The Game (1) : Profesional, lah. [REVISI]

62.7K 1.6K 35
                                    

Mohon membaca author note di akhir bab. Happy Reading :)

______________________________________________________________________________

Mobil Audi mengkilap berwarna hitam metalik berhenti tepat didepan pintu kaca yang menghubungkan tempat drop out dan ruangan dalam gedung besar pencakar langit didepannya. Sesaat setelah mobil berhenti, kaki jenjang berlapis sepatu hak tinggi berwarna merah polos keluar dari mobil Audi keluaran terbaru itu. Tangan lentik gadis itu menaikkan kacamata coklatnya keatas rambut yang dibuat beriak mempesona.

Winner Group.

Netra biru gadis itu membaca pelan nama perusahaan yang tergantung tegas di depan gedung tersebut sambil tersenyum tipis. Kakinya melangkah kearah lobby hotel sambil memperhatikan setiap detail yang ada di ruangan pertama yang dia masuki sesampainya di gedung ini.

Banyak yang berubah. Ruangan ini sudah tampak lebih mewah dan berkelas dari 2 tahun yang lalu. Kakaknya, Trevin, memang pantas menjadi pemimpin setelah ayahnya, Tristan Winn, memutuskan untuk pensiun dari jabatannya dan memilih untuk hidup tenang dan sederhana disebuah villa ditengah pulau mewah yang asri dengan istrinya, Trivia Winn.

Tiara sangat menyayangi kakak tampannya, tentu saja. Kakaknya bagaikan tuan yang jika dia bilang 'ya' maka Tiara akan menurutinya bahkan sampai harus mati sekalipun. Dari kecil, gadis ini memang sangat menyayangi kakaknya dari segi manapun. Hanya ada satu kekurangan Trevin yang terkadang membuat Tiara jengkel.

"Jaga matamu dari adikku jika masih ingin uangku". Suara berat seseorang menyadarkan lamunan Tiara yang ternyata sudah berada dilantai 4, lantai kekuasaan kakaknya.

Tiara mendenguskan suaranya pelan.

Selalu seperti ini.

Kakaknya itu takkan membiarkan satu mata pun menatap kagum dirinya. Kadar keposesifan kakaknya ternyata sudah lebih meningkat dari 2 tahun lalu saat mereka berpisah terakhir kali. Lihat saja sekarang, Trevin memeluk pinggang ramping Tiara dan menyeret adik semata wayangnya, yang sialnya sangat cantik itu masuk keruangannya.

"Mau apa kau kesini, Tiara?".

Trevin menatap mata adiknya garang yang membuat Tiara memutar bola matanya bosan, "Bukannya kau yang menyuruhku datang ke Jakarta, Trevin".

Tiara melihat Trevin yang memutar bola matanya tak acuh, dan duduk di singgasananya. Tiara yang melihat kakaknya duduk bersandar sambil memijat keningnya seketika duduk diatas meja kerja berbahan kayu mahoni didepan kakaknya.

"Apa yang kau lakukan?" ujar Trevin yang masih memijat keningnya pusing.

Tiara hanya terkekeh pelan dan membuka kakinya lebar didepan kakaknya. Kaki kanan dan kirinya ditempatkan disebelah pinggul kakaknya dan menarik Trevin yang masih menutup mata mendekat kearahnya.

"Biar kubantu merilekskan tubuhmu", ucap Tiara dengan nada menggoda yang dibuat-buat sambil membuka dasi Trevin pelan.

Trevin menggeram rendah dan menampar paha Tiara gemas, membuat gadis berumur 20 tahun itu mengaduh pelan. "Apa yang sedang kau peragakan sekarang Tiara? Menjadi jalang yang sesungguhnya?".

Tiara menepis kasar tangan kanan Trevin yang sekarang mencengkram paha dalamnya kasar, "Sakit tahu", rengek Tiara sebelum melanjutkan perkataannya, "Ini hanya latihan sebelum aku nantinya akan menjadi jalang sungguhan berkatmu, kakakku sayang" Tiara mengusap pahanya yang sudah memerah akibat remasan pria didepannya ini.

"Aku tidak pernah menyuruhmu menjadi jalang" kata Trevin melirik tangan lentik adiknya yang masih setia mengusap paha dalamnya. Tangan kekar Trevin meraih pinggang ramping Tiara dan mendudukkan bokong sintal wanita yang masih satu darah dengannya itu di paha nya. Ayah ibu mereka benar-benar menurunkan gen paling bagus yang bisa dimiliki oleh seluruh anggota keluarga mereka kepada Tiara. Adik satu-satunya ini benar-benar tumbuh menjadi perempuan yang cantik.

THE GAME ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang