Aku yakin, rasa ini nyata. Bukan sekedar obsesi, karena aku sayang denganmu melebihi aku sayang dengan diriku sendiri. Tolong, adakah kesempatan? -B
***
"Ujian tlah tiba, ujian tlah tiba, hore! hore! hore!"
Naya melangkah dengan langkah besar, sesekali ia meloncat girang dan bertepuk tangan. Melihat itu, Ara geleng-geleng kepala, heran mengapa ia bisa sesenang itu padahal ujian akan segera membunuh mereka secara perlahan.
Seraya menyematkan kartu ujian yang sudah diberi tali dilehernya, Ara bergumam, "Siapkan mental lo, malah nyanyi."
Naya mendengus kesal dengan raut wajah bahagia yang masih tercetak jelas, "Oh yoi dong, gue udah persiapan dari seminggu yang lalu! Siap ujian kan liburan tuh ya, makanya gue pengen kelarin ujian secepatnya." katanya dengan cengiran khas.
"Oh pantes, ternyata karena liburan." ujar Ara sarkastik, lalu mengedikkan bahu cuek. Hari ini mereka akan melaksanakan ujian tengah semester, dan setelah itu libur panjang akan dimulai.
Sudah seminggu juga berlalu semenjak kejadian Alva membawanya ke perbukitan minggu lalu, sejak saat itu pula Ara tak pernah kelayapan lagi. Pergi sekolah ia belajar dengan serius, saat istirahat ia akan mendekam diperpustakaan bersama dengan setumpuk buku soal, dan pulang sekolah ia akan langsung pulang kerumah tanpa mampir kemana-mana lagi.
Alva? Ia juga melakukan hal yang sama, kadar perusuhnya juga sudah berkurang walau setiap hari ia pasti akan menyempatkan waktu untuk menggoda Ara sebentar.
Seperti menanyakan, "Ra, gimana jawaban pertanyaan gue yang kemarin di bukit?"
Sudahlah, mengingat itu Ara mendadak lupa segala materi yang sudah dipelajarinya dari minggu lalu. Huh, jangan sampai.
Ara sedari tadi mengabaikan cerocosan milik Naya yang sudah prepetan seperti petasan, sejak tadi malam Naya menginap dirumahnya, hanya ia sendiri karena kakak Naya yang bersama Salsa sedang kuliah di Bandung.
Naya tak henti-hentinya berceloteh tentang liburan yang direncanakan keluarga mereka. Katanya, mereka akan berkeliling Asia Tenggara, ke negara tetangga saja seperti Malaysia, lalu Singapura, dilanjutkan ke Thailand, lalu ke Vietnam, ke Laos, ah lalu entah kemana lagi yang jelas Naya sangat excited. Tapi sepertinya Ara merasa tidak minat dengan liburan itu.
"Ra, gue gak sabaran nih, mau ke Legoland, terus ke Universal Studio, terus kita ke Marina Bay Sands, ah senangnya.."
"Berisik lo." sahut Ara kesal, telinganya sudah panas mendengar ocehan Naya. Mendengus kesal, ia lalu berjalan lebih cepat kearah kelas dan meninggalkan Naya dibelakang.
"WOY, TUNGGUIN!"
"Males, lo prepetan mulu!" seru Ara sambil terkekeh geli.
Sesampainya dikelas Ara langsung meletakkan tas backpack nya diatas meja dan menempatkan bokongnya diatas bangku. Tangannya teraih ke botol minuman berisi jus jeruk yang dibuatnya, lalu meneguknya hingga sisa setengah karena merasa letih berjalan dari parkiran hingga ke kelas. Apalagi matahari sedang terik memancarkan sinarnya, padahal masih jam 7 pagi.
"Ra! sini deh!"
Kening Ara mengernyit, matanya menangkap sosok lelaki yang sedang sibuk mengotak atik rubik ditangannya. Sambil menggaruk kepalanya, ia kembali berseru.
"Ra! Bantuin sini!"
Tatapan Alva masih sibuk dengan rubiknya, menghela nafas panjang, Ara bangkit dan melangkah gontai ketempat bangku Alva yang berada dipojok depan karena denah kelas saat ujian sudah pasti diubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Home
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] Ini tentang Ara. Bagaimana rasanya dikelilingi cowok-cowok tampan yang baik hati dan tulus? Sayang, masa lalu Ara membuatnya terkurung. Hatinya dingin, beku dan seolah mati rasa. Bukan bahagia ketika dia menjadi rebutan orang...