5. Anger And Desire

5K 259 1
                                    

Rochester ternyata tidak jauh berbeda dengan Manhattan. Gedung-gedung tinggi, mobil mahal dan suasana glamour kembali kutemukan di sini, sangat menunjukan karakteristik kota metropolitan. Walaupun rasanya sama seperti tempat kelahiranku tapi tetap saja aku merasa takjub untuk datang ke tempat baru. Mataku tidak pernah meninggalkan kaca mobil sejak kami memasuki Rochester, menatap apa pun yang menarik perhatianku. Aku hanya tidak menyangka pada akhirnya aku mengunjungi tempat ini. Aku kembali mengedarkan tatapanku ke penjuru kota dan mataku melebar saat aku menatap langit jauh di depanku, untuk pertama kalinya, dari kejauhan aku bisa melihat sebuah pesawat sedang terbang rendah untuk mendarat. Jauh di sana itu -entah seberapa jauhnya dari tempatku melihat sekarang- pasti bandara Rochester. Wah.... Ini keren.

Kami berkendara semakin jauh dan akhirnya sampai di pusat kota yang ramai dan padat. Banyak manusia berjalan di trotoar dan tempat ini terlihat sangat sibuk, negaraku tidak pernah sepi.

Setelah cukup lama berkendara, van kami akhirnya berhenti di sebuah bangunan empat lantai bergaya klasik yang terlihat mencolok di antara bangunan-bangunan modern di sekelilingnya. Dindingnya yang berwarna broken white memiliki noda-noda menahun akibat pergantian musim. Bangunan ini sedikit mengingatkanku pada gedung teater jika saja tidak ada huruf kapital besar-besar berwarna merah yang disusun memanjang ke bawah dengan tulisan motel.

Kami semua turun dari van dan langsung memasuki tempat itu, berjalan menghampiri seorang resepsionis yang langsung tersenyum ramah saat kami masuk.

"Selamat siang, tuan nyonya, ada yang bisa kubantu?" Tanya resepsionis itu dengan nada profesional.

"Apa Expass sudah memesankan kamar? Kami dari Bless Cum." Ucap Kyle.

"Ah ya, Expass Bar memesan dua kamar di tempat ini. Kami sudah menunggu kedatangan anda, Tuan Nyonya, selamat datang." Resepsionis itu memberikan dua buah kunci dengan gantungan nomor yang langsung di ambil oleh Sam dengan tatapan bingung.

"Dua?" Tanya Kyle. Wajahnya mengernyit.

"Ya, Tuan."

"Tapi kami tujuh orang. Apa maksudmu kami harus berbagi kamar?" Kyle kembali bertanya.

"Expass tidak memberitahu kami berapa banyak orang yang akan menginap Tuan, kami mohon maaf." Resepsionis itu membungkukan tubuhnya rendah.

"Aku tidak ingin mengeluarkan uangku untuk menyewa penginapan. Kau harus menelepon lagi pihak Expass, Shane. Dan suruh mereka memesan lebih banyak kamar." Protes Bryan.

Shane menggaruk pelipisnya dengan wajah linglung lalu berkutat dengan ponselnya sebentar sebelum menempelkannya di telinga.

"Halo, Martin, kau hanya memesan dua kamar untuk kami?" Shane berbicara pada telepon.

"Cukup? Kami tujuh orang di sini." Ucap Shane. Lalu dia memutar matanya. "Beberapa dari kami membawa pasangan."

"Aku tidak mau tahu bagaimana caramu membayar kamar-kamar yang kau pesan di sini, itu bukan urusanku, yang penting harus ada dua kamar lagi untuk kami jika kau ingin kami tetap tampil di tempatmu malam ini." Shane berkata lalu diam mendengarkan sesaat sambil mengigiti bibirnya.

"Ya ya ya, terserahmu." Lalu dia mematikan telepon dan menatap kami satu persatu. "Dia akan mengurusnya, kita harus menunggu sebentar."

Kami menunggu beberapa saat sebelum akhirnya resepsionis itu kembali pada kami dan memberikan dua kunci tambahan.

"Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini, jika ada lagi hal yang tidak sesuai atau tidak memuaskan, silakan beritahu kami." Ucap si resepsionis sambil membungkuk rendah.

Kami berjalan menggunakan tangga menuju kamar kami di lantai dua. Saat kami sampai di lantai itu Sam menyerahkan kunci kepada Shane, Bryan dan Kyle.

[With Me And The Boys-Trilogy] #1 Play (it) Boy!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang