Layaknya bintang, kamu indah. Tapi kamu terlalu sulit untuk digapai. Layaknya awan, kamu terlihat dekat. Tapi lihat, bahkan aku tak pernah sanggup meraihmu.
***
"Haahhh, Om pening," ucap Razka sambil memijit pelipisnya dengan letih.
Tangannya yang mahir mengutak atik stik PS kini mulai lelah, disertai desahan frustasi, Razka meletakkan stik PS nya kemudian menyandarkan diri di sofa.
Rifky yang sedang asyik bermain lantas mengernyit heran, "Pening kenapa, Om?"
Razka menggeleng pelan dengan tangan yang masih setia memijit pelipisnya, "Tentang serangan ransomware, terpaksa udah beberapa hari banyak pekerjaan yang gak bisa diselesain."
Lelah, akhirnya Rifky meletakkan stik PS nya dan mematikan game itu. Lalu fokusnya beralih pada sosok Razka. Kepala Rifky manggut-manggut sehingga jambulnya ikut tergerak, "Oh, yang udah nyerang 99 negara itu ya, Om?"
Razka mengangguk pelan, memang kemarin dirinya pulang dari Jerman lebih cepat dari perkiraan karena adanya gencatan dari hacker, "Antisipasinya supaya data, dokumen sama file-file penting gak hilang ya matikan laptop, terpaksa semuanya mesti manual. Banyak deadline pasti."
Rifky menghela nafas, ikut pening juga atas apa yang dirasakan Razka yang sudah dianggapnya Papa-nya sendiri. "Ya udah, Om, ntar Rifky bantu nyari orang yang ahli cyber, oke?"
Akhirnya, lengkungan bibir Razka tercetak jelas, "Aman, Ky," balasnya kini dengan nada yang lebih santai.
Tiba-tiba Rifky merasa teringat sesuatu, "Eh iya, Om. Si Ara ntar pameran siapa yang nemenin?"
"Mamanya ikut, Ky, sama guru pendamping dari sekolah juga. Om gak bisa ikut karena masih banyak kerjaan," jelas Razka dengan singkat, padat dan jelas tentunya. Mendengar itu, Rifky hanya berdeoh ria.
"Kenapa? kamu mau ikut, Ky?" tanya Razka disertai gerlingan jahil.
Rifky tertawa sambil mengedipkan matanya sebelah, memang dirinya dan Razka sudah klop dan hobi saling melawak. "Gak ah, Om, Rifky banyak remedial mesti perbaikan nilai dulu," cetusnya diakhiri kekehan ringan.
Razka menggelengkan kepalanya, "Belajar yang bener, Ky," ucapnya diselingi tepukan dibahu Rifky beberapa kali.
Lelaki berjambul dengan nama lengkap Rifkyan Arkano Manhattan itu tersenyum tulus. Memang ia butuh sosok ayah saat ini, namun Papa Rifky bekerja sebagai pilot pesawat luar negeri yang mau tak mau jadwal terbangnya pasti sangat padat.
Sebersit rasa rindu pada ayahnya kian melesak dihati Rifky, hingga tak sadar ia sudah melamun. Alis Razka menaik satu, kemudian ia tersenyum kecil. Razka mengerti, karena Arka-Papa Rifky adalah sahabatnya.
"Ky, liburan bareng kami ya!"
Seperti disengat listrik, Rifky langsung tersentak dengan mata yang sudah membelalak sempurna. Dengan tergagap ia menjawab, "Ha-ah? Ap-eh, kemana, Om?"
Senyuman manis Razka seolah meyakinkan Rifky, "Selow, ikut aja, pasti gak nyesel, jangan lupa ajak mama kamu, ok?"
Rifky mengangguk antusias lengkap dengan senyuman pepsodent, "Beres, Om!"
Masih dengan senyuman manis, Razka meraih jus jeruk yang ada dinakas lalu meneguknya. Sambil menghela nafas panjang, Razka melirik Rifky dari ekor matanya,
"Emm, gimana tentang cowok Ara?"
Lagi-lagi pertanyaan itu menyentak dirinya, "Hah? Kok Om nanya gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Home
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] Ini tentang Ara. Bagaimana rasanya dikelilingi cowok-cowok tampan yang baik hati dan tulus? Sayang, masa lalu Ara membuatnya terkurung. Hatinya dingin, beku dan seolah mati rasa. Bukan bahagia ketika dia menjadi rebutan orang...