BAB 14

9.9K 500 0
                                    

Allamanda turun dari mobil, membalikkan badannya. “Makasih.”

“Santai Al, eh, gue sama Bryan balik ya.”

Bye Al!” sahut Bryan.

Allamanda melambaikan tangannya, ia terdiam hingga mobil tersebut tak lagi mampu ditangkap oleh netra miliknya. Allamanda berjalan memasuki rumahnya, langkahnya tertahan sebentar di depan rumah kala melihat bangunan itu nampak terang. Itu artinya, ada seseorang yang telah menyalakan semuanya.

Allamanda melanjutkan langkahnya. Ia masuk dan menutup pintu secara perlahan, takut-takut jika Raga telah tidur dan ia membangunkannya.

“Dari mana?”

Allamanda terlonjak, melihat Raga yang berjalan mendekatinya dari arah dapur. “Bang Raga udah pulang?”

“Jawab aja.”

“Aku habis jalan sama Bryan, sama Sam juga.”

“Bryan?”

“Iya, Bryan teman kecil kita.”

“Jangan keseringan, lo bukan kupu-kupu malam.” Setelahnya, Raga melenggang menuju kamarnya. Setelah kepergian Raga, mata Allamanda rasanya memanas. Kupu- kupu malam? Bahkan ini kali pertama Allamanda pulang lewat dari jam delapan dan, Raga mengatakannya sebagai kupu-kupu malam? Bukankah, itu menyakitkan?

***

Allamanda menghembuskan napas keras, seraya memetik senar gitar dengan asal- asalan. Rumahnya kini nampak begitu sepi, seolah tak ada satu pun makhluk hidup yang menghuninya. Ia mendadak lesu, weekand yang seharusnya ia gunakan untuk berbagi dengan keluarga tak pernah bisa ia lakukan lagi. Ibunya, lebih menyibukkan diri di kantor. Teman-temannya, pasti memiliki urusan masing-masing. Dan Raga, entahlah Allamanda merasa jika abangnya itu sedang kelelahan mengurusi tugas akhirnya. Allamanda menatap langit-langit ruang keluarganya yang berwarna putih gading, ia memeluk bantal yang berasal dari sofa di sana, dan mulai memikirkan kejadian semalam. Rasanya menyenangkan, namun kata-kata yang dilontarkan Raga membuat semuanya tak seindah sebelum ia mendengarkan kalimat itu.

“Siapa sih?” gumam Allamanda. Dengan langkah ogah-ogahan, ia berjalan mengarah pintu utama ketika ia mendengar suara bel. Di sana, berdiri keenam temannya dengan wajah sumringah.

“Siang Allamanda!!” seru mereka serempak.

“Kalian ngapain?”

Ninda menatap Allamanda kesal. “Duh, boleh masuk dulu nggak? Pegel nih.”

“Yaudah, mari masuk.” Ninda dan yang lainnya tersenyum senang. Tanpa malu-malu, mereka segera berjalan masuk. Ada yang langsung tiduran di sofa sebelum diberi izin, ada yang bertingkah laku normal seperti Bryan dan juga Dafa, serta ada yang langsung nyelonong ke dapur.

Allamanda berjalan mendekat, menatap sinis pada kelima manusia yang berada di hadapannya kini. “Gue kayaknya, belum ngasih izin.”

“Emang salah, tiduran di rumah pacar sendiri?” Allamanda menatap Sam tajam.

“Nggak papa dong, lo kan teman gue. Jadi, rumah lo ya rumah kita juga,” Rizky menimpali.

“Rumah lo kok, sepi Al? Yang lain kemana?” tanya Bryan yang sedaritadi asik bermain gitar.

“Rumah gue emang sepi. Bang Raga lagi di luar sedangkan Bunda di kantor.”

Bad Boy Love Cold GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang