Chapter 23 : A Days With You

4.1K 298 0
                                    

Evana Side.

Aku menatap nanar kearah kalungku, aku terdiam.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu.

Aku sudah banyak bersama dengan pangeran itu. Aku sudah merangkai banyak kenangan dengannya.

Sebentar lagi waktunya tiba.

Aku bangkit dari kursiku, dan melangkah menuju balkon istana. Aku terdiam menatap kearah rembulan, cahaya rembulan kini ia tetap setia menerangiku.

'Hap!'

Aku merasakan ada pelukan yang memelukku. Mataku terpejam.

Hangat.

"Kau kenapa? Ini sudah malam" katanya, aku berbalik menatap kearahnya Dan ia melepaskan pelukannya.

Dan kami saling menatap satu sama lain, menyalurkan kehangatan satu dengan yang lain.

Ini indah.

"Apakah kau punya beban pikiran?" Katanya dengan suara rendah, aku menggeleng kembali.

"Kupikir tidak" kataku, aku hanya berbohong.

Sebenarnya aku sangat gelisah.

Aku merasakan ia mengelus kepalaku lembut dan itu membuatku merasanya nyaman.

"aku tak tahu, tetapi berceritalah denganmu. Jika kau seperti itu, kau akan merasakan gelisah. Aku tak suka melihatmu seperti itu" katanya, aku menggeleng.

"Biarkan saja" kataku dan bersender di bahu luasnya.

"Aku tengah merasa nyaman saat bersamamu, jangan rusak itu" kataku. Memang, setiap aku bersamanya kegelisahanku pergi kemana. Ada banyak hal yang ingin kuceritakan, tetapi itu sulit. Aku sudah terlanjur sangat nyaman.

Lagipula kegelisahanku tidak penting.

"Kau lihat? Rembulan itu mengeluarkan cahaya. Ia bahkan ikut senang atas diri kita" katanya, aku tersenyum.  Kata katanya membuatku nyaman.

"Pangeran.." kataku pelan, aku merasa ia mengelus rambutku pelan. Aku ingin menangis rasanya mengingat aku akan meninggalkannya.

Sebentar lagi.

"Katakan, apa yang ingin kau katakan" tanyanya, aku terdiam.

Ini..

"Jika seandainya pintu waktu itu terbuka, jika seandainya aku kembali. Apakah kau akan sedih?" tanyaku, aku mendengar ia terkekeh.

"Tentu" katanya pelan. aku tahu, ia sebenarnya sedih.

"Sebenarnya, aku sangat ingin berada disisimu. Tetapi kau tahu, takdir mengatakan ini padaku" kataku, dia tidak merespon.

Aku yakin dia sedih.

"Aku tak tahu. Aku bukan Tuhan atau sang pencipta yang bisa menentukan takdir. Aku hanya seorang manusia" katanya, ada guratan kesedihan dalam perkataanya.

Ini memang menyakitkan.

"Sudahlah, ini sudah malam. Kau tidak tidur?" tanyanya, aku tersenyum. Aku sebenarnya cukup stress karena ini, tetapi aku memang bisa apa?

"Aku akan tidur, beristirahatlah pangeran" kataku, dia tersenyum.

Aku melangkah menuju kamarku, dan berbaring diatas ranjangku. Aku mengambil suatu benda di sampingku, lalu menatap benda itu semakin nanar.

Mungkin hanya hitungan hari, berlian ini akan sepenuhnya memutih.

Aku menatap ramuan itu, aku akan kembali ke hutan itu nantinya karena pintu itu akan terbuka kembali.

Me And Hidden PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang