamit lengan Alva.
"Hai, Alva!!" katanya, matanya kemudian terarah pada Ara, senyuman licik lolos dari bibirnya, "Hai, Ra," sapanya penuh arti.
Bukannya marah, Ara malah tersenyum tulus, "Hai, Bella."
Bella memutar bola matanya, "Aku ikut ya? Atau kamu mau berdua aja sama aku, Al?" tanyanya pada Alva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Home
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] Ini tentang Ara. Bagaimana rasanya dikelilingi cowok-cowok tampan yang baik hati dan tulus? Sayang, masa lalu Ara membuatnya terkurung. Hatinya dingin, beku dan seolah mati rasa. Bukan bahagia ketika dia menjadi rebutan orang...