Lesson 26

561 67 6
                                    

Setelah kejadian di tempat perbelanjaan itu, seperti tidak terjadi apa-apa, tanpa mengetahui juga alasan dari sakit kepala Zen itu, hari-hari berlalu dengan belajar pada pagi hari untuk Mahiru, lalu dilanjutkan dengan latihan, latihan, dan latihan. Mahiru pun sedikit demi sedikit mulai memahami karakter yang ia perankan. Saori pun menjadi lebih sering berbicara dengan Mahiru sampai gadis itu sudah mulai memanggilnya dengan nama belakangnya. Walaupun topik pembicaraan mereka itu tentang Zen yang ia benci, ia tetap senang dapat berbicara dengan Saori membuatnya kadang-kadang mengutuk dirinya sendiri yang belum bisa menghilangkan rasa sukanya pada gadis itu.

Tanpa di sadari, hari acara tahunan sekolah mereka untuk menyambut siswa baru pun tiba. Sekarang, Mahiru setelah berganti baju, sedang didandan untuk drama nanti. Ia menggunakan gaun hitam dengan jubah hitam dan sepatu hak tinggi hitam. Ia juga menggunakan eyeliner dan lipstick merah membara membuat mukanya terlihat kejam.

“Ah...,” gumamnya tidak jelas sambil meremas-remas kedua tangannya. Ia sedang duduk pada bangku yang berada di belakang panggung sambil menunggu giliran tampilnya. Ia memang sudah hafal naskahnya, ia pun mendapat pujian beberapa hari ini dalam latihan, tapi ia tetap takut akan lupa dan melakukan kesalahan. Semakin dekat jam mereka tampil, ia semakin gugup.

“Kau sudah siap?” tanya sebuah suara membuat Mahiru terlonjak kaget. “WUAH!” teriaknya. “Kau kenapa sih?” tanya suara itu yang ternyata adalah Zen. Mahiru yang menyadari hal itu langsung menghela napas, “Kagetin aku saja..,”.

“Kau yang kagetin tahu!” seru Zen sambil mengelus dadanya. “Jadi.. kau sudah siap? Sehabis ini kita sudah tampil loh..,” ujar Zen lagi membuat Mahiru memucat. “Beneran?!” serunya mulai takut lagi. Badannya gemetar.

Zen yang menyadari hal itu awalnya bingung mau melakukan apa. Akhirnya, ia berlutut di depan Mahiru yang berpakaian gaun dan wig panjang berwarna hitam itu. Ia menarik pelan tangan Mahiru yang sudah dingin seperti membeku membuat Mahiru bingung. “Kalau kau gugup, biasanya orang melakukan ini. Tulis huruf orang pada telapak tanganmu dan kau minum,” ujar Zen sambil menuliskan tulisan orang pada tangan Mahiru. Entah mengapa hal itu membuat Mahiru merasa hangat. Kegugupannya mulai mereda.

Zen tersenyum tipis lalu berdiri lagi. Terdengar suara pembawa acara yang menandakan giliran mereka tampil sudah datang. Mahiru menenangkan napasnya sebentar sebelum akhirnya ia berdiri. Dengan sepatu hak tinggi yang masih belum terlalu nyaman di kaki Mahiru, ia pun berjalan menuju panggung dengan dibantu teman-teman sekelasnya.

“Ayo kita tampilkan yang terbaik!” seru semuanya di belakang panggung dan drama mereka pun dimulai.

*****

Langit berwarna jingga yang indah mewarnai hari yang ceria itu. Drama mereka sukses dan acara ini pun sukses. Sekarang sudah waktunya penutupan acara dan semuanya sedang membantu membakar kayu-kayu untuk api unggun.

Mahiru berada di dalam kelasnya yang sepi dengan masih menggunakan gaun dan wig karena memang tidak sempat mengganti pakaian. Ia melihat ke arah api unggun dari jendela kelasnya yang berada di lantai 3 itu dengan perasaan bahagia. Sangat puas rasanya dengan penampilannya walaupun ia ada membuat sedikit kesalahan kecil tadi. Ia tidak pernah merasa sukses dalam melakukan sesuatu.

Ini semua juga berkat Zen dan yang lainnya yang sudah membantu.. batinnya tulus. Ia benar-benar sangat berterima kasih kepada Zen walaupun ia membencinya. Ah.. sudahlah.. ganti baju dulu.. batinnya sambil berjalan menuju mejanya tapi baju seragamnya tidak ada di situ. Eh? Kenapa bajuku?

*****

Zen berjalan dengan uring-uringan dan baju pangeran yang ia pakai selama drama sudah tidak rapi lagi. Akhirnya ia bisa lepas dari gadis-gadis yang mengerumuninya dari tadi sambil berteriak-teriak tidak jelas. Ah.. sudah penutupan ya.. batinnya. Ia berarti harus cepat ganti baju.

Perfect X Worst [BxB] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang