BAB 31

6.9K 345 3
                                    

Detik merajut menit, menyulam jam hingga hari demi hari telah berlalu pergi. Dua minggu. Dua minggu sudah, setelah kejadian itu, Allamanda masih bertahan dengan kondisinya yang memilih untuk terbaring lebih lama lagi. Empat belas hari telah terlewati, rasanya cukup untuk mengubah rutinitas seorang Samuel. Jika biasanya, selepas pulang sekolah atau weekend ia habiskan untuk lesehan di atas kasur, kini berubah seratus persen. Setiap waktu senggang, atau bahkan setiap hari setelah pulang sekolah, ia habiskan untuk menemani gadisnya di rumah sakit. Gadisnya, yang senantiasa terpejam tanpa sedikit pun niat untuk bangun kembali. Seperti hari-hari biasanya, setelah pulang sekolah Sam bergegas menuju rumah sakit. Namun sebelum itu, ia menyempatkan diri untuk membeli buah-buahan. Hari ini, entah kenapa, ada rasa senang yang merayapi hatinya. Semua dilatarbelakangi oleh Allamanda yang mampir di mimpinya semalam. Ia berkeyakinan jika, Allamanda akan kembali hari ini. Maka dengan semangat, ia akan menyambut hal tersebut jika memang terjadi.

Sam melangkah dengan santai memasuki koridor rumah sakit. Ia berjalan menuju ruang ICU yang mana, merupakan tempat dimana Allamanda dirawat. Di sana, baru ada Raga. Tak heran, karena waktu yang baru menunjukkan pukul 15.00 WIT sehingga yang lain belum terlihat di sana. Mereka baru akan tiba, ketika sore menjemput sekitar pukul lima sore.

Raga yang tengah duduk seraya memainkan ponselnya, mendongak. “Lo kayaknya datang mulu, nggak bosan?”

“Nggak Bang. Gue boleh masuk?” Raga memandang Sam sebentar, tak punya alasan juga untuk menahannya lebih lama. Ia mengangguk.

Sam membuka pintu secara perlahan. Ia berjalan masuk, meletakkan keranjang berisi buah-buahan yang tadi ia beli di atas nakas. Setelahnya, ia meraih kursi yang berada di samping Allamanda. Lelaki itu, menatap Allamanda lekat. Teduh serta damai, terpancar jelas pada wajahnya yang nampak pucat. Sam memperhatikan bedside monitor yang berada di depannya dengan pikiran yang melayang-layang.

Sam menggeleng. “Nggak. Semua akan baik-baik saja.” Sam meraih tangan Allamanda dan menggenggamnya. “Al, lo apa kabar? Apa lo nggak capek tidur terus? Lo tahu nggak, sekolah semakin hari semakin membosankan ditambah lo nggak ada, rasanya gue malas untuk pergi sekolah. Al, lo bakal sadar kan?”

Hening. Tak ada sahutan atau apapun di sana.

Sam mendekatkan genggaman itu pada pipinya. “Gue yakin lo pasti sadar Al. Meski gue harus menunggu lebih lama lagi, gue akan tetap di sisi lo. Al, gue mohon berjuanglah. Berjuanglah, demi keluarga lo, demi teman-teman lo, demi orang-orang yang menyayangi lo, dan jika mungkin, berjuanglah demi gue. Namun, jika gue harus menghilang demi kesadaran lo, akan gue lakukan. Walau, gue bahkan nggak yakin atas semuanya, tapi akan gue lakukan. Karena apa? Karena kesadaran lo, dan kebahagiaan lo adalah prioritas gue.” Sam mencium tangan Allamanda lama, hingga ia meletakkannya kembali dengan gerakan hati-hati, seakan jika ia salah sedikit saja maka semua akan hancur tak berbekas. Di waktu yang bersamaan, pintu ruangan terbuka. Sam menoleh, mendapati Angel yang tengah berjalan mendekat ke arahnya.

Gadis itu nampak berbeda dengan wajah pucat tanpa make up yang biasa menghiasi wajahnya.

“Lo ngapain di sini?”

“Gue mau jenguk Allamanda.”

Sam memandang Angel curiga. “Nggak usah pura-pura, gue tahu akal bulus lo. Dia koma, apa lo masih nggak puas? Mau buat dia sengsara kayak gimana lagi?”

Angel tak memedulikan Sam, ia menggenggam tangan Allamanda secara perlahan. Ada sendu yang tergambar jelas pada manik matanya yang selalu berkilat-kilat.

Bad Boy Love Cold GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang