Chapter 21 : Our Reality

3.9K 296 3
                                    

Evana Side

Aku terdiam, aku terududuk diatas kasurku.

Aku menatap sebuah benda, yang yah ini menyakitkan untukku dan dirinya.

Pangeran itu.

Aku melihat, setengah dari berlian itu sudah mulai memutih dan jujur saja..

Saat ini aku sudah mulai menyukainya.

Sudah seminggu ini aku menepis perasaan tersebut, tetapi tetap saja tidak bisa.

Aku menghela nafas, ini bukan mauku.

Aku tak bisa memberikan harapan palsu pada pria itu, aku harus menyadarkan jika kita berbeda.

Asal kita sudah berbeda, dan takdir kita berbeda. Jika disatukan, memang jalannya apa?

Aku menghela nafas, dan jujur ini menyakitkan untukku. Tetapi aku tidak bisa berbuat lebih.

Aku kembali menatap kearah benda itu, apakah semua ini akan baik baik saja? Apakah semua akan sesuai dengan jalan takdir?

Aku harus mengatakan pada pria itu bukan?

Tapi..

Ini sudah malam!

Aku nenatap kearah sekelilingku, dia..

Aku menuruni ranjangku, dan mencari sandal kayuku. Gaunku cukup ringan, karena memang ini gaun tidur.

Aku melangkah keluar gedung  istana, dan duduk ditaman dekat istana.

Rembulan kini kembali menyinariku, aku menghela nafas.

Betapa baiknya dia, mau menjagaku. Aku tidak pernah menemukan pria semacam itu. Karena memang, nyatanya yang kutemukan adalah pria yang selalu mencari yang mereka inginkan. Maksudku, mereka senang sekali mempermainkan perasaan wanita, dan membiarkan wanita itu dalam bahaya. Atau tidak, membiarkan wanita itu sendiri hanya untuk kesenangannya saja.

Tetapi dia tidak.

Dia mau menjagaku, mengikutiku diam diam dan menatapku dalam jauh.

Apakah aku akan menemukan pria itu lagi?

Ia ketus, aku akui itu.

Tetapi dia tegas, jika ada yang bersalah maka dia akan melakukan tindakan tidak peduli dia laki laki atau perempuan.

Ah, aku pikir mungkin aku akan menemukan yang terbaik.

Tapi siapa?

Itu pasti bukan Erick! Karena memang, dia playboy!

Aku sendiri dalam kegelisahanku, tanpa ada yang mau menemaniku. Hanya bulan yang mau menjadi saksi bisu atas pemikiranku.

Kemana pangeran yang selalu ada saat aku takut?

Aku tertawa sinis, dia pasti tertidur.

Kenapa aku mengharapkan kehadirannya? Sedangkan aku tahu, sebentar lagi aku akan pergi jauh dalam hidupnya.

Bahkan itu seperti dunia orang hidup dan mati, karena dimensi yang berbeda.

Aku memeluk lututku takut, kenapa disaat seperti ini dia tak ada?

Tak sadarkah ia bahwa waktunya hanya sebentar?

Aku menekuk wajahku dan memeluk lututku, membiarkan cahaya bulan menyinariku sekarang.

Biarkan aku sendiri, dan mulai besok aku akan menyadarkan dia tentang takdir yang menyakitkan ini.

Yang dimana, aku dan dirinya tidak bisa bersatu.

***

Burung berkicau senang, aku menatap pantulan diriku didepan cermin. Aku sedikit menatap rambutku yang sedikit lepek dan acak acakan.

Aku akan menemui pangeran itu sekarang? Entah. Aku menjadi malas membahas topik itu.

Aku melangkahkan kakiku dan berjalan entah kemana.

Aku merasa kepergianku sebentar lagi.

"Antonia?" tanyanya, aku menghentikan langkahku.

Dia..

"Hari ini kau kenapa?" tanyanya cemas, dan aku merasa dia mendekatiku karena memang suara langkahan kakinya yang terdengar di telingaku.

Karena aku masih berdiri membelakanginya.

Jantungku berdetak cepat, dan kini rasa takut itu muncul. Entan rasa takut apa yang kurasakan.

'Zeb'

Sekarang dia tepat berdiri disampingku. Aku terdiam, sungguh perasaan ini tak enak!

"Kau-"

"Bisakah kau berhenti bersikap seperti itu? Hentikan sikap itu!" kataku, dan aku berbalik menghadap kearahnya.

Dia menatapku bingung.

Aku kasihan melihat wajahnya, dia bingung sekarang.

"Hentikan ini, jangan mencintaiku lagi" kataku, dia menatapku bingung dan terkejut. Ia membelalakkan matanya, dan aku?

Ini harus.

"Maaf jika ini menyakitimu, tapi memang kita harus berhenti. Sebentar lagi pintu waktu akan terbuka, dan aku akan kembali ke alamku. Kita akan berpisah sangat jauh karena itu mencakup ruang, jarak dan waktu. Jadi, hentikan sampai disini" kataku, dia masih terdiam.

Aku melihat dia marah, tangannya mengepal kuat padaku. Aku memilih untuk seakan tak tahu.

Ini memang menyakitkan, tetapi memang harus.

"Jika itu maumu baiklah!" katanya marah dan melangakh pergi meninggalkanku  aku menatap kepergiannya dan kini aku terdiam.

ada rasanya aku mau menangis, kenapa aku harus seperti ini?

Kenapa?!

***

Aku melangkah menyusuri setiap taman istana. aku melihat ada pohon apel disini.

Aku tidak tersenyum hari ini, sungguh perasaanku buruk.

Aku melangkah menuju istana, dan berniat untuk tidur. Karena memang, aku suka tidur.

Aku menghela nafas, kenapa hidup saja rasanya malas?

Langkahku terhenti saat melihat pangeran itu, aku melihat dia bercakap cakap dengan seorang majelis tinggi. Dia menatapku sebentar, lalu membuang wajahnya dariku.

Sepertinya benar, ia akan memulai apa yang ku mau.

Aku melangkah melewati dirinya seakan tidak terjadi apa apa, stay cool. Hatiku? Ah sudahlah.

Sesampainya di kamarku, aku menjatuhkan diriku diatas ranjang. Aku memejamkan mataku.

Takdir ini melelahkanku.

Me And Hidden PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang