BAB 1

23.3K 963 34
                                    

Assalamualaikum.” Selang beberapa detik, pintu terkuak dan muncul seorang wanita dengan kisaran umur yang telah mencapai kepala empat.

Waalaikumsalam. Kok kamu baru pulang?” tanya Dara sembari merangkul putrinya masuk.

“Maaf Bun, tadi ada kelas tambahan terus, aku mampir dulu ke Gramedia cari novel.”

“Udah makan belum?”

“Belum.”

Dara berkacak pinggang. Ia menggelengkan kepalanya. “Kamu ini, kalau udah berurusan dengan novel pasti lupa makan. Kalau kamu sakit gimana? Bunda nggak mau ya, kalau kamu sampai masuk rumah sakit gara-gara kesibukan sekolah dan kegiatanmu berburu novel. Sekarang, kamu mandi lalu turun. Bunda akan siapkan makan malam.” Allamanda tersenyum menatap sang ibu. Dalam hati, ia begitu bersyukur karena memiliki seorang ibu yang masih memperhatikannya walau tuntutan kerja mengharuskan Dara untuk jarang berada di rumah.

“Iya Bun.” Allamanda kemudian melenggang pergi. Lima belas menit berlalu, ia sudah selesai dengan kegiatan bersih-bersihnya lalu turun ke bawah dengan pakaian yang lebih santai, menghampiri Dara yang tengah menata makanan di meja makan.

“Mau dibantu Bun?”

“Nggak usah, udah selesai kok. Ayok makan,” ujar Dara. Ia menarik kursi untuknya dan mulai mengambil nasi beserta lauk pauk untuk Allamanda.

“Gimana sekolah kamu?” tanya Dara disela-sela kegiatan makan mereka.

“Biasa aja.”

“Biasa? Apa tidak ada sesuatu yang baru?”

Allamanda mengernyit. “Maksud Bunda?”

“Ya, mungkin ada seseorang yang diam-diam suka sama kamu atau nggak, kamu yang suka sama seseorang gitu.”

Uhukk

"Makannya pelan-pelan Sayang.” Dara meraih segelas air dan menyodorkannya kepada Allamanda yang langsung direbutnya dengan cepat.

"Barusan, Bunda bercanda? Nggak mungkinlah aku membuang-buang waktu untuk hal yang manfaatnya nggak ada sama sekali.”

Dara tersenyum tipis. “Nda, rasa suka sama seseorang itu wajar. Apalagi, untuk anak seusia kamu. Bunda nggak pernah larang kamu untuk punya hubungan sama seseorang tapi, ya gitu, jangan sampai kelewat batas, itu aja.”

"Iya Bunda,” respon Allamanda sekenanya. Ia meraih segelas air dan meneguknya perlahan.

"Bun,”

"Iya?”

"Aku rindu Ayah.”

Hening. Suasana yang awalnya hangat, perlahan-lahan berubah hanya dengan tiga kata yang baru saja terlontar itu. Allamanda terdiam. Ia menunduk, tahu jika pernyataan itu akan dijawab seperti apa oleh sang ibu.

"Jangan pernah bertanya tentang Ayah kamu lagi.”

"Kenapa Bun? Kenapa setiap aku berbicara tentang Ayah, Bunda seakan enggan untuk menjawabnya. Sebenarnya ada apa Bun? Apa yang Bunda sembunyikan dari aku?”

Bad Boy Love Cold GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang