Aku dan Heidi dihempas paksa ke dalam ruangan kecil itu hingga kami berdua tersungkur ke lantai dingin berdebu. Dua orang wanita langsung menghampiri kami dan membantu kami untuk duduk,sementara itu pintu kembali mengeluarkan bunyi berderit dan berdebum keras saat pria-pria kekar di luar sana kembali mengunci rapat pintu ini, dan langkah kaki mereka mulai menjauh.
"Kalian tidak apa-apa?" Wanita di sampingku bicara, logat khas Kansas terdengar dari suaranya.
"Ya, kami baik. Terima kasih." Ucapku.
Jawaban bodoh. Mana ada orang yang baik-baik saja saat disekap di dalam ruangan sempit berdebu seperti ini?
Ruangan ini begitu gelap dan pengap, setiap aku menarik napas rasanya ribuan butir debu ikut terhirup bersama udara yang perbandingannya terlalu banyak karbon dioksida dibanding oksigennya, udara di sini juga bercampur bau pesing yang mulai menyengat dan membuatku mual, seberkas cahaya hanya datang dari ventilasi udara yang berupa lubang-lubang kecil di bagian paling atas dinding, tidak ada barang apa pun di dalam sini kecuali ember-ember kecil bertutup yang aku curigai digunakan untuk buang air,tempat ini berisi kurang lebih 15 orang dari berbagai usia. Aku bahkan melihat sekitar tiga orang wanita muda yang kuperkirakan masih berusia remaja sekitar 17 atau 18 tahun berjongkok di sudut ruangan dengan wajah ketakutan. Beberapa wanita yang berusia lebih dewasa mendampingi mereka yang lebih muda seolah-olah mereka sedang melindungi dan menguatkan meskipun ketakutan yang sama terpancar jelas di wajah mereka.
Astaga.
Ketiga wanita itu terlalu muda.
Menjerumuskan wanita usia dewasa di bisnis kotor ini saja sudah merupakan tindakan paling keji dan tidak manusiawi, betapa teganya David Lincoln menjerumuskan anak belasan tahun juga. Seseorang seperti David seharusnya sejak awal sudah dimusnahkan dari peradaban dunia. Dia benar-benar bukan manusia.
"Mereka terus menambahkan sandera ke dalam ruangan sempit ini. Apa mereka berusaha membunuh kami semua?" Gumam si gadis Kansas. Lalu tatapannya kembali beralih padaku dan Heidi dan dia menatap kami prihatin.
"Tuhan," Heidi berbisik lirih di sampingku. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Tidak ada yang bisa kita lakukan." Jawab wanita berlogat Kansas yang masih duduk bersamaku dan Heidi. Aku langsung menoleh ke arahnya dan wajahnya dipenuhi keputus asaan yang menyakitkan.
"Tidak ada yang bisa kita lakukan selain diam dan menunggu giliran." Lanjutnya.
"Menunggu giliran? Untuk apa? Dijual?" Tanya Heidi.
"Ya. Kita semua disekap memang untuk itu." Jawab si gadis Kansas.
Tuhan.
Bagaimana bisa dia begitu pasrah?
Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru ruangan dan hampir semua wanita di sini terlihat sama pasrahnya dengan wanita di sampingku. Ini menyakitkan untuk melihat keputus asaan terpampang jelas di wajah mereka, untuk melihat bagaimana semua wanita di sini seolah-olah tidak lagi memiliki harapan untuk hidup mereka, seolah-olah tidak lagi memiliki impian. Seluruh harapan dan impian itu seperti telah direnggut seluruhnya oleh ruangan gelap dan pengap yang mengurung mereka sekarang.
"Pasti ada yang bisa kita lakukan, kita tidak boleh hanya diam dan menjadi putus asa seperti ini." Ucapku, mencoba menyulut semangat 15 orang lain di sini walaupun sebenarnya aku mulai sama putus asanya seperti mereka. Bahkan suaraku tidak terdengar meyakinkan.
"Aku juga berpikir sepertimu saat aku pertama kali masuk ke dalam sini." Suara itu datang dari belakangku, dan saat aku menoleh aku mendapati seorang wanita cantik dengan rambut coklat sebahu dan kulit semulus pualam. "Kemarin pun aku juga masih berpikir seperti itu, bahwa aku pasti bisa melakukan sesuatu dan bebas dari sini. Tapi semakin aku memikirkannya semakin mustahil rasanya mendapatkan kebebasan itu. Tiga hari terkurung di sini membuatku sadar bahwa tidak ada yang bisa kami lakukan selain diam dan menunggu." Lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[With Me And The Boys-Trilogy] #1 Play (it) Boy!!
General FictionJillian Summer sadar betul tidak banyak pria baik-baik yang bisa dia temui di bar -atau mungkin memang tidak ada- seperti yang selalu di ucapkan orang-orang di luar sana. Dan seharusnya, pepatah tentang jangan pernah sekali pun percaya pada pria yan...