Lesson 07

578 78 7
                                    

"HUAAAAAAA!!!!!"

Riku terlonjak kaget sampai piring berisi udang goreng yang sedang ia pegang hampir terjatuh kalau Kouji tidak bergegas menahannya. "Ada apa anak itu?" ujarnya Kouji dengan bingung. Ia mengernyitkan dahinya lalu meletakkan piring berisi udang goreng itu ke atas meja makan.

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Riku cemas. Kouji menggeleng-geleng, "Palingan hal yang tidak penting. Biarkan saja," ujarnya cuek karena ia tahu pemikiran anaknya sangat sederhana begitu juga dengan perlakuannya. Palingan masalah telat atau ngelupain sesuatu.. pikirnya.

Suara ribut Mahiru yang sedang menuruni tangga dengan buru-buru memenuhi ruangan itu. Kouji menoleh dan melihat wajah Mahiru yang pucat pasi. "Kau kenapa?" tanyanya mulai berpikir ada sesuatu tidak bagus yang terjadi.

Mahiru segera mengambil sepotong roti dan bermaksud berlari keluar. "Woi! Mahiru!" seru Kouji menahan Mahiru. "Aduh! Papa! Aku sudah telat!" seru Mahiru dengan kesal. Kouji mengernyitkan dahinya. Sekolah mulai jam 08.50 dan sekarang baru jam 7.30. "Apanya yang sudah telat? Kau masih setengah tidur?"

"Aduh! Papa! Aku ada janji jam 6 dan sekarang aku sudah telat 1 jam 30 menit!" seru Mahiru seraya menepis tangan Kouji dan berlari ke genkan. Tidak berapa lama, terdengar bunyi pintu rumah yang dibuka dan kemudian ditutup kembali.

"Janji?" gumam Kouji. "Mungkin janji dengan pacarnya? Tapi kalau begitu, bahaya dong! Nanti mereka putus gimana?" tanya Riku menebak-nebak isi janji Mahiru. "Hm.. tidak mungkin pacar," ujar Kouji membuat Riku bingung. "Kenapa kau bisa tahu?"

Kouji mengusap-usap dagunya. "Dia tidak bisa dapat pacar dengan otak kosong seperti itu," ujarnya. Riku berpikir sejenak dan mengangguk mengerti lalu tertawa, "Kouji-san, jangan meremehkan anakmu sendiri,". "Tapi kau setujukan dengan apa yang aku katakan?" tanya Kouji yang langsung membuat Riku terdiam. Hmm.. aku setuju sih.. gumamnya dalam hati lalu tertawa kecil.

*****

Mahiru dengan jantung berdegup kencang dan mata yang sudah berkunang-kunang, berlari menuju perpustakaan sekolah. Ketika ia sampai di sekolah, jam sudah menunjukkan pukul 8. Sesampainya di sana, sambil mengatur napas, Mahiru mengedarkan pandangannya mencari sosok Zen.

Ia langsung mundur beberapa langkah ketika menemukan laki-laki itu sedang duduk di meja yang paling dekat jendela sambil membaca buku. Sekelilingnya dipenuhi aura membunuh membuat Mahiru berpikir ingin kabur dari situ tapi akhirnya ia urungkan karena nanti pun pasti ia akan diomeli juga.

Setelah menelan ludah dengan susah payah, Mahiru melangkah menuju meja itu dan duduk sambil memasang senyumnya yang terbaik. "Selamat pagi, Naka..ya..ma," suaranya mengecil dan ia merasa menciut ketika mendapat tatapan tajam dari mata gelap Zen.

"Kau...... ku bilang jam 6 kan? Kenapa kau bisa telat sampai 1 jam?!!!" seru Zen penuh amarah membuatnya semakin seram. Mahiru dengan wajah pucat pasi dan tubuh gemetaran membuka mulutnya, "Ma-ma-maaf..."

"HAH?! APA KAU BILANG?! BISA KAU KECILKAN LAGI SUARAMU ITU?!" bentak Zen dengan suara keras sambil memukul meja lalu berdiri dan dicondongkannya tubuhnya ke arah Mahiru sehingga wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Mahiru. Mahiru merasa dirinya menciut. Ia melirik ke sekelilingnya, mau meminta bantuan tapi tidak ada seorang pun di dalam sana bahkan tidak ada pengawas perpustakaan. Ia kembali menatap Zen dengan tubuh gemetar. Keringat dingin mulai membasahi dirinya. "Ma-maaf!" ujarnya dengan suara yang lebih keras.

Tatapan mata Zen semakin tajam, menusuk Mahiru bagaikan panah. "MEMANGNYA DENGAN MINTA MAAF KAU BISA SELAMAT BEGITU SAJA?! AKU SUDAH MENUNGGU SELAMA 2 JAM KAU TAHU?! 2 JAM!!" bentaknya membuat Mahiru merasa ingin menangis. Kenapa orang ini menyeramkan sekali sih?! Batin Mahiru kesal.

"A-aku lu-lupa menyetel alarmku untuk bangun lebih awal!" Mahiru berusaha menjelaskan. Ia benar-benar menyesal atas hal ini tapi sepertinya di mata Zen tidak begitu. "Kau kira dengan alasan seperti itu aku bisa membiarkanmu lolos?!" bentaknya lagi dengan tangan kanannya terangkat. Mahiru memejamkan matanya mengira akan dipukul.

Tiba-tiba, tangannya ditarik sehingga tubuh Mahiru tersentak ke depan membuatnya harus berdiri dari kursi dan menahan tubuhnya dengan tangan di atas meja. Matanya membelalak lebar ketika kepala Zen terjulur ke arah samping kanannya. Ia bisa merasakan napas Zen menggelitik lehernya.

"Ahn!" Mahiru tanpa sadar mengeluarkan suara aneh ketika ia merasakan sesuatu yang hangat dan basah menyentuh lehernya. Apa itu?! batinnya. Tubuhnya gemetar dan suhu tubuhnya mulai naik sedangkan sesuatu yang hangat dan basah itu mulai menyedot semakin dalam bagian lehernya. Ada sesuatu sensasi aneh yang membuat Mahiru bisa tanpa sadar mengeluarkan suara aneh itu lagi jika ia tidak menahannya dengan menggigit bagian bawah bibirnya.

Mahiru menghela napas lega ketika ia tidak merasakan sesuatu yang hangat dan basah itu lagi dan pada saat itu juga Zen mengangkat wajahnya dari lehernya. Zen menatapi Mahiru dengan matanya yang tajam dan gelap itu seperti sedang menilai sesuatu. Mahiru menjadi tegang di lihat seperti itu sampai tanpa sadar menahan napasnya.

Zen kemudian mengangguk tidak jelas, "Yah.. kau bisa lolos hari ini dengan hal ini saja. Jangan berpikir kau bisa menutupi itu. Kalau sampai kau tutupi itu, aku tidak tahu apa yang akan kulakukan selanjutnya," tegas Zen lalu pergi dari situ setelah mengatakan bahwa acara belajar hari ini ditunda besok.

Mahiru menatap Zen bingung sampai laki-laki itu sudah tidak terlihat lagi. "Apa maksudnya dengan hal ini?" gumamnya sambil berpikir keras. Ia mengambil tasnya dan berjalan keluar dari perpustakaan.

Selama perjalanannya menuju kelas, murid-murid yang lewat menatapinya. Ada yang tertawa setelahnya dan ada yang berbisik-bisik. Mahiru mengernyitkan dahinya bingung. Ada apa ini? oh! Apakah aku jadi populer?! Tapi kenapa? Pikirnya bingung.

"Mahiru!" panggil Kaoru yang berpapasan dengan Mahiru. "Oh! Kaoru!" balas Mahiru memanggil sahabatnya itu. Ia baru mau berlari mendekati Kaoru ketika sahabatnya itu membelalakkan matanya. Kaoru dengan buru-buru berlari kecil mendekatinya dan menariknya. "Kau ikut aku sebentar!". Dengan bingung, Mahiru membiarkan Kaoru menariknya.

Tujuan mereka adalah toilet laki-laki yang ada di ujung lorong itu. "Kenapa kau bawa aku ke toilet?" tanya Mahiru bingung. Kaoru menatapku atau lebih tepatnya menatap bagian sampingku dengan mata melotot lalu menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau kenapa sih?" tanya Mahiru lagi.

"Kau ke mana semalam sampai ada kiss mark di lehermu? Mau kau ke manakan Shinohara?" tanya Kaoru yang tidak habis pikir sahabatnya bermain-main dengan perempuan di malam hari. Mahiru mengedip-ngedipkan matanya tanda ia sedang mencerna perkataan Kaoru.

Matanya semakin melebar, "Kiss mark?!" serunya dengan penuh rasa kaget. Ia langsung berlari ke arah cermin dan melihat bagian lehernya. Yang benar saja, pada leher bagian kanannya, terdapat bercak berbentuk bulat berwarna merah muda tertempel dengan jelas di tengah lehernya. "Wuah!! Kenapa ada-" perkataan Mahiru terhenti ketika ia teringat apa yang dilakukan Zen di perpustakaan.

"AH!!! Ternyata itu bibir dia!!!" teriak Mahiru histeris lalu menggosok-gosokkan tangannya berusaha menghapus kiss mark itu. Kaoru menatap sahabatnya dengan bingung. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu sih?"


Perfect X Worst [BxB] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang