Aku berhasil melewati lima hari tanpanya.
Lima hari yang penuh dengan kehampaan dan rasa sakit yang tidak kunjung pergi.
Sebelumnya aku berpikir mungkin seiring dengan berjalannya waktu aku akan kembali terbiasa dengan kesendirian tapi ternyata kesendirian malah semakin membuatku terpuruk hari demi hari. Semakin lama aku melewati hari tanpanya itu ternyata tidak membuatku melupakannya, tapi justru membuat kerinduanku semakin tak tertahankan.
Seiring dengan berjalannya waktu, rasa rindu ini semakin menggerogoti pertahananku dan semakin melemahkanku. Sekarang aku tidak punya cukup kekuatan lagi untuk berusaha melupakannya.
Kehadiran Ray juga tidak banyak membantu. Dia memang sering mengunjungiku dan mengajakku pergi keluar tapi aku tetap merasakan kekosongan yang mencekam di hatiku. Kehidupanku menjadi sangat tidak karuan belakangan ini.
Tidak karuan. Tidak memiliki tujuan dan kacau. Benar-benar kacau.
Malam ini adalah jumat malam dan sekarang adalah jadwal rutinku untuk tampil di teater. Seharusnya aku bersiap-siap tapi sekarang aku masih mengurung diri di dalam kamar mandi.
Aku diam di bawah shower kamar mandiku, duduk di lantai sambil memeluk lutut dan membiarkan air hangat mengguyur seluruh tubuhku.
Sampai kapan kau akan terus seperti ini? Sadarlah Jill, kau masih harus menjalani hidupmu. Akal sehatku bicara dengan ekspresi wajah khawatir.
Menjalani hidupku.
Aku bahkan tidak tahu kalau aku masih hidup.
Dia bukan segalanya. Akal sehatku kembali melanjutkan.
Benarkah dia bukan segalanya? Tapi kenapa aku merasa sangat membutuhkannya jika dia bukan segalanya? Kenapa aku merasa bahwa hanya dia yang bisa mengembalikan hidupku yang hilang jika dia bukan segalanya?
Aku mendongakkan kepalaku. Membiarkan air berjatuhan di atas wajahku.
"Aku tidak bisa terus hidup seperti ini." Gumamku pada diri sendiri. Lalu aku membuka mata. Mengabaikan rasa perih saat tetesan air masuk ke dalam mataku.
"Aku janji aku akan melepaskannya tapi kumohon... biarkan aku melihat wajahnya sekali lagi untuk terakhir kali." Lanjutku.
Kebodohan macam apa lagi ini? Orang waras mana yang berdoa di dalam kamar mandi dalam keadaan telanjang?
Tuhan tidak akan mengampuniku setelah ini.
Aku memutuskan untuk keluar kamar mandi saat kulit jemariku mulai mengeriput dan tubuhku yang mulai menggigil. Setelah mengeringkan tubuhku dari tetesan air aku segera mengenakan pakaianku untuk mencegah tubuhku kembali merasakan dingin. Hari ini aku memilih menggunakan jaket hitam di atas kaus turtle neck ku yang berwarna putih, tubuhku masih menggigil dan semua ini akibat dari berdiam diri terlalu lama di bawah air dingin saat mandi tadi. Dan cuaca hari ini juga sangat tidak membantu, di luar sana langit sudah mulai mendung dan hembusan angin terasa janggal padahal sekarang baru jam dua siang. Aku segera bersiap-siap dan memutuskan datang ke teater lebih awal. Lebih baik aku pergi sekarang dari pada harus terjebak hujan nanti. Aku memakai sepatu bootsku lalu berjalan keluar apartemen sambil memasukkan payung ke dalam tas.
Di perjalanan, petir sudah mulai bergemuruh pelan dan angin berhembus semakin kencang. Dengan cuaca seperti ini aku ragu teater akan ramai nanti malam.
Aku sedikit waspada saat sampai di gedung teater. Mataku jelalatan ke sana ke mari untuk mewaspadai keberadaan Will. Konyol memang, hanya saja aku tidak bisa mencegah diriku untuk merasa semakin tidak nyaman setelah 'kencan' kami beberapa hari yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[With Me And The Boys-Trilogy] #1 Play (it) Boy!!
General FictionJillian Summer sadar betul tidak banyak pria baik-baik yang bisa dia temui di bar -atau mungkin memang tidak ada- seperti yang selalu di ucapkan orang-orang di luar sana. Dan seharusnya, pepatah tentang jangan pernah sekali pun percaya pada pria yan...