Lesson 02

874 96 10
                                    

Mati saja aku! Batin Mahiru dengan kepala tergeletak di atas meja dengan aura gelap keluar dari dirinya. Sekarang sedang jam istirahat dan Kaoru duduk di kursi depannya sambil menusuk-nusuk kepala Mahiru dengan tangannya. "Mahiru.. yang semangat.. tidak apa-apa kok.." ujarnya dengan tidak semangat membuat Mahiru aura Mahiru semakin gelap.

Ia lupa bahwa biasanya hari pertama masuk dalam kelas akan di adakan tes untuk melihat kemampuan kami dan sekaligus untuk memilih pengurus kelas. Huaaa!!! Aku pasti yang terakhir! Baru saja aku bermaksud untuk terlihat keren di depan Shinohara-san tapi kenapa harus ada tes menyebalkan itu! batinnya merasa semua sudah berakhir.

"Kaoru..." panggil Mahiru sambil mengangkat wajahnya yang dari tadi tertempel pada meja. Kaoru mengelus-elus kepala Mahiru, "Sudah, tidak apa-apa.." ujarnya datar. "Kalau begini terus, aku pun tidak bisa dekat dengan Shinohara-san. Pasti dia akan jadi pengurus kelas dengan si brengsek itu!" ujar Mahiru kesal. Shinohara Saori itu selalu mendapat peringkat kedua di angkatannya jadi kalau di dalam kelas ada mereka berdua, sudah bisa dipastikan si brengsek itu jadi ketua kelas dan Saori menjadi wakilnya dan saat itu juga, Mahiru akan hancur.

Bel masuk pun berbunyi dan Kaoru kembali ke bangkunya dengan susah payah karena ditarik oleh Mahiru. Akhirnya, ia ingin melepaskan sahabatnya itu ketika wali kelasnya, Nakayama Eiji masuk ke dalam kelas.

"Baiklah, sekarang kita akan menetapkan ketua dan wakil ketua kelas! Sebenarnya tahun ini ada aturan baru di dalam penentuan ini.." Eiji menggantungkan kalimatnya sambil membolak-balikkan kertas-kertas berisi tes yang tadi dikerjakan Mahiru yang positif pasti nilainya nol.

"Yah.. sensei* akan kembalikan dulu kertasnya ya," ujarnya dengan senyum ramahnya lalu mulai memanggil nama kami satu per satu. Nama Mahiru dipanggil paling belakang dan ternyata benar. Terdapat bulatan besar di kertasnya yaitu angka nol yang indah.

(* Guru dalam bahasa Jepang)

Mahiru sudah mau kembali ke tempat duduknya ketika ia dicegah oleh Eiji. "Tunggu dulu, Watanabe-san!" perintahnya. Mahiru dengan bingung kembali berdiri di depan kelas. "Zen juga ke sini!" panggilnya. Dengan bingung, Nakayama Zen berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke depan.

Eiji lalu menarik bahu Zen dan membuatnya berdiri di samping Mahiru. "Begini perubahan aturannya, yang nilainya paling bagus akan menjadi ketua kelas dan yang nilainya paling jelek akan menjadi wakil ketua kelas, jadi aku mengharapkan kerja sama kalian berdua ya!" ujar Eiji dengan senyum ramahnya itu dan menepuk punggung mereka.

"EH?!" seru mereka berdua begitu juga seisi kelas.Eiji lalu menambahkan lagi, "Ah ya! Hampir lupa, hal ini bukan hanya kerja samaantara ketua dan wakil ketua kelas, tapi kalian juga harus saling membantudalam nilai dan juga peraturan sekolah. Kalau sampai salah satunya mendapatnilai di bawah ketuntasan maka yang satunya juga akan ikut mendapat nilai di bawah ketuntasan. Lalu, bagi yang melanggar peraturan sekolah juga akan memengaruhi teman satu kelompokmu. Jadi tolong diperhatikan ya. Ini juga tidak berlaku hanya pada ketua kelas dan wakilnya," Eiji kembali menggantung kalimatnya dan berdeham.

"Kalian juga akan dipasangkan sesuai dengan nilai yang ada ini. Peringkat kedua akan berkelompok dengan peringkat kedua dari belakang dan begitu selanjutnya. Sensei sudah menuliskan peringkatnya di kertas, tolong diperhatikan ya!" jelas Eiji membuat seisi kelas heboh. Ada yang senang dan ada juga yang menggerutu.

Mahiru berdiri di depan dengan otak yang masih memutar berusaha mencerna perkataan wali kelasnya itu. AKU HARUS BEKERJA SAMA DENGAN SI BRENGSEK INI?! serunya histeris dalam hati sedangkan Zen mengerutkan keningnya seperti marah walaupun seulas senyum terpasang di wajahnya. Eiji kemudian menyuruh mereka duduk kembali dan mulai menyusun tempat duduk mereka.

"Mulai sekarang, kalian juga akan duduk sebangku dengan kelompok kalian itu agar kalian lebih gampang bekerja sama. Ide yang bagus kan?!" ujarnya yang langsung disambut dengan gerutuan para murid yang tidak senang akan hal itu dan tentunya Mahiru masuk dalam sekumpulan itu.

"Diam! Ini tidak bisa diubah karena sudah keputusan kepala sekolah. Ayo! Sekarang duduk sesuai yang sensei bacakan!" perintah Eiji membuat semuanya mulai beranjak dari bangku mereka yang kebanyakan dengan ogah-ogahan.

Tidak! Kenapa harus seperti ini?! seru Mahiru merasa pintu neraka terbuka lebar untuknya.

*****

Mahiru berjalan menyusuri jalan pulang menuju rumahnya dengan lemas. Sepanjang hari itu, ia merasa hawa tidak menyenangkan keluar dari Zen. Ia juga sangat kesal karena ternyata Kaoru berpasangan dengan Saori karena dia asal jawab lalu ternyata jadi peringkat kedua dari bawah.

Dasar Kaoru! Ganti dong! Seru Mahiru kesal sambil menghentakkan kakinya pada semen. Ia lalu menghela napas panjang. Tanpa sadar, ia sudah ada di depan rumah. Setelah membuka pagar, ia berjalan masuk ke dalam rumah dan membuka sepatunya di genkan.

Dari belakang, berdiri pria berkacamata dengan celemek terpasang di tubuhnya. "Okaerinasai!**" ujarnya dengan gembira. Mahiru menoleh dengan dingin ke arah pria itu tapi ia tetap menjawab, "Tadaima..***"

(**Ucapan yang dikatakan orang yang ada di dalam rumah ketika seseorang pulang

***Aku pulang (ucapan yang dikatakan orang yang baru pulang ke rumah kepada orang yang ada di dalam rumah))

Pria itu tersenyum, "Aku sudah menghangatkan air di bak mandi. Kau bisa mandi dulu kalau kau mau. Nanti, katanya Kouji-san bisa pulang awal jadi kita bisa makan malam bersama," jelasnya dengan penuh semangat.

Mahiru mengangguk, "Riku-san makan saja berdua dengan papa, aku tidak lapar. Aku akan mandi dulu," ujarnya lalu buru-buru berjalan menuju kamarnya. Pria bernama Riku itu menatap Mahiru dengan tatapan sedih.

Pintu depan kembali terbuka dan seorang pria yang kira-kira sudah berumur 40an tahun muncul dari balik pintu. Riku langsung memasang kembali senyumannya, "Okaerinasai, Kouji-san," panggilnya tapi ia tidak bisa mengembalikan nada bicaranya yang bersemangat.

"Kau kenapa? Lagi-lagi Mahiru mengabaikanmu?" tanya Kouji sambil melingkarkan lengannya pada pinggang Riku setelah melepaskan sepatunya pada genkan. Riku menggeleng. "Dia sudah mau menjawabku sekarang, tapi ia masih tidak mau makan bersama kita. Aku takut dia akan sakit kalau tidak makan malam terus," ujarnya khawatir.

Kouji tersenyum membuat kerutan di wajahnya terlihat jelas, "Jangan khawatir, aku akan membujuknya untuk makan. Kalau dia tidak mau makan di meja makan, biarkan saja dia makan di dalam kamar. Aku yakin dia akan menerimanya," ujar Kouji sambil mengelus kepala Riku. Senyum kembali merekah di wajah Riku dan ia mengangguk lalu kembali berjalan menuju dapur bersama dengan Kouji.

Perfect X Worst [BxB] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang