SEMBILAN : Sesak

8.5K 545 0
                                    

17 oktober 2013

Teruntuk gadis manis yang kusukai.

Anita Andara,

Dara,
Aku suka memanggilmu begitu.
Aku menyukai bulu mata indah yang menjadi perhiasan mata cantikmu.

Dara,
Tapi aku lebih suka sikap lembutmu.
Maaf Dara, membuatmu lama menunggu.
Maaf Dara atas perlakuan seenak ku, telah menggantungkan hatimu.

Dara,
Rian sayang Dara.

Maaf Dara, Rian sok puitis gini ;(

Dara,
Rian terlalu takut buat bilang Rian sayang Dara.

Maafin Rian yang bodoh ini Dara.

Tertanda dari lelaki pecundang,

Rianalfaza.

💧💧💧

deg

Rian? jadi..... selama ini lo?

Ratusan pertanyaan berhamburan keluar dari otakku. Penyesalan akan perasaan cinta yang tak sempat tersampaikan. Penyesalan akan keegoisan untuk tak berhenti menunggu.

Anita Andara,
Selamat. Satu lagi orang yang kamu sayangi, telah pergi tanpa pernah mendengar ungkapan sayang dari mulutmu langsung.

Kenapa harus begini tuhan?

Aku menangis tanpa peduli seberapa air mata yang akan ku keluarkan. Tak peduli seberapa basah bantal kesayangan yang jadi penyanggaku kini. Tak peduli seberapa bengkak pelupuk mata ini jadinya. Tak peduli seberapa keras hati ini akan menjadi.

Semalaman hanya menangis dan berteriak 'kenapa' yang dapat ku lakukan. Ya, setelah tadi sore....

7 Januari 2014

Tepat seminggu setelah Rian pergi dengan segudang cinta yang tak sempat terucap, Rain datang menemuiku di sebuah kafe cantik dekat rumahku.

"Hai kak," Suara lembut tiba-tiba menyapaku singkat.

"Hai Rain, apa kabar cantik?" tanyaku sambil memeluknya.

"Baik kak, kak Anita?" Tanya nya seperti tak ingin banyak bicara.

"Yaaa gini gini aja Rain. Udah mulai masuk sekolah, Rain?"

Ia hanya membalas pernyataan pertama ku dengan seulas senyum kemudian melanjutkannya dengan satu kalimat, "Iya kak, Rain udah mulai sekolah lagi."

"Syukur deh kalo gitu, kakak seneng dengernya. Pokoknya semangat terus ya Rain!"

"Iya kak, Semangat juga ujian ujian nya!"

Lalu kami berdua tersenyum bersama, sebelum akhirnya Rain memberikan amplop yang telah dihias indah. Senada biru laut kesukaanku, terdapat bandul berbentuk hati bertuliskan "open me".

"Ini kak, titipan bang Rian buat kak Anita. Bukan titipan sih, lebih tepatnya abang belum sempet kasih ke kakak. Rain temuin ini di bawah bantal abang."

Aku sempat terdiam menatap gadis manis berambut panjang dihadapanku.

Aku menerima amplop manis itu kemudian tersenyum kepadanya. Menggenggamnya erat seperti tak ingin melepaskannya.

"Um... Rain sudah baca?" Tanyaku.

"Belum kak, Rain gamau lancang. Tulisannya buat kak Anita bukan buat Rain." Jawabnya lembut.

"Hmm kalo gitu gimana kalo kita baca bareng?" tanyaku antusias.

"Biar kak Anita aja yang baca. Siapa tau soal pribadi."

"Umm, oke deh nanti kakak baca dirumah. Btw makasih ya Rain." seulas senyumku mampir sebagai pemanis.

"Iya sama-sama kak, oh iya kak udah sore, mas parjo udah jemput Rain, Rain pamit ya kak." Tukasnya kemudian berpelukan denganku.

"Iya Rain hati-hati ya." senyumku seraya melambaikan tangan kemudian ikut bergegas pergi tak lama setelahnya.

💧💧💧


Yan, bagus banget surat dari lo. Gue suka yan.

Aku tak berhenti memandangi amplop indah senada biru laut yang dituliskan namaku dengan spidol warna keemasan.

Aku berbaring diatas kasurku seraya menatap langit langit kamar yang kuhias dengan bintang juga bulan.

Perlahan, kubuka surat itu sambil tersenyum. Kertas tempatnya menulis kalimat indah itu berwarna biru laut juga. Aku tak berhenti tersenyum memandanginya.

Kubaca surat itu perlahan seraya membalikkan badan untuk tengkurap. Namun, ada air yang mengalir tak sengaja sesaat setelah ku selesai membacanya.

Aku tak dapat menahan air mataku, amarah dan sesak sekaligus berkumpul seolah ingin meninjuku dari belakang.

Apa yang telah terjadi tuhan? kenapa kau pertemukan kami untuk tak saling memiliki?

Air mataku sukses membuat danaunya sendiri. Hatiku mencelos hebat.

Sesak dan penuh sesal.



[575 words]

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang