22- H-1

91 15 38
                                    

Banyaknya kenangan buat aku lupa, kalau kita hanya sebatas masa lalu. Namun, jika aku bertanya padamu tentang masa depan, akankah kamu mau menyebutkan namaku?

***

Ketika bel berdering, disitulah keadaan kelasnya berubah jadi porak poranda. Pasalnya, bukan hanya kelas Ara saja. Tapi seluruh murid disekolah bersorak karena ujian telah berakhir.

Liburan akan dimulai!

Lain halnya dengan siswa siswi lain yang sudah menjerit kegirangan, Ara sedari tadi hanya mempertahankan mimik wajah datarnya saja. Merasa tak antusias sama sekali dengan liburan yang mereka impikan. Karena.. ada hal yang jauh lebih penting dari liburan.

Apa itu?

Well, besok keberangkatan Ara ke Sydney.

Persetan dengan liburan.

Seraya tangannya lincah membereskan peralatan sekolahnya, Ara justru memikirkan banyak hal. Seperti, selepas ia keluar kelas ia harus kemana. Lalu, besok bagaimana? Apakah pamerannya nanti akan berjalan lancar? Bagaimana jika ia rindu Papa gantengnya? Ah, dan.. Renia. Petasan prepetan itu harus baik-baik saja dirumah.

Melamunkan itu saja sudah membuat air muka Ara berubah menjadi lebih pias. Buru-buru ia langkahkan kakinya ke arah ruang kepala sekolah yang terletak dilantai satu. Sesampainya, Ara mengetuk pintu beberapa kali sambil mengucap salam dan permisi.

Sahutan dari dalam ruangan membuatnya leluasa melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan dengan cat tembok warna putih itu. Sir Virgo—kepala sekolahnya tersenyum, dengan sesosok guru laki-laki berperawakan kepala 3 dengan kumis tipis dibawah hidungnya.

Ara melemparkan senyuman tipis seraya membungkukkan tubuhnya. Ini Sir Jimmy—guru seni rupa yang akan mendampingi Ara beserta Mamanya ke Sydney.

Entahlah, ternyata mimpinya berbuah menjadi kenyataan. Ara tak pernah menyangka akan diikutsertakan dalam ajang bergengsi ini. Ia harus berterimakasih banyak pada Papanya.

"Siang, Sir," sapanya dengan seulas senyuman manis.

"Siang, Ra." itu Sir Virgo yang menjawab. Kemudian ia mempersilahkan Ara duduk dikursi hadapannya. Tanpa banyak komentar, Ara menurut saja.

"Besok, udah dibandara jam 10 pagi ya?" ucap Sir Jimmy yang dihadiahi anggukan oleh Ara.

Tangan Sir Virgo terulur, meminta jabatan tangan dengan Ara. Mengerti, Ara langsung menyambut hangat tangan kepala sekolahnya.

"Buat sekolah bangga ya, Ra?"

"Pasti," jawabnya mantap seraya mengacungkan dua ibu jari tangannya.

Lalu mengalirlah perbincangan antara guru dan anak muridnya. Ara yang besok akan masuk kancah internasional itupun diberi wejangan beserta motivasi pembangun dari Sir Virgo juga Sir Jimmy. Mereka tak kalah antusiasnya dari Ara.

Akhirnya, setelah meluruskan otot saraf Ara yang menegang dari tadi begitu bel pulang berbunyi, Ara mohon pamit kepada kedua gurunya. Dengan raut wajah yang hangat, Ara menyalimi mereka lalu mengucap izin untuk pulang.

Selepas itu, Ara berjalan dengan langkah santainya. Belum habis sisa senyumnya, tiba-tiba saja Ara dikejutkan oleh munculnya badan tegap Alva dihadapannya sedang cengar cengir tidak jelas. Tatapan Ara menajam menatap Alva, seolah mengerti tatapan tajam-tapi bermakna heran itu-Alva langsung tersenyum lebih lebar. Menampakkan deretan gigi putihnya.

"Jalan-jalan dulu sama gue, kuy?"

Astaga, Ara kira Alva sudah gila karena mesem-mesem tanpa sebab.

Be My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang