LIMA : Bangun

10.6K 768 5
                                    

'Ketika cinta adalah soal berjalan bersama dibawah derasnya hujan, namun cinta bagiku adalah soal bagaimana mengembalikan apa yang telah hujan ambil dari hidupku.'

💧💧💧

flashback on


02:00 AM

Aku terpejam dalam mimpi yang entah diciptakan oleh siapa. Aku melihat sosok nyata diriku didalamnya.

Aku, bang Rian, Ayah dan tentu Bunda.

Aku melihat kami bercengkrama bahagia seperti biasanya. Di tepi pantai, aku melihat ayah menyanyikan satu buah lagu romantis untuk bunda dan mereka bernyanyi bersama.

Melihat abang mencoba mengaitkan benang layangan dan kamudian berlari bersamaku ditepi pantai. Kita tertawa bahagia.

Aku bahagia.

Pakaian serba putih favorit keluarga kami, tak lupa kami kenakan.
Aku memakai dress selutut dan tak lupa bandana biru laut yang menghiasi rambutku. Perlu kau tau, bandana ini pemberian abangku.

Iya, tadinya akan ia berikan untuk gadis yang ia sukai, namun sayang, abangku ditolak. Jadilah bandana ini milikku sekarang.

Masih dalam mimpiku, aku melihat abang berlari menjauh melampaui ku, dengan layang layang yang masih erat ditangannya, ia tersenyum dan melambaikan tangannya padaku sebelum akhirnya menghilang dibalik batu pantai yang besar.

💧💧💧


Cahaya mentari mulai menyelinap masuk ke ruangan tempat ku terlelap. Mataku mulai terasa tak nyaman dibuatnya.

Silau,

Aku terbangun ketika mendengar lantunan ayat Al-qur'an yang dibaca oleh ayah dengan hati-hati.

Suara lantunan khas ayah adalah kesukaanku. Rasanya damai sekali. Berharap bang Rian merasakan ketentraman itu pula.

Sinar hangat mentari pagi membuatku beranjak dari tempatku tertidur. Tak lupa, gerakan mengucak ngucak mata kebiasaanku dipagi hari.

"Assalamualaikum Rain, sudah bangun?" Sapa ayah seperti biasa.

"Waalaikumsalam ayah, iya Rain udah bangun." Jawabku yang masih setengah sadar.

"Ayo sapa abang dulu."
ayah memintaku menyapa abang yang sedang pulas dalam tidurnya yang ntah kapan akan bangun.

Aku berjalan mendekati kasur putih tempat abangku terlelap. Menatap kearah wajah sendunya dan tersenyum seperti biasa.

"Pagi abang, hari ini Rain bolos sekolah dulu ya bang, mau nemenin abang hehe." Sapa ku sambil bercerita sedikit.

Tidak ada respon dari abangku. Namun sebisa mungkin aku tersenyum kepadanya.

Aku mengecek handphone ku pagi ini untuk memberi kabar pada seksi absensi kelas bahwa tidak akan hadir. Ada juga 5 pesan dari Bang Rio, sobat karib abang.

Bang Rio

Pagi Rain ;))

Semangat ya cantik ;)

Temen temen abang mu bakal selalu support Rain ;)

Oh iya titip salam buat bang Rian ya.

Nanti bang Rio sampein ke Anita suruh jenguk abang ke Rumah Sakit biar abang seneng.

Pagi bang Rio ;)

Makasih bang, iya nanti Rain bilangin ke abang hehe.

-Close-


Aku menutup aplikasi Line ku dan bergegas mandi. Namun ada satu yang buatku bertanya.

Siapa Anita?

"Ohh gebetan abang yang nolak abang itu kali ya."

Selesai mandi, aku mendekati abang sambil memotong sebuah apel. Ya, apel ini pemberian kawan bunda yang kemarin datang. Tapi sayang, abang nggak bisa makan. Jadi lah aku yang memakannya. Sambil memotong apel, aku bercerita pada abang. Tentu, aku berharap ia mendengarnya.

"Bang, tadi bang Rio nge line aku. Katanya salam sama abang dari temen temen juga."

"Oh iya bang, kata bang Rio nanti dia suruh kak Anita buat jenguk abang biar abang seneng." Jelasku sambil tersenyum menggigit apel.

"Kak Anita siapa bang? yang baru apa yang waktu itu nolak abang? Ciee abang kok ga cerita sama Rain sih."

Berbicara dan tampak asyik sendiri lama kelamaan membuatku seperti orang gila. Mengharapkan respon abang sepertinya mustahil. Ya, setidaknya aku mencoba.

Melihat aku yang lelah berbicara sendiri, ayah mendekatiku. Ia merangkulku lalu kita bersama duduk dipinggiran kasur tempat abangku berbaring. Ayah ikut bercerita pada abang. Ya, seolah abang dapat merespon ceritanya.

Aku tersenyum dan tertawa bersama ayah. Namun ada rasa sesak yang kian meledak.



[593 words]

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang