32-Her

66 10 32
                                    

Menyayangi orang bukanlah sebuah kesalahan besar. Namun akan menjadi kesalahan yang berujung kehancuran bila kamu mencintai orang yang salah. Siapa orang yang salah itu? Dia. Dia yang tak bisa kamu miliki.

***

Ada sebuah tangan yang kini bertengger manis di pundaknya. Menambah beban karena tangan itu berat sehingga Ara hanya bisa mendengus malas saat Alva merangkulnya. Ara yang tadinya sedang duduk menyendiri di sebuah taman, menoleh. Mendapati Alva dengan setelan tuksedo hitam dan kemeja maroon serta dasi berwarna silver. Diikuti dengan Rifky yang penampilannya tak jauh berbeda dengan Alva, dan juga Naya.

Tatapan Ara berubah meneliti melihat Naya, ia hanya memakai dress selutut tanpa lengan berwarna biru langit. Udara dingin seolah tak menghadangnya untuk sekedar memakai sweater mungkin. Sedangkan Ara kini mengenakan gaun berwarna maroon semata kaki.

Alva terkekeh, lelaki yang duduk di samping Ara itupun mulai menaikkan alisnya sebelah dengan tampang menggoda seperti biasanya.
"Baju kita kompakan yah warnanya, By," celetuknya, membuat senyum kecil Ara terbit tanpa sahutan.

Jam kini sudah menunjukkan jam sebelas malam. Suasananya sunyi di taman karena acara perusahan Papanya digelar di dalam ballroom hotel. Di dalam, masih banyak kolega bisnis yang bercengkrama seraya menyantap makanan atau meneguk minuman.

Ketahuilah, Ara tidak suka suasana ramai seperti itu. Apalagi ia harus berkenalan dengan teman-teman Papanya, atau lebih parahnya lagi anak dari teman-teman Papanya. Mengingat itu, Ara bergidik ngeri. Apalagi ingatannya memutar saat ia bersalaman dengan seorang lelaki yang sepertinya baru menginjak kelas 3 SMP, mengedipkan mata padanya.

Ia juga tidak berjumpa dengan Rifky juga Alva, mungkin mereka ada urusan lelaki yang lebih penting. Sementara, Ara terus bersama Naya namun saat suasana semakin riuh Ara memutuskan untuk pergi ke taman, sendirian.

Oleh karena itu, disinilah mereka. Dengan keheningan yang menyelimuti masing-masing. Lebih nyaman menatap air danau yang tenang dibanding meramaikan suasana dengan berbincang ria.

Seseorang menghela nafas panjang, orang itu Alva. Membuat kening Ara berkerut sambil menoleh ke arah cowok yang sedari tadi masih merangkulnya.

"Gue mau pulang lebih awal, kayaknya."

Rifky yang tadi sedang mengunyah kacang, tersontak kaget mendengarnya. Alhasil, ia tersedak dan terbatuk keras.

"UHUK, ANJIR. MAU BUNUH GUE HAH?"

Alva terkekeh paksa, "Si bego, gue kan cuma ngomong."

Kini, Naya yang menatapnya heran, "Tapi ... kenapa?"

"Karena gue takut kehilangan Ara," jawabnya asal lalu mengedikkan bahu acuh. Padahal memang itu faktanya.

Ara mendelik, "Jaka Sembung bawa golok."

"Gak nyambung goblok!" lanjut Rifky, Naya dan Ara bersamaan, lantas mereka tertawa lepas membuat bibir Alva mengerucut sebal.

"Ish, ini loh, gue mau jujur," katanya.

Tawa merekapun mereda, yang paling cepat berhenti tertawa adalah Ara, dilengkapi kerutan didahinya, "Jujur tentang apalagi?" tanyanya heran.

Be My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang