Lesson 23

523 64 3
                                    

"Ayo dimakan!" ujar Riku berusaha menceriakan suasana ruang makan yang entah mengapa terasa sangat berat. "Terima kasih..," ujar Zen sambil membungkuk sedikit lalu mulai mengambil makanannya. Mahiru juga memulai acara makannya dan keheningan pun kembali menyelimuti ruangan itu membuat suasananya kembali berat.

Riku melirik kedua orang itu dengan penasaran dan bingung. "Ah.. Zen-kun kan? Sudah berapa lama kenal dengan Mahiru?" tanyanya berusaha kembali mencairkan suasana. "Eh? Baru awal tahun ajaran ini," jawab Zen setelah menelan makanannya. Riku mengangguk-angguk.

"Kalian sedekat itu sampai kalau sakit datang menjenguk?" tanya Riku lagi yang langsung membuat Mahiru tersedak. "Ada apa Mahiru?" tanya Riku cemas seraya menyodorkan segelas air putih. Mahiru langsung meneguk habis air di dalam gelas itu. "Ka-kami tidak sedekat itu," jawab Mahiru membuat Riku mengernyitkan dahinya. Zen mengangguk-angguk.

"Kalau begitu, kenapa Zen-kun datang menjenguk walaupun tidak dekat padahal sekarang juga masih jam sekolah? Kalian bukan sahabat kan? Bahkan Kaoru-kun saja tidak datang menjenguk," tanya Riku penasaran. Ia merasa ada alasan kenapa Mahiru sakit yang berasal dari laki-laki bernama Zen itu.

Mahiru bingung ingin menjawab apa begitu juga Zen. Zen mulai mengutuk dirinya sendiri karena sudah mengambil keputusan yang salah. Ternyata ia memang harusnya pulang tadi.

Aduh.. mau jawab apa? Aku sendiri tak ngerti kenapa Zen datang.. batin Mahiru pusing. Ia melirik Zen meminta bantuan untuk menjawab pertanyaan itu sedangkan Riku semakin yakin akan hipotesisnya. Ia harus tahu jawabannya apapun yang terjadi.

"Aku pulang!" seruan berat seorang pria langsung mencairkan suasana tegang di sekitar mereka. Perasaan lega menyelimuti Zen dan Mahiru sedangkan Riku dengan pelan tapi pasti mendecakkan lidahnya kesal. Dari pintu masuk ke dalam ruang makan, muncul Kouji yang masuk dengan gembira dan penuh semangat.

Riku bangun dari tempat tidur dan berjalan mendekati Kouji dengan kesal. "Eh? Apa aku datang pada waktu yang salah?" tanya Kouji. "Tidak kok~" jawab Riku dengan nada yang lebih tinggi 1 oktaf dari biasanya. Kouji menelan ludah. Dia marah.. batinnya dengan yakin.

"Ehm.. paman.. kami boleh pulang?" tanya suara seorang gadis yang menginterupsi kemarahan Riku. "Siapa itu?" tanya Riku ketika melihat seorang gadis dengan rambut hitam yang diikat satu dan seorang laki-laki berambut hitam kemerahan. Keduanya menggunakan seragam sekolah yang sama dengan Zen dan Mahiru.

"Ah.. permisi, kami itu-" "Ah.. mereka? Aku menemukan mereka sedang berjongkok di dekat tiang listrik ketika aku perjalanan pulang. Karena mereka mencurigakan karena sudah melihat ke arah rumah kita terus, jadi aku membawa mereka masuk ke dalam," ujar Kouji menyela perkataan sang gadis.

"Hah? Kalau mencurigakan kenapa kau bawa mereka masuk? Seharusnya kau usir kan? Kalau mereka memang pencuri, bahaya dong kita sekarang?!" seru Riku pusing dengan logika Kouji. Terkadang Kouji mirip sekali dengan Mahiru dalam hal kelambatan mereka dalam menggunakan otaknya. "Oh iya ya, kalau begitu mau aku usir mereka sekarang?" tanya Kouji. "Sudah telat!" seru RIku geram.

Zen dan Mahiru berjalan mendekati kedua orang yang sedang bertengkar itu dan betapa kagetnya mereka ketika melihat Chiaki dan Atsushi lah yang dimaksud Kouji. "Kalian kenapa ada di sini?" tanya Zen.

"Ah.. halo Zen.. hehehe," ujar Chiaki yang menyadari keberadaan Zen tanpa bermaksud menjawab pertanyaan laki-laki itu. Zen mengernyitkan dahinya sambil menatap tajam ke arah kedua sahabatnya membuat mereka hanya bisa melihat ke arah lain, pura-pura tidak sadar dengan pandangan itu.

"Kalian saling kenal? Oh iya, kalian di sekolah yang sama?" tanya Kouji. "Eh? Ah! Betul paman! Kami datang untuk menjemput Zen karena kami membutuhkannya sekarang!" alasan Chiaki. "Oh begitu.. kalau begitu lebih bagus tadi langsung saja pencet bel," ujar Kouji. "Ka-kami tadi bingung rumahnya yang mana! Untung ada paman!" seru Chiaki sambil menepuk pelan bahu Kouji.

"Ah.. kalau begitu saya permisi pulang dulu! Terima kasih atas makanannya!" ujar Zen secepat mungkin dan langsung menarik kedua sahabatnya keluar. "Ah.. iya.. lain kali datang lagi ya!" seru Riku dengan sedikit kesal karena sedikit lagi ia mungkin bisa mendengar alasan di balik sakitnya Mahiru.

Setelah bunyi pintu depan ditutup terdengar, Riku menatap Kouji dengan kesal. "Apa?" tanya Kouji bingung apa salahnya. "Hah... Kouji-san.. kau datang pada waktu yang salah!" kesal Riku. "Memangnya ada apa?" tanya Kouji bingung. "Itu..," Riku berhenti karena teringat keberadaan Mahiru. Ia langsung menoleh dan melihat Mahiru sudah menyelesaikan makannya.

"Oh.. Mahiru! Kau sudah sembuh?! Sudah tidak apa-apa?" tanya Kouji. Mahiru mengangguk, "Kalau begitu aku naik ke atas dulu ya, papa, ibu, aku mau istirahat lagi," ijinnya lalu menaiki tangga menuju lantai dua. Kouji menatap anaknya dengan muka syok.

"Dia.. dia tadi panggil kau apa? Aku tidak salah dengar kan?" tanya Kouji heboh setelah bunyi pintu kamar Mahiru ditutup terdengar. Riku tersenyum mengingat akhirnya Mahiru mulai menerimanya. "Tentu saja tidak! Hehehe.. dia baru mulai memanggilku seperti itu beberapa saat yang lalu!" lapor Riku dengan senyum lebar. Kouji ikut senang melihatnya.

"Tapi ini dan yang tadi itu beda! Aduh! Kouji-san!" seru Riku kembali kesal. "Eh? Aku salah apa sih?!" Kouji benar-benar tidak paham.

"Begini..,"

*****

"Jadi?" tanya Zen dengan kedua tangan terlipat di depan dada ketika mereka sudah berada sedikit jauh dari rumah Mahiru. "Jadi?" Chiaki pura-pura bodoh. "Jadi kenapa kalian ada di sini?" tanya Zen dengan mata menyipit tajam ke arah Chiaki dan Atsushi.

"Yah.. kami takut kau bakal kabur, ya kan Atsushi?" Chiaki menyikut Atsushi yang diam dari tadi. "Eh? Ah.. ya begitulah..," jawab Atsushi. Dalam hati, ia kadang kagum dengan bakat akting Chiaki dan segala alasan-alasannya itu.

"Aku tidak akan kabur!" seru Zen merasa tidak perlu dikhawatirkan begitu. "Heh! Bicara aja pandai! Tadi saja kau sudah hampir kabur!" balas Chiaki membuat Zen tidak bisa membalas. Chiaki memang benar ia hampir kabur tadi.

Zen akhirnya mengacak rambutnya lalu berjalan pergi dari situ. "Ah! Tunggu!" seru Chiaki langsung mengejar Zen begitu juga Atsushi.

*****

Mahiru berbaring di atas tempat tidurnya sambil sesekali berguling ke sana kemari karena merasa tidak nyaman. Bayangan kejadian kemarin tidak mau hilang dari benaknya membuat seluruh tubuhnya terasa panas. Padahal ia sudah bisa melupakannya sebelum Zen datang ke rumah.

Ah.. aku keluar saja lah.. pikirnya seraya bangun dari tempat tidur. Ia mengganti bajunya dengan sebuah kaos lengan panjang abu-abu bergaris merah dan celana panjang hitam. Turun dari lantai dua, ia meminta ijin untuk mencari udara segar di sekitar rumah kepada Riku dan Kouji yang entah mengapa menatapnya dengan tatapan yang berbeda dari biasanya tapi Mahiru tidak menghiraukannya karena benaknya masih penuh dengan kejadian kemarin.

Setelah Mahiru keluar dari rumah, Kouji menatap Riku dengan tidak yakin, "Benar ada sesuatu antara dia dan si laki-laki bernama Zen tadi yang sampai bikin Mahiru sakit?". Riku mengangguk mantap. "Hmm... kau ingin menyelidikinya?" tanya Kouji lagi. "Hmm.. tapi bagaimana caranya ya?" pikir Riku sambil mengusap dagunya bingung. Kouji hanya bisa mengangkat bahunya karena ia tidak pandai melakukan hal-hal seperti itu..

Perfect X Worst [BxB] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang