Aku suka kamu, murni tentang apa yang kurasakan. Tentang yang kulihat dan tentang yang kamu lakukan. Lantas, mengapa kau harus khawatir? Aku disini asal kau tahu.
***
"Ren, itu filenya udah gue pindahin ke flashdisk ya, bilang kalau ada yang kurang."
Renia mengangguk mantap sambil memainkan ponselnya yang layarnya sudah retak. Ara memutar bola mata heran, sebenarnya sifat grasak grusuk Renia itu turunan dari siapa?
Renia ini orangnya selalu sistem kebut, semuanya dibabat habis dengan lasaknya. Aneh, itulah yang Ara definisikan untuk kakak kandungnya. Tapi untuk jabatannya, Renia bertanggung jawab penuh.
"Oh ya, Ra. Gue harus beli apa lagi ya biar galaxy nya lebih wow gitu?"
Ara yang tadi sedang sibuk memakan snack langsung duduk disamping Renia yang sedang asik sendiri.
"Beli miniatur planet aja biar bisa digantung gantung gitu."
Ara terkekeh sendiri setelah mengucapkan itu, gantung-gantung kaya apaan deh, kaya hubungan gue mungkin ya?
"Gaya amat lu, tong. Tapi boljug sih."
tangan Renia melayang mengenai kening Ara, lalu menjitaknya keras sampai adiknya itu mengaduh kesakitan.Ara hanya menggerutu tidak jelas, apalagi sakit saat terpentuk tadi siang belum reda.
"ARAA!! SINI DEH, MAMA MAU NGOMONG!"
Suara Sisil menggelegar dari dalam kamarnya. Ara refleks menutup kedua telinganya sambil mendengus, "Emak-emak haram kali ya kagak teriak-teriak?" sahut Renia tak kalah kesal.
Ara mendengus lalu beranjak menuju kamar Mamanya. Pintu kamar itu sudah dibuka, menampakkan Sisil yang sedang menatap ponselnya dengan tatapan penuh kagum.
"Ma, kenapa?"
Suara tenang Ara menyentak kegiatan Mamanya, dengan riang Sisil langsung menepuk sisi kasur disampingnya. Ara yang paham akan hal itu langsung menurut tanpa berkomentar.
"Ra, kamu ikutan acara fundraising ya?"
Terkejut, itulah yang melanda Ara. Masalahnya, kata-kata Sisil tepat sasaran. Namun Ara heran darimana Mamanya tau akan hal itu? Bahkan Ara mengikuti kegiatan amal tanpa memberitau siapa-siapa. Hanya Naya yang tau, itupun karena ia ikut berpartisipasi juga.
"Hah? Mama kok tau?"
Mama Ara langsung berdecak kagum, lalu ia menunjukkan layar handphone miliknya dengan telunjuknya.
"Ini Mama lihat akun komunitas peduli kanker, terus ada email kamu disini."
Ara melongokkan kepalanya sedikit mendekat agar dapat melihat layar ponsel Sisil. Disana tertera bacaan, seperti "Jika kalian minat bergabung dan berpartisipasi, bisa hub ke email; Mikaylazahararz@gmail.com"
"Iya, ma.." jawab Ara ragu, entah mengapa ia gugup. Namun satu hal yang pasti, Ara tak begitu suka jika kegiatannya diketahui oleh orang banyak, karena Ara benci pencitraan dan kepopularitasan.
Sisil langsung menghambur memeluk anak gadisnya yang sudah beranjak dewasa, gadis manja yang dulu selalu sibuk mengajak ke Mall dijam 10 malam.
"Kamu udah gede ya, Ra.. Mama bangga!"
Sisil tersenyum bangga campur haru, kemudian melepaskan pelukannya.
"Mama bantu ya, Ra!"
Ara tersenyum tulus menanggapi ucapan Mamanya, "Of course, Ma."
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Home
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] Ini tentang Ara. Bagaimana rasanya dikelilingi cowok-cowok tampan yang baik hati dan tulus? Sayang, masa lalu Ara membuatnya terkurung. Hatinya dingin, beku dan seolah mati rasa. Bukan bahagia ketika dia menjadi rebutan orang...