ENAM : Meledak

11K 673 8
                                    

'Life is not about waiting for the storm to pass, but learning to dance in the rain'

Jangankan untuk menari bersamanya, menatapnya pun aku tak mampu. Karena bersamaan dengan kehadirannya, ada air yang juga turun satu per satu melintasi pipiku.

💧💧💧

Jakarta, 14 Desember 2014
07:00 AM

bruk

"Kalo jalan pake mata dong." bentak seseorang yang baru saja kutabrak.

"Sorry." Kataku datar lalu pergi meninggalkannya.

Seorang laki-laki bertubuh ideal dan lebih tinggi dariku. Cukup tampan namun ia berpenampilan layaknya anak nakal. Sekilas kubaca badge nama dibajunya,

Rama Abeevara.

"Songong banget tuh cewek." gerutunya kesal karena aku yang langsung melengos pergi.

Bodo amat.

💧💧💧


Aku menyusuri koridor sekolah yang lumayan sepi. Ya, sekarang tepat pukul 07:00 AM. Semua siswa telah masuk ke kelasnya masing-masing. Tak seperti diriku yang masih asik melamun di kantin dengan lolipop kesukaanku.

"Woy Rain, nggak ke kelas?" Xavier mengejutkanku dari belakang.

Perkenalkan kawan, Xavier Gema. Satu-satunya sobat karibku di SMP Taruna Bangsa.

"Eh Vier, iyanih beloman masih mau ngelamun gue, ngabisin lolipop dulu biasa." Jawabku santai.

"Yaelaah pantesan dikelas nggak ada lo."

Aku dan Xavier memang bukan murid yang tergolong rajin untuk mengikuti pelajaran diawal jam. Kita terbiasa nongkrong dikantin terlebih dahulu setengah jam.

"Ngelamunin apaan lagi sih Rain?"

"Abang gue Vier, udah dua minggu sejak kecelakaan dan belum sadar sedetikpun."

Xavier menepuk pundakku seraya berkata "Rain, lo tau kan dia kuat? dia pasti bangun kok percaya sama gue."

"Kalo dia gapernah bangun lagi, gue harus apa Vier?" tanyaku lesu

"Hush nggak boleh gitu Rain, ada temen-temen abang lo, mereka banyak, lo jangan khawatir bakal kehabisan abang. Gue juga bakal selalu ada buat lo Rain." Jelasnya dengan seulas senyum diakhir.

"Vier, jangan pernah tinggalin gue ya. Gue tau lo punya Vindy, tapi lo sahabat gue satu-satunya Vier. Cuma gara-gara lo gue masih semangat buat dateng kesini."

Ya, Xavier memang satu-satunya teman yang masih setia menemaniku kapanpun itu, disamping anak anak perempuan dikelas, aku hanya nyaman berteman dengan Xavier, pikirku mereka semua bullshit dan Xavier adalah sesatunya yang tidak menyandang gelar itu di otakku.

Aku bertemu Xavier di kelas 8 A dan kita sempurna disatukan kembali di kelas 9B. Aku dan Xavier terlihat bagaikan perangko dan amplop di sekolah. Meskipun Xavier memiliki pacar bernama Vindy, beruntung Vindy memaklumi kedekatan kami. Tak jarang aku menemani mereka kencan. Ya, kencan buta anak SMP.

"Rain, kekelas yuk. Kata Akbar mumpung Pak Krisna lagi keruang guru." ajaknya

"Yuk."

***

Bel pulang sekolah yang merdu itu akhirnya terdengar lantang. Seperti biasa, Aku dan Xavier adalah orang yang paling bersemangat untuk itu.

Sepulang sekolah, kebiasaanku yang baru memaksaku untuk tak bermalasan pulang kerumah. Yap, rutinitas anyar yang selalu kulakukan belakangan ini. Aku langsung ke Rumah Sakit untuk menjenguk abang. Abang pasti kesepian karena setiap pagi hanya di temani bi Lastri.

"Rain, lo ke rumah sakit lagi?" tanya Xavier sambil sedikit berlari mendekati ku.

"Yaps as always." Jawabku tersenyum.

"Yuk gue anter." katanya langsung menarik tasku.

"Tumben lo Vier." Jawabku heran.

"Udah jangan banyak bacot ayo." Ia menarik tas yang kukenakan sambil berlari ke arah parkiran.

"Mumpung gue bawa helm 2 hari ini." katanya

"Loh emang biasanya nggak? terus Vindy gimana?" Tanyaku khawatir.

"Gampang Vindy udah gue cincai, lagian dia ada kerja kelompok hari ini, gue janji jemput dia nanti." Jelasnya tak ragu

"Bener ya Vier? gue takut aja Vindy marah karena lu lebih mentingin gue."

"Selow kali Rain, lo sama Vindy kan juga deket. Dia paham kok."

"Okey lets go brader." Jawabku antusias.

Xavier memacu kendaraan roda duanya dengan hati-hati, Ia pasti tau kalau aku masih sedikit trauma.

"Vier, udah mendung nih. Rada gercep ya naik motornya, gue takut hujan."

"Siap kanjeng ratu Rainalmira, pegangan yang kuat ya karpetnya mau terbang! Wuuuushhhh"

"Hahaha kampret." Jawabku sambil tertawa.

Tak lama canda tawa mengiringi sampainya kami di rumah sakit.

"Sini helmnya neng." kata Xavier

"Duh susah pea ini gimana bukanyaaaa hahaha." Teriakku sambil tertawa.

"Hahaha sini gue bukain." candanya sambil membukakan helm.

"Yuk masuk, gue kenalin sama abang."

"Oh abang lo gatau gue yak?"

"Tau, gue sering ceritain. Tapi kan belom pernah ketemu lo langsung." jelasku

"Ohhh iyaiya."

"Taro dulu tas lo disini abis itu cuci tangan terus pake baju ijo yang itu baru masuk okey?"

"Siap."

"Assalamualaikum abang." salamku lalu diikuti Xavier

"Bang liat deh aku ajak siapa, ini Xavier bang, sobat Rain yang suka Rain ceritain itu loh." ceritaku antusias

Aku menyenggol lengan Xavier tanda agar dia menyapa abangku.

"H-halo bang, aku Xavier temenya Rain. Rain suka ceritain katanya abang baek bener, Xavier suka iri kalo Rain udah ceritain abang hehehe." Ceritanya juga.

"Bang dari pagi sama bi Lastri aja ya? pasti bi Lastri ga ajak abang ngobrol ya bang?"

"Iya atuh Rain, bi Lastri bingung mau ngajak ngobrol apa." Jelas bi lastri sambil tersenyum.

"Nggak ada yang dateng bi hari ini?" tanyaku.

"Ngga ada neng, paling tadi mas parjo sama bunda aja sebentar."

"Hmm gitu."

Waktu tak terasa ketika aku dan Xavier terus bercanda dan tertawa bersama dengan bang Rian yang sempurna terpejam. Kami sibuk bercerita hal konyol hingga tak sadar dengan waktu.

"Eh Vier, udah sore loh. Lo nggak jemput Vindy?"

"Eh iya yaampun gue lupa. Yaudah gue pamit ya Rain."

"Bang, Xavier pamit ya, kapan kapan pasti kesini lagi, nanti liat abang udah sembuh." jelasnya sambil tersenyum pada abangku

"Bye Rain." tukasnya sambil melambaikan tangan

"Bye Vier, tiati yak."

"Okeyy, jangan lupa sekolah besok woy!"

"IYA SIAP."

💧💧💧


Beriringan dengan ledakan perasaan yang sedari tadi mengalir, aku bersyukur memiliki Xavier, dia adalah sesatunya yang dapat menghapus rasa sedihku dengan dibuatnya aku tertawa meledak.

Lagi,

Aku mengintip sedikit kearah jendela, yang ternyata daritadi hujan karena ku lihat jalanan yang basah. Beruntung sudah reda, jadi rasa khawatir ku terhadap Xavier sedikit berkurang.



[955 Words]

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang