09-Pesona.

140 36 55
                                    

Kesedihan disebuah masa lalu memiliki arti besar tersendiri sebenarnya, karena dari sebuah kesakitanlah kita dapat belajar bahwa semua kejadian tak akan selalu sesuai dengan yang diharapkan.

***

Hari ini, Gerald—ketua osis yang juga menyandang status sebagai pacar Renia menariknya keluar dari kelas. Mendengus, Ara coba menatap Gerald dengan tajam. Ia tak suka apabila kegiatannya diganggu, apalagi Ara sedang memakan bekal yang dibuat Mamanya. Bayangkan, sedang sarapan, Ara sudah mendapat cobaan. Jarang-jarang lho, Ara mau sarapan.

"Gue mau lo masuk osis." kata Gerald dengan lugas walaupun mukanya memelas.

Ara menghela nafas pelan, "Gak suka, gue gak mau ribet, interview lah terus inilah, itulah, bla.. bla..bla.."

Gerald menggaruk kepalanya mendengar ocehan gadis yang sudah dianggapnya adik sendiri itu, "Please? Gak pake interview kok, buat lo spesial gak pake telur."

Mendengus kesal, "Lo kira nasi goreng diperempatan depan? Sorry to say nih ya, urus diri sendiri aja gue belum beres." cetus Ara sedatar triplek.

Bahu Gerald refleks merosot seketika diiringi helaan nafas pelan, "Tapi ini perlu.."

Mata Ara memicing menatap Gerald, "Emang kalian butuh gue untuk apa?"

"Ketua seksi dekorasi, ayolah, masuk osis udah jamin nilai lo, kok." Gerald memasang puppy eyes andalannya. Tampang Gerald sekarang...

Ah, Ara ingin muntah.

"Dih, datang ke guenya aja pas lagi  perlu doang." kini Ara bermonolog sendiri, tak peduli bila didepannya masih ada Gerald yang menatapnya dengan delikan mata kaget.

Tak mau payah payah, Ara mengangguk sekilas lalu pergi berlalu dengan langkah cepat.

"NANTI PULANG SEKOLAH KUMPUL DIRUANG OSIS!"

Mendengar seruan Gerald dengan nada suaranya yang berat, Ara menggeram sampai menjambak rambutnya sendiri.

"Bodo!"

Setelah mengucapkan itu, Ara mempercepat langkahnya. Rasa kesal sudah menjalar didarahnya, ingin rasanya Ara meletuskan amarahnya. Heran, mengapa ia bisa sibuk disatu waktu yang bersamaan. Malah banyak PR, Ara geleng-geleng sendiri memikirkannya.

****

Lelaki dengan tubuh tinggi tegap dengan rambut acak-acakan itu merapihkan sedikit jaket hitam yang dikenakannya.

Sambil melihat kaca jendela kelas yang dilaluinya, cowok itu tersenyum sekilas, "Udah ganteng kok gue." gumamnya penuh rasa percaya diri. Tangannya yang bebas ia masukkan kedalam kedua saku celana abu-abunya sambil tersenyum miring.

Siswi-siswi yang tak sengaja memergokinya sedang bercermin langsung histeris, memekik tertahan, dan langsung mencak-mencak.

Pesona seorang Wildan.

Dengan langkah pasti, Wildan sudah sampai didepan kelas Ara—XI IPA 1. Kepalanya menyembul kedalam kelas, melihat seisi ruangan itu dan ia hanya mendapati dua orang.

Ara dan Alva.

"Ra, gue mau info."

"Tadi pagi gue bunuh nyamuk lagi kawin tau! Ih padahal asik banget 'kan, mau indehoy tapi gue bunuh. Eh terakhir, kawan-kawan ntu nyamuk datang, habis deh tangan gue bentol sana bentol sini."

Ara mendengus, ingin sekali rasanya meledakkan tawa agar suasana kelas tidak monoton, tapi apalah daya. Ara terlalu kaku untuk itu didepan Alva.

"Terus kan—"

Be My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang