BAB 15

9.7K 477 0
                                        

Bel tanda jam pelajaran pertama berbunyi, semua siswa-siswi serta guru yang bertugas hari ini, masuk ke dalam kelas masing-masing. Kali ini, kelas XI IPA 5 mendapat giliran untuk diajari oleh Samanta, guru sejarah yang terkenal dingin. Ya, lagi-lagi guru pindahan itu yang mengajar di kelas mereka. Pelajaran berlangsung dengan khidmat, hingga bel istirahat berdering.

Samanta menatap anak-anak muridnya tanpa ekspresi. “Kalian boleh istirahat. Dan ya, minggu ini sekolah kita akan mengadakan camping untuk informasi lebih lanjut kalian bisa mendengar pengumuman nanti.”

“Baik Buk!” Samanta mengangguk, lantas berjalan keluar kelas dengan langkah anggun. Setelah kepergian Samanta, kelas IPA 5 menjadi gaduh, sibuk membicarakan tentang camping yang akan diselenggarakan sekolah mereka.

“Eh, Vik tumben-tumbenan lo datang kesiangan.”

Vika yang tengah mengemas bukunya menoleh. “Biasa Al, Kak Sherly ngajakin paduan suara.” Ninda tertawa mendengarnya, sedangkan Allamanda hanya menggelengkan kepala tak habis pikir.

“Gue, jadi kangen sama Kak Sherly. Nanti gue ke rumah ya,” kata Ninda.

“Boleh aja, rumah gue selalu terbuka untuk lo.”

“Tumben Luna nggak ke sini. Dia kemana?” tanya Allamanda. Keduanya mengangkat bahu tak tahu sebagai respon.

“Mungkin dia udah lupa sama kita,” sahut Vika.

“Bisa aja sih, yuk ah, kantin. Menggosip juga butuh energi.”

“Kuylah!”

Sepanjang jalan, mereka asik mengobrol walau, lebih didominasi oleh Vika dan juga Ninda. Sedangkan Allamanda, lebih memilih fokus pada jalannya dan sesekali membalas sapaan yang dilontarkan padanya dengan senyuman tipis di bibirnya.

“Eh, yang pesen gue aja ya,” ujar Ninda saat mereka telah sampai di kantin, dan duduk di tempat yang mereka pilih.

“Tumben, emang ada apa?”

Ninda menunjukkan cengiran khasnya. “Gue kayaknya, gemukan jadi harus banyak gerak.” Mereka menggelengkan kepala. “Lo pada mau makan apa?” lanjutnya.

“Siomay sama Jasjus mangga kayaknya enak.”

“Gue samain aja kayak Allamanda.”

"Sip,” sahut Ninda kemudian melenggang pergi. Sepeninggal Ninda, Vika dan Allamanda asik mengobrol hingga Ninda datang, dan ketiganya menikmati makanan mereka dengan khidmat.

Vika yang tengah menatap sekelilingnya, tanpa sengaja memandang seseorang yang nampak familiar baginya. “Eh, itu si Luna.” Allamanda dan Ninda refleks menoleh, mengikuti arah pandang Vika.

“Iti beneran Luna?” tanya Allamanda lebih pada dirinya sendiri.

Ninda menggeleng tak percaya. “Bukan temen gue, sumpah.” Ketiganya terus memandang Luna yaang kini memakai pakaian serba ketat dan make up super tebal.

“Luna!” teriak Allamanda tetapi Luna hanya melirik lalu kembali berjalan bersama Angel. Malahan, Luna dan Siska duduk di tempat yang mereka pilih sedangkan Angel berjalan mendekati meja Allamanda.

Allamanda menatap Angel datar. “Gue panggil Luna, bukan cabe.”

Angel terkekeh sinis. “Santai, jangan lupakan fakta bahwa temen lo juga udah berubah jadi cabe-cabean.”

Bad Boy Love Cold GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang