17-Kebodohan.

81 17 52
                                    

Rasa ini bukan menyelinap kembali. Hanya saja, rasa ini tak pernah hilang dan sekarang mulai keluar dari tempat persembunyiannya. Karena apa? karena rasa sudah terlalu lelah untuk bersembunyi.

***

Sudah jam 1 malam, bukannya terlelap, Ara malah duduk tergugu disofa santai yang ada dibalkon kamar Resya. Dari sini, Ara bisa lihat langit malam yang kelam tapi masih memancarkan sinar-sinar bintang yang berkelap-kelip. Bulan yang tadi setengah nampaknya sudah tertutup oleh gumpalan awan.

Sambil menengadah menatap langit malam, ia hanya terus berkhayal jika disaat seperti ini ada hujan meteor-ehm, sepertinya tidak seseram ini-, maksud yang Ara inginkan saat ini, ia berharap dapat melihat bagaimana indahnya bintang jatuh, lalu membuat permohonan seperti banyak adegan film-film drama yang ia tonton.

Memang konyol, namun yang Ara harapkan ia bisa membuat permohonan agar masalah tak kian merumit dihidupnya, agar semua yang datang sekarang tidak sebatas untuk pergi saja nantinya. Atau satu permintaan lagi, bolehkah ia berharap Alva berada disisinya, kapanpun?

Dan Ara berharap, dengan lapang dada Tuhan akan mengabulkannya. Menjadikannya gadis yang hidup lebih bahagia dari sekarang.

Angin malam terlalu membuat Ara terbuai sehingga tak sadar sedari tadi diperhatikan, Resya menggelengkan kepalanya sebal lalu berdeham sangat keras.

"EHEM.."

Ya Allah, budek apa ya? batin Resya lelah, karena Ara tak kunjung menoleh, tanpa selimut tebal Ara duduk sendirian diiringi oleh hembusan angin malam yang mencekam, kemungkinan terburuknya, apa iya Ara kesambet?

Resya kemudian berjalan mantap kearah Ara lalu menempeleng kepalanya tanpa aba-aba hingga Ara terlonjak dan menatap Resya dengan bengis.

"Anjir, astaghfirullah aladzim.." umpat Ara lalu setelahnya mengucap kata istighfar diikuti gerakan mengelus dadanya dengan penuh sabar.

"Ya ampun, Ra, gue kira lo kesambet anjir!"

"Berisik, ganggu lo ah!" sungut Ara lalu melengos ke lain arah.

Ara sungguh disela kekesalannya seperti ini, rasanya ingin sekali mengkonfrontasikan hal-hal tentang bagaimana dirinya dengan Alva sekarang. Rasa bersalah sedikit menyergap hingga ia bingung harus berbuat apa.

Banyak yang mereka harus lebih ketahui, bukan hanya Alva yang ternyata seorang mantan dari Ara, juga bukan pula tentang Alva yang selalu mengejar Ara walau dengan kedok merusuh. Ada yang harus mereka ketahui, tentang rasa yang kini kembali lagi disela hati Ara.

Resya memicingkan mata melihat pemandangan yang tak biasa, bila Ara diam memang sudah wajar, tapi jika pandangannya kosong menatap lurus kedepan dan sama sekali tak berkedip, rasa takut Resya mulai menyelinap kembali.

Ini anak kenapa deh?

Tepukan dibahu Resya membuatnya agak sedikit tersentak, ia menoleh mendapati Naya dan Giska menatapnya dengan tatapan menyelediki.

"Ngapain lo?"

"Ya kalian juga ngapain?"

"Tuh si Ara juga ngapain?"

"Udah biarin aja dia bersemedi dulu, guys."

"Ye nih bocah, kalau tu anak kerasukan tanggung jawab lo ya?!"

"Demi?! Ara kesurupan?"

Bukannya menyadarkan Ara, mereka malah membuat grup diskusi dibelakang sana dengan suara yang hampir bisa dibilang teriak. Tentu itu menginterupsi kegiatan mengkhayal Ara.

Be My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang