Soekarno-Hatta Internasional Airpot, 9 a.m.
Pagi ini terasa sangat cerah seperti hati Javier. Pria tampan itu turun dari mobilnya saat supirnya memberhentikan mobil yang sedang dia tumpangi sekarang didepan pintu masuk bandara. Dia sengaja tidak menjemput Tiara karena gadis itu mengataan bahwa dia akan pergi sendiri, dan kebetulan tadi Javier bangun kesiangan, menyebabkan tidak mungkin lagi untuk menjemput orang lain. Lagipula sekretarisnya tersebut mengatakan bahwa dia sudah berada di dalam bandara. Supir pribadi Javier dengan sikap tanggap dan lihai sedang menurunkan koper besar milik Javier, sementara pemuda itu menurunkan satu tas kecil dari bangku penumpang.
Dia --Javier dan Tiara-- akan pergi ke Los Angeles selama seminggu penuh untuk menghadiri acara perayaan perusahaan rekannya. Tiara sudah diberi tahu alasannya semalam melalui email, jadi Javier seharusnya tidak perlu memusingkan gaun yang akan dipakai gadis itu. Mata hitamnya menatap tajam sekeliling bandara yang penuh sesak dengan lautan manusia yang ada. Tangannya memegang boarding pass dan menyeret kopernya sesudah mengangguk kecil pada supirnya; mengucapkan terima kasih bentuk non-verbal.
Kaki-kaki jenjang berbalut Jeans milik Javier masuk ke sebuah kedai kopi di bandara tersebut dan menemukan Tiara yang sedang duduk menyesap kopinya anggun. Gadis itu memang terakhir kali memberinya pesan bahwa dia akan menunggu disini.
Tersenyum kecil, Javier mendekat kearah gadis berambut coklat sepinggang itu. Perempuan itu tampak sangat cantik dengan crop top berwarna merah yang cocok dengan kulitnya. Dipadukan dengan celana khaki berwarna putih, dan sepatu pantofel putih. Disebelah Tiara terdapat sebuah koper yang berukuran sebesar koper Javier sekarang.
"Hai, Tir" sapa Javier saat dirinya sudah berada di jangkauan pendengaran gadis itu.
Tiara mendongakkan kepalanya keatas. Membersihkan bibirnya dari remahan donat yang dia makan sebelum Javier datang dan berdeham sejenak lalu memberi kode agar atasannya tersebut duduk di depannya. Mata biru milik gadis itu bersibobrok dengan mata hitam pekat Javier. Gadis itu lalu tersenyum gugup saat melihat Javier yang masih menatapnya seolah terpesona.
Demi apapun! Pemuda ini tampan dengan segala kondisi!
"Hai, Mr. Noarch" Sapa Tiara dengan sikap biasa. Tak ingin menunjukkan kekagumannya akan aura yang berbeda dari pria ini. Dengan pakaian kasual, Javier sangat berbeda dengan dirinya yang selama ini ditemui oleh Tiara di kantor. Hari ini, dia tampak... merakyat.
Javier menggeser kursi kecil yang ditunjuk Tiara sebelumnya lalu pria itu mendudukkan didepan gadis itu. Beberapa pasang mata melihat ke arah mereka berdua iri. Mungkin, mereka sekarang sudah seperti suami istri yang akan berbulan madu jika mereka tidak tahu bahwa baik Javier maupun Tiara tidak datang bersamaan. Javier mengangkat tangannya ke udara lalu memesan Cappuchino Latte pada pelayan yang langsung sigap menemuinya.
Mata Javier menatap Tiara lagi. Gadis itu sekarang sudah menyesap kopi hitamnya tanpa memandang Javier lagi. Seolah-olah Javier tidak ada dihadapannya, Tiara bahkan sudah mulai membuka ipad miliknya dan bermain game di kotak besar tersebut. "Aku harap kau berhenti memanggilku seperti itu saat di pesta nanti, Tir." Ujar Javier tiba-tiba.
Alis Tiara bertaut bingung, "Kenapa? Bukannya--"
"--tidak apa-apa. Hanya tak ingin saja."
Ucapan Tiara dipotong oleh Javier. Sebenarnya, sekarang Tiara ingin tertawa karena Javier terdengar seperti om-om nakal yang tidak ingin dipanggil dengan sebutan 'om', namun untungnya Tiara bisa menahan gelakan tawanya. Gadis itu hanya menghela nafas rendah, lalu menganggukkan kepalanya setuju.
Melihat Tiara yang tidak banyak penolakan membat Javier sangat puas. Biasanya gadis ini mempunya seribu satu cara untuk membantah Javier, namun mungkin karena hati gadis itu juga belum terlalu bagus sejak Javier mendengar tangisan nya semalam, jadi hari ini dia bersikap seperti anak gadis yang manis dan penurut, "Bagus." tukas Javier.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GAME ✔
RomanceTiara Winn mencoba untuk membuat seorang Javier Noarch bertekuk lutut demi perusahaannya. Tapi dia tak tahu jika Javier bukan hanya pebisnis sukses tapi sebuah dewa feromon berjalan. Seorang Noarch bertekuk lutut? Yang benar saja! Mereka berdua mamp...