The Game (4) : Javier's Pervert Brother [REVISI]

33.4K 1K 12
                                    

Tiara menghentakkan kakinya kesal. Sepatu stiletto berwarna hitam itu berdetuk-detuk dilantai marmer putih dapur kecil perusahaan Noarch ini. Matanya menatap tajam setiap karyawan yang meliriknya penasaran. Mungkin mereka bertanya-tanya, tumben sekali tugas sekretaris pribadi seorang Javier Noarch sudah pindah kedapur. Tangan lentik Tiara mengaduk-ngaduk kopi pahit yang dipesan Javier beberapa saat lalu. Tiara tahu ada yang salah dengan otak lelaki tampan itu. Dari tadi pagi, bos tampannya itu menjahilinya. Menyuruhnya ini-itu yang tak seharusnya Tiara lakukan dengan pangkat sekretaris miliknya.

Ini salah! Apa maunya si Javier itu sih?! Pikir Tiara bosan.

Padahal semalam dia baru saja mencium pria itu, walaupun ciumannya cuman di hidung, namun itu sudah suatu kemajuan besar untuk hubungan mereka berdua kan? Bayangkan saja mereka baru saja empat hari kenal, namun Tiara sudah setuju untuk menciumnya. Walaupun selama ini Tiara memang sering tidur dengan lelaki baru dia kenal. Namun Javier kan berbeda. Pria itu khusus di berikan kakaknya kepada dirinya.

Bibirnya mencebik kesal. Lalu mempercepat kocokannya di kopi yang akan diminum bosnya. Kali ini, Javier juga menyuruhnya untuk membuat kopi sasetan, bukan malah memakai mesin kopi keren yang ada di lantai kantor mereka. Ada keinginan untuk mencampurkan garam atau lada di kopi ini, namun Tiara berhasil menahannya. Walaupun begitu, jangan harap, Tiara akan memaafkan ini.

Sungguh, setitik rasa ingin pulang dan menyerah saja untuk menggoda Javier Noarch terasa sangat nikmat. Toh juga lelaki itu sudah memberi uangnya kepada perusahaan Winn. Jadi untuk apa lagi dia disini?

"Nona." Panggil seseorang.

"Iya, Joni," Jawab Tiara. Pria asal Indonesia itu tampak tersenyum lembut. Matanya khas kebapakkan sekali.

"Nona dipanggil Tuan Noarch", ujar bapak setengah baya itu lagi.

Tiara hanya menganggukkan kepalanya patuh lalu mengambil kopi pahit pesanan Javier. Kakinya melangkah kearah lift dan menekan tombol 4. Matanya menatap keseliling dan tiba-tiba terhenti saat menatap CCTV yang tampak aneh. Mata biru Tiara memicing sebentar lalu membuang kepalanya ke arah kiri. Dia hanya melihat CCTV itu sekali lalu melangkahkan kakinya keluar dari lift. Sialan si Javier, dia pasti memanipulasi CCTV lagi. Terbukti saat Tiara keluar dari ruangan, CCTV itu mengikuti pergerakannya.

Gadis berambut coklat itu menghembuskan nafas sejenak sebelum membuka pintu ruangan besar tempat Javier berada. Sesaat setelah dia memasuki ruangan, mata biru terangnya menatap Javier sengit. Ini dia orangnya yang sedari tadi mencari masalah dengannya.

"Apa?" Tanya Javier dengan sikap biasa saja seolah-olah yang dia lakukan kepada Tiara sekarang memanglah pekerjaan gadis itu.

Tiara menghela napas. "Kenapa kau memanggilku kesini?"

"Apa kau lupa letak ruanganmu dimana?" Tanya Javier sambil terenyum manis. Jari jempolnya menunjuk bangku kerja Tiara yang berada tidak jauh dari mejanya. Bangku yang sedari tadi pagi tidak Tiara sentuh sama sekali.

Tiara tak akan terbuai lagi dengan segala tindak tanduk manis pemuda didepannya. Atasannya ini benar-benar menyebalkan. Kalau saja dia tidak seksi, mungkin Tiara benar-benar sudah mencampakkan dia dan segala urusan dengannya.

Kepala gadis itu mengangguk pelan untuk menjawab Javier, "Yah.. kantorku memang disini sebelum kau menyuruhku terus-terusan kedapur," Kata Tiara sembari menatap Javier dan memicingkan matanya. "Tapi, aku rasa aku lebih suka didapur."

Iblis itu -maksud Tiara, Atasannya, Javier terkekeh. Pria itu menjilat bibir bawahnya seduktif. Nakal sekali. Ingin rasanya Tiara meminta kekuatan kepada Tuhan untuk dapat bisa mendengar apa isi hati Javier. Pria ini benar-benar tidak tertebak. Disatu sisi dia manis sekali sampai Tiara ingin menjilatnya, namun di satu sisi dia sangat menyebalkan hingga kalau bisa Tiara ingin sekali menciumnya menggunakan sepatu merah setinggi sepuluh cm miliknya.

THE GAME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang