18-Hug

92 20 53
                                    

Seakan aku ingin menjauhimu, tapi tubuhku tak kuasa untuk berjalan selangkah pun. Seakan aku ingin selalu mendekatimu, tapi hatiku tak kuasa akan rasa takut disakiti lagi.

***

"Al, kalau lo mau tau, gue terpaksa sekarang."

"Gue gak ikhlas."

"Gue mau tidur."

"Lo ganggu hari Minggu gue."

"Kalau lo mau tau juga, gue gak suka diganggu pas week-"

Alva berdesis, matanya menatap nyalang gadis dihadapannya. Daritadi, Ara sibuk mengoceh satu kaset. Mengumpat, menggerutu, intinya Ara kesal karena Alva. Padahal, Ara sadar dia sendiri yang menjanjikan sebuah ajakan jalan-jalan pada Alva.

"Heh, lo yang ngajak gue ngapa lo yang nyalahin gue?" elak Alva dengan mata menyipit.

Ara mendengus keras, tak peduli dibilang banteng atau kerbau. Yang terpenting ia ingin pulang. Pulang!

"Pulang!" ketusnya sambil bersedikap.

"Gak mau!" jawab Alva tak mau kalah. Tangannya ia lipat didepan dada dengan dagu yang ia angkat. Menjadikan kesan menantang pada Ara.

Akhirnya tubuh Ara terkulai lemas, ia merosot hingga pantatnya menyentuh aspal. Sambil bersedekap, ia duduk bersila dengan kepala mendongak. Matanya menatap penuh harap kearah Alva yang masih duduk diatas motor ninja-nya.

Oh iya, sebenarnya mereka sudah setengah perjalanan. Tapi tiba-tiba Ara mendesak Alva agar berhenti, dan disaat Ara sudah menggoncangkan bahu Alva berkali-kali sampai motor yang dikendarainya oleng, akhirnya Alva mengalah. Dan beginilah, dipinggir jalan raya, Ara melaksanakan aksinya, huh.

Alva meneguk salivanya lamat-lamat, gak boleh tergoda, Al! Jangan tergoda! Alva menyemangati dirinya sendiri saat dengan bodohnya ia hampir terhasut oleh puppy eyes andalan Ara.

"Gak usah gitu juga mukanya." Alva menjulurkan tangannya yang disambut baik oleh Ara walau mukanya sudah ditekuk habis.

Saat kulitnya bersentuhan?

Ara dan Alva sama-sama tersentak, seperti merasakan ada sengatan yang lantas membuat jantung mereka berdua jadi memompa lebih cepat. Masih menyisakan gelenyar aneh, Ara mencoba menutupi raut wajahnya yang sudah gugup tak menentu.

"Al, pulang?"

Alva mengalihkan pikirannya tentang tangan mereka yang saling terpaut tadi, bergantikan menatap wajah penuh harap dari Ara. Sumpah, mengingat Ara yang sejatinya adalah manusia minim ekspresi, maka disaat seperti ini Alva harus kuat iman dan harus tetap menuruti egonya untuk menculik Ara seharian ini.

Abaikan Al, abaikan!

Alva mengusap matanya yang letih karena menatap Ara tanpa jeda, dihelanya nafas berat lalu menyeringai kearah Ara.

"Ra, ikut atau gue cium?"

HAH?

Tidak-tidak, Ara tidak mau kehilangan keperawanan bibirnya. Dengan malas-malas, Ara langsung bergegas mendekati posisi Alva. Tangannya yang bebas langsung melancarkan aksi menempeleng kepala Alva yang untungnya sedang tak memakai helm.

"Dasar modus!"

***

Mungkin lelaki sejatinya ingin membahagiakan wanita yang ia sayang dengan cara yang berbeda-beda. Sayangnya, Alva bukanlah lelaki glamour yang menjanjikan shopping, atau have fun ditempat berkelas untuk gadis yang ia sayangi.

Be My HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang