"Ini aku, anakmu. Bagaimana keadaan ibu?" Suara Madeline lirih, ia menahan tangis yang ingin keluar dari matanya.
Marc hanya bisa melihat Madeline dan ibunya dari ambang pintu kamar.
Ibunya hanya bisa terdiam tanpa menatap ke arah Madeline. Ia hanya menatap satu titik tanpa berkedip.
"Apa ayahmu sudah pulang?" Ibunya mulai angkat bicara, tapi ia tanpa membalas tatapan Madeline, anaknya.
Gadis itu tidak bisa menahan air matanya. Akhirnya air matanya jatuh, mengalir di pipi. Mengambil jeda, dan menelan ludahnya sebelum menjawab pertanyaan dari ibunya.
"A-ayah belum pulang. Dia masih bekerja...
Ayah belum pulang...--" Madeline tersendat saat bicara, karena isak tangisnya sampai membuat tubuhnya terguncang."Tapi jangan kuatir, ayah akan menjemput ibu..." Madeline mengusap air matanya dengan punggung tangannya.
"Ayahmu marah pada ibu... dia tidak akan menjemput ibu..."
Suara ibunya nyaris berbisik. Tapi dengan Jelas Marc bisa mendengarnya."Tidak, tidak... ibu salah. Ayah akan menjemput ibu. Percayalah..." Madeline langsung memeluk tubuh ibunya yang sangat pucat. Ia terguncang dan begitu sakit rasanya melihat keadaan ibunya seperti sekarang.
Marc masih belum bisa tertidur walaupun ia sudah berbaring di ranjangnya, ia masih terjaga. Tidak menyangka hal yang sangat berat jika dijalankan dan sulit dilalui terjadi pada Madeline. Ia tak punya siapa-siapa lagi. Ayahnya meninggal karena kecelakaan, dan ibunya, orang tua satu-satunya yang masih hidup itu ternyata gila.
Bagaimana bisa dia menjalaninya?
Marc kembali membayangkan apa yang dilaluinya dengan Madeline hari ini. Semuanya menjadi berubah saat ia mengetahui keadaan Madeline yang sesungguhnya.
Berubah?
Berubah tentang cara pandangnya yang melihat Madeline adalah gadis yang aneh, menyedihkan, mengenaskan, melarat dan---perasaannya?Tidak... aku hanya merasa kasian saja...
Marc membenarkan apa yang ada di pikirannya.
"Hanya kau yang tau..." Suara Madeline lirih. Mereka sekarang berada di dalam mobil menuju tempat Leo.
"Terimakasih..."
Madeline berpaling pada Marc.
"For what?"Marc membalas tatapan Madeline dengan tatapan sayup. Tapi ia masih bisa menyetir dengan baik.
"Hanya aku yang mengetahuinya. Maaf kan aku juga. Aku--aku tidak tahu. Sungguh..."
Marc beralih kembali pada jalanan.Madeline hanya tersenyum.
"Jadi nama ibumu...--"
"Nelson... Nelson Carroll."
Marc mengusap wajahnya. Rasanya sangat sulit untuk digambarkan. Apa lagi saat ia bertanya tentang Ny. Nelson pada ayahnya. Bukan apa-apa, tapi ayahnya pernah bilang kepadanya, jika ayahnya dan sekolah sangat tau bagaimana keadaan Madeline.
"Tapi...-"
"Ny. Nelson?"
Sangat kaget. Respon Julia, ayah Marc sangat berlebihan. Ia tak perlu gugup saat mendengar nama ibu Madeline disebut. Bahkan wajahnya berubah menjadi pucat. Dan beberapa kali ia membenarkan kaca matanya. Dan Marc sangat hafal sekali, jika ayahnya dalam keadaan gugup atau tertekan, tangannya selalu beralih pada kaca matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Follow Me(Marc Marquez & Madeline Carroll)
Fanfiction18+ Dibutuhkan pembaca yang bisa menyingkapi dengan dewasa. Dan lupakan dulu Marc Marquez seorang pembalap. Marc di sini masih SMA. Semuanya berawal dari ancaman kampungan yang membuat mereka menjadi lebih dekat. Yang sebelumnya saling membenci dan...