DUA PULUH ENAM : Datang

5K 269 3
                                    

'I don't mind spending everyday, out on your corner in the pouring rain'

-Maroon 5

Karena ada yang pernah bilang, aku harus berjuang atas cintanya.

💧💧💧

16:00 PM

Aku beranikan diri memencet bel rumahnya, setelah basah kuyup menunggu diluar satu jam yang lalu. Aku tahu, yang ku lakukan ini memang bodoh.

Sore itu dingin sekali, ah iya. Aku lupa. Ternyata bajuku basah. Seperti baru saja dicuci dan belum sempat digiling oleh mesin cuci ataukah diperas oleh tangan.

Seseorang akan membuka pagar hitam itu dengan langkah yang malas. Aku sudah dapat menebaknya. Dia pasti pria yang telah membuatku menunggu dibawah derasnya hujan. Kalau dipikir-pikir, bodoh juga yang aku lakukan. Ah tidak, sepertinya aku telah menjadi budak cinta.

Tak apa lah, untung aku senang melakukannya.

Benar saja, pria tak jelek namun tak begitu tampan dengan perawakan sedang dan memakai kacamata bulat dengan frame silver ini menyambutku dengan kurang ramah.

"Eh lo." katanya singkat tanpa basa-basi mempersilakanku masuk.

Aku membuntutinya sebal namun harus tetap stay cool.

"Kenapa baju lo basah?" tanyanya sedikit peduli.

"Iya gue hujan-hujanan tadi."

Ia berdecak. "Bodoh. Padahal kan lo bisa nunggu di halte sekolah kalo hujan. Nggak perlu basah-basahan nunggu diluar.

"Lo tau gue nunggu diluar?"

Ia hanya terdiam.

Sial.
 

***

"Siapa Vier? tanya bunda.

"Gevin bun." singkat Xavier menjawab bunda.

Bunda langsung memalingkan wajahnya dari makanan yang tengah ia masak. Sekilas ia menatapku dan berjalan hendak menghampiriku. "Ehh ada Gevin, sini nak." sapanya lembut seperti biasa.

Aku mencium tangan bunda. "Apa kabar bun?" tanyaku singkat.

"Baik sayang, eh kok bajunya basah gini. Nanti masuk angin loh, bawa baju ganti nggak?"

"Nggak bawa bun." jawabku jujur.

"Sebentar ya, bunda ambilin baju abang."

"Eh jangan bun--" perkataanku terpotong kala melihatnya telah menghilang di balik pintu kamar.

Aku melihat sosok Xavier yang dikenal sebagai malaikatnya Rain ini menatapku sinis.

"Kenapa?" tanyaku santai.

Ia hanya mengangkat alisnya kemudian menggelengkan kepala sambil berlalu menuju dapur.

Ia berteriak. "Mau minum apa bro?"

"Gue?" tanyaku sedikit keras.

"Iyalah siapa lagi."

"Apa aja Vier." jawabku singkat.

"Air kolam mau?"

"Ya nggak air kolam juga bro." kataku santai sambil menghampirinya.

"Air putih aja ya." katanya mengambil gelas. "Jus jeruknya sisa segelas, buat gue." katanya menjelaskan.

"Iya gapapa." kataku lalu mengambil minuman sendiri.

***

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang