Lesson 08

590 79 4
                                    

“Kau benar-benar tidak ingin menutupi tanda itu?” tanya Kaoru untuk kesekian kalinya yang hanya dijawab dengan anggukan dari Mahiru. Ia menatap ke sekelilingnya sambil menarik-narik kerah bajunya dengan tidak nyaman. Tidak mungkin aku menutup ini! Entah apa yang akan dia lakukan kepadaku! Serunya dalam hati dengan rasa tidak enak memenuhi dirinya.

Sesampainya di dalam kelas, ia ingin duduk di kursinya tapi langsung berhenti ketika melihat Zen sudah duduk di situ. AH! Aku tidak mau duduk di situ! Serunya dalam hati sambil menggeleng-geleng dan bergerak-gerak tidak jelas. “Kau kenapa?” tanya Kaoru sambil menghela napas. Mahiru menoleh ke arah sahabatnya itu dan menggeleng-geleng tidak jelas membuat Mahiru mengernyitkan dahinya.

Karena tidak mengerti, Kaoru berjalan pergi begitu saja menuju tempat duduk Mahiru membuat laki-laki itu ingin mengutuk sahabatnya. Tanpa bisa ia hindari, ia berjalan di belakang sahabatnya menuju tempat duduknya. Di situ, Zen sedang duduk bersandar dengan buku terbuka di atas telapak tangannya.

Mahiru menelan ludahnya dan berusaha duduk pada bangkunya yang berada di bagian dekat jendela tanpa disadari Zen tapi tidak berhasil. Zen langsung mengangkat wajahnya dan menatap Mahiru membuat gerakannya berhenti. Setelah beberapa saat, Zen tersenyum sinis lalu kembali membaca bukunya.

HAH! Serunya kesal dalam hati tapi ia tidak bisa mengeluarkannya. Ia hanya kembali duduk di bangkunya sedangkan Kaoru menatap gerak gerik sahabatnya itu dengan curiga. Ia ingin bertanya tapi ia merasa itu bukan waktu yang tepat, “Kalau begitu, aku kembali ke bangkuku,” ujarnya. Mahiru mengangguk dengan wajah tidak rela melepas kepergian sahabatnya itu.

Setelah Kaoru pergi, Mahiru duduk tegap dengan keringat dingin memenuhi wajahnya. Ia tidak sanggup menatap ke arah Zen sehingga akhirnya ia menoleh ke arah jendela. Berusaha berkonsentrasi menatapi pemandangan di luar jendela, tiba-tiba Mahiru merasa hembusan napas pada lehernya membuatnya terlonjak kaget. Zen tertawa kecil melihat respons Mahiru sedangkan wajah Mahiru sudah memerah dan ada sesuatu yang tidak enak yang ia rasakan di dalam tubuhnya.

Zen tersenyum licik lalu mendekatkan bibirnya pada telinga Mahiru membuat laki-laki itu memejamkan telinganya. Ia bisa merasakan hembusan napas yang menggelitik daun telinganya membuat rasa tidak enak di dalam tubuhnya semakin bertambah. Kepalanya menjadi kacau. “Anak baik, kau benar-benar menepati apa yang aku katakan. Besok, pada waktu yang sama, temui aku di perpustakaan. Kalau kau berani telat lagi...” Zen menggantung kalimatnya dan menjauhkan bibirnya dari telinga Mahiru. Mahiru melirik ke arah Zen dan yang ia dapatkan adalah senyum licik yang membuat Mahiru memucat dan menelan ludah dengan susah payah.

*****

“..nabe..” Mahiru merasakan ada suara yang terdengar dari telinganya tapi ia tidak bisa mencernanya karena terlalu takut akan keberadaan Zen di sebelahnya. Mahiru! Kau kenapa takut kepada laki-laki itu! Kau kan harus melawannya agar bisa mendapatkan Shinohara-san! Serunya dalam hati tapi ia merasa dirinya menciut hanya dengan mendapatkan tatapan tajam dari Zen.

“..tanabe..” AH! Kenapa kau begini?! Serunya kesal sambil menjambak-jambak rambutnya yang terikat ke belakang. Kenapa kau takut kepada Zen?! Marahnya tapi ia tetap tidak bisa memberanikan dirinya untuk melawan laki-laki itu.

“WATANABE!!” bentak sebuah suara membuat Mahiru langsung terlonjak kaget dan berdiri dari kursinya menghasilkan suara gebrakan kursi yang sangat keras. “YA!” serunya keras membuat Eiji-sensei yang memanggilnya menggeleng-gelengkan kepala.

“Kau jangan bengong selamat pelajaran!” tegurnya. Mahiru sadar bahwa ia sudah dipanggil berkali-kali dan langsung meminta maaf sebelum duduk kembali. Ia bisa merasakan tatapan yang merendahkan dari Zen.

Perfect X Worst [BxB] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang