Mahiru bangun dengan mata yang terasa sangat berat. Karena capek memikirkan perkataan mamanya, ia melarutkan dirinya ke dalam naskah sampai buku naskahnya penuh dengan sticky notes. Akhirnya, ia lupa waktu dan tidur terlalu malam.
Ia ingin kembali tidur tapi karena rasa takutnya akan kemarahan Zen, ia akhirnya memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidur. Baju seragam ia keluarkan lalu dibawanya ke dalam kamar mandi beserta handuk. Beberapa menit kemudian, ia keluar masih dengan wajah mengantuk padahal sudah ia basuh berkali-kali dengan air.
Keluar dari kamar dan menuruni tangga, rumah masih dalam keadaan gelap. seperti biasa, ia berjalan menuju dapur untuk mengambil air putih. Pagi ini, kembali terdapat kotak bekal yang disiapkan Riku. Mahiru mengambilnya tanpa pikir panjang lagi dan setelah minum air serta mengenakan sepatu, ia keluar dari rumah.
Setelah pintu rumah tertutup, pintu sebuah kamar di dekat genkan terbuka dan Riku keluar dari sana. Ia berjalan menuju meja makan dan tersenyum senang karena hari ini pun Mahiru membawa bekal yang ia siapkan. Dengan suasana hati yang gembira, ia mengenakan celemek dan mulai menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya dan Kouji.
*****
Zen membaca buku naskahnya sambil menunggu kedatangan Mahiru. Ia sudah membaca naskah itu berkali-kali dan aktingnya terlihat sempurna tapi ia tidak puas. Memikirkan bahwa yang memerankannya adalah Mahiru saja sudah membuat dirinya tidak bisa menghayati peran seorang pangeran yang jauh cinta kepada si penyihir jahat itu. Ia tidak tahu cara memperbaiki cara pikirnya itu sampai kepalanya pusing memikirkannya. Punggungnya disandarkan ke sandaran kursi yang diikuti dengan helaan napas panjang.
Tit!
Bunyi kecil mesin pengabsen tertangkap telinga Zen dan ia langsung menegakkan kembali badannya – berpura-pura serius membaca naskah. Dari lorong yang menghubungkan pintu perpustakaan dengan ruangan dalam perpustakaan, muncul Mahiru yang sedang memasukkan kembali kartu pelajarnya ke dalam dompet.
"Ohayou..," sapa Mahiru – terdengar sedikit kegugupan di dalam suaranya. "Ohayou," balas Zen cuek. Mahiru duduk dan langsung mengeluarkan buku-buku yang diperlukan. Zen menutup buku naskahnya dan mulai mengeluarkan alat tulisnya.
Setelah membetulkan letak kacamatanya, ia pun memulai pelajaran. Mahiru pun menghapus segala pikiran yang tidak berhubungan dengan pelajaran agar ia bisa berkonsentrasi.
*****
"Selamat datang! Apakah ada yang bisa saya bantu, tuan pangeran?" ucap Mahiru dengan ekspresi yang super kaku dan nada suara yang penuh paksaan dan tidak natural. Ia berusaha terlihat jahat tapi malah jadi sebuah ekspresi yang terpaksa dikeluarkan. "Salah! Bukan begitu! Sudah kubilang suara kau harus lebih tinggi dan terdengar seperti orang yang punya maksud tersembunyi! Lalu gesturmu juga harus lebih lugas dan menggoda! Ingat kau berperan jadi seorang perempuan!" kritik Zen dengan tangan terlipat di depan dadanya.
15 menit sudah berlalu sejak Mahiru dan Zen memulai latihan dan mereka masih tidak bergerak dari satu kalimat itu karena Mahiru tidak bisa terus. Mahiru menggigit bibir bagian bawahnya. Ia benar-benar kesal pada dirinya yang tidak memiliki sedikitpun bakat di dalam bidang akting.
Zen tiba-tiba menghela napas membuat Mahiru menegang. Ah.. aku akan dimarah? Pikirnya tidak berani menatap mata Zen. Semakin lama, entah mengapa, ia semakin takut pada sosok laki-laki itu.
"Kita mulai dari nada bicara saja. Ayo duduk! Kita mulai membaca. Setelah sudah bisa nada bicaranya baru latihan ekspresi dan gestur," ujar Zen sambil memperbaiki letak kacamatanya lagi. Mahiru dengan pelan menghela napas lega lalu duduk pada kursi yang tadi ia duduki ketika belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect X Worst [BxB] ✔️
Romance(Zen x Mahiru) Watanabe Mahiru masuk ke sekolah SMA Swasta Kaijou untuk mengejar gadis yang ia sukai. Ternyata ada seorang laki-laki bernama Nakayama Zen yang juga menyukai gadis itu akan tetapi Mahiru tidak menyerah. Keberuntungan datang ketika Mah...