Lesson 42

538 70 0
                                    

“Yoshihiko-sensei!” panggil seseorang membuat Yoshihiko – yang sedang berdiri di depan sebuah toko sambil membaca buku – mengangkat wajahnya dan mendapati Zen yang sedang berlari ke arahnya. “Zen?” gumam Yoshihiko yang bingung dengan keadaan mantan muridnya itu.

Zen berhenti di depan Yoshihiko lalu berusaha mengatur napasnya sambil menyeka keringatnya yang sudah membasahi seluruh tubuhnya. “Kau kenapa lari-lari begitu? Lebih baik kita masuk ke dalam kafe itu ya sekalian kau mau tanya tentang ma-,”

Zen menarik lengan Yoshihiko yang sudah mau berjalan masuk ke dalam kafe membuat ia berhenti berbicara dan kembali menoleh ke arah mantan muridnya itu. “Sensei! Aku hanya ingin kau menjawab satu pertanyaan dariku jadi tidak perlu sampai masuk ke dalam kafe,”.

Yoshihiko mengangguk mengerti lalu kembali berdiri menghadap Zen. “Dulu pada saat aku masih SMP, kira-kira pertengahan kelas 3, aku pernah menanyakan nama seorang murid kepada sensei. Apakah sensei masih ingat?”

Yoshihiko mengernyitkan dahinya. Ia berpikir sejenak lalu melebarkan matanya tanda ia ingat sesuatu, “Ah! Murid berambut hitam yang berkacamata itu?”

Zen mengangguk. “Siapa namanya?”

“Eh? Namanya Watanabe- eh? Tunggu dulu, kenapa kau tahu semua hal itu?” Yoshihiko semakin bingung. ia ingat betul anak ini bahkan tidak mengingat dirinya yang sudah menjadi wali kelasnya selama 2 tahun di SMP.

Zen tidak menjawab. Ia menatap lurus-lurus ke arah Yoshihiko. “Wa..tanabe....,” Zen menyipitkan matanya lalu melebarkan kembali matanya, “...Mahiru?”.

“Iya. Namanya Mahiru,” ujar Yoshihiko. “Jangan-jangan kau.. sudah ingat?” tanyanya dengan ragu.

“Sudah kuduga...,” gumam Zen tidak mendengarkan pertanyaan Yoshihiko.

“Zen!” seru Yoshihiko yang kali ini mendapatkan perhatian dari Zen. “Ada apa sensei?” tanya laki-laki itu bingung.

“Kau sudah ingat?”

Zen terdiam sebentar sebelum akhirnya ia mengangguk. “Hanya satu hal yang tidak bisa kuingat, yaitu jawaban dari sensei waktu itu. Terima kasih, maaf sudah mengambil waktu sensei,” ujar Zen sambil membungkukkan badannya.

Yoshihiko menggaruk bagian belakang kepalanya sambil terkekeh geli. “Kau mengambil waktuku lebih banyak dari ini pas kau masih SMP dan kau bahkan tidak meminta maaf sama sekali. Dasar bocah nakal!” serunya lalu mengacak rambut Zen membuat Zen mengeluh.

“Iya, iya.. maafkan aku..,” ujarnya. Yoshihiko tertawa semakin keras. “Tapi, bagaimana kau bisa mendapat kembali ingatanmu itu?”

Tring.. tring..

Smartphone Zen berdering membuatnya tidak jadi menjawab pertanyaan Yoshihiko. Laki-laki itu menatap layar smartphone-nya dengan ekspresi yang menegang. Dari siapa? Yoshihiko mengamati ekspresi Zen dengan penasaran.

Setelah menatapi smarphone-nya beberapa saat, akhirnya ia memencet tanda terima, “Halo..,” ujarnya datar tapi terdengar sebuah tekanan yang menyeramkan seperti ia mendapat telepon dari seseorang yang sangat tidak ia suka.

Wajah Zen semakin pucat ketika mendengar ucapan dari penelpon itu. Semakin lama, ekspresi wajahnya berubah menjadi semakin marah sampai wajahnya merah padam. “Kau! Jangan harap kau bisa selamat kalau kau lakukan sesuatu kepada dia!” seru Zen penuh amarah sebelum akhirnya menjauhkan smartphone-nya dari telinga.

“Siapa?” tanya Yoshihiko menyadarkan Zen akan keberadaannya yang sempat Zen lupakan. “Ah.. itu..,” ia berpikir sejenak sebelum akhirnya membuka suara lagi, “Sensei, tolong telepon polisi atau siapa pun dan panggil mereka ke daerah ini! Watanabe dalam bahaya! Kalau dibiarkan, mungkin dia akan mengalami hal yang lebih parah dari dulu!” mohon Zen lalu tanpa menunggu jawaban dari Yoshihiko, ia sudah berlari pergi dari situ.

Perfect X Worst [BxB] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang