'She acts like summer and walks like rain'
Ya, dia adalah Rain ku.
💧💧💧
Jam pulang sekolah memaksa ku untuk berdiam diri sebentar menunggu tim basket Angkasa Jaya berkumpul. Sesekali aku memasukkan bola ke ring untuk iseng latihan. Pantulan bola basketku kala itu, kubuat sangat malas.Aku melihat gadis itu berdiri terdiam sendiri didepan kelasnya dengan tatapan lurus kearah lapangan basket sambil mencuci tangan. Tatapannya kosong. Aku melihat tangannya menyeka mata. Apakah ia menangis?
Sungguh Aku tak rela melihatnya menangis. Siapa penyebabnya? atau apa?
Baru saja akan melangkahkan kakiku untuk mendekatinya, namun punggung gadis itu telah menjauhiku.
Yah nggak jadi deh.
Aku kembali memantulkan bola basket ditanganku.
***
Tanganku terasa gatal, membuatku tak nyaman. Ah, aku memutuskan untuk mencuci tanganku di wastafel depan kelas.Mataku menatap lurus kearah lapangan basket. Jauh, sangat lurus. Aku melihat dua orang bercengkrama disana, mereka kelihatan mulai cukup akrab. Salah satunya orang yang mulai ku kenal, dan satu yang lainnya hanya sekedar ku tahu. Pria, dan wanita.
Mulanya aku dan hatiku terasa biasa saja. Tapi lama-kelamaan ada yang aneh dengan perasaanku. Aku menggeleng ragu. Ada yang tak beres. Namun mataku enggan berpaling. Aku tetap menatap mereka intens. Tanpa kusadari mataku basah. Apa yang salah?
Memoriku seketika memutar ingatan-ingatan tentang Vindy. Iya benar, dulu aku biasanya melihat dua orang yang akrab ku tahu bercengkrama bersama. Mereka Xavier dan Vindy.
Akhirnya aku tahu, ternyata aku merindukan Vindy. Ah, berharap masa akhir sebagai anak SMA cepat usai.
Sudahlah, pemandangan ini hanya membuatku tak jelas. Aku pergi.
***
Handphone ku bergetar. Mau tak mau aku harus melihat notifikasi itu.Gue tunggu di taman depan perpustakaan.
-Alea
Huff neraka.Berhubung tak ada yang dapat ku kerjakan, mau tak mau aku harus menghampiri gadis itu. Aku memakai tas hitamku hanya dipundak sebelah kanan. Tangan kiriku ku masukkan kedalam saku celana.
"Sstt." aku berdesis untuk memberi tahunya kehadiranku.
Ia menoleh dengan cepat. "Eh Rama. Sini duduk." katanya sambil menepuk kursi yang ia duduki untuk menyuruhku duduk disebelahnya.
"Mau ngapain? Ayo pulang."
"Sini dulu. Kita ngobrol sebentar sambil liatin tuh." katanya menunjuk pada seseorang yang tengah akan memasukkan bola basket ke ringnya.
Sekilas kutahu itu adalah Gevin Triapanji.
Aku mengangguk untuk mengiyakan ajakannya. Ya, siapa tahu hatinya kelak bisa berpaling pada Gevin.
"Gue males pulang." ucapnya.
"Kenapa?" tanyaku datar seperti biasa.
"Lo tau kan gue anak tunggal? dirumah itu sepi banget."
"Ya makanya lo cari temen cewe biar bisa diajak hang out bareng dan main kerumah lo."
Ia menggelengkan kepalanya dan membentuk bibir bawahnya maju.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Fiksi Remaja[The Winner Of Wattys Award 2017 Category THE ORIGINALS] Ketika Terlalu Takut Untuk Menatap Hujan. Soal hujan yang datang membawa luka. Juga tentang senja yang datang hapuskan ia, dan gantikannya jadi bahagia. ...