9. I Don't Wanna Love You

4.2K 248 4
                                    

Kepastian yang kutunggu dari Kyle kini rasanya semakin semu dan jauh. Keraguan di sorot matanya saat aku bertanya tentang apa hubungan kami menunjukan segalanya, bahwa Kyle tidak pernah menginginkan lebih dariku. Di antara kami tidak pernah lebih dari sekedar hubungan antar pria dan wanita yang menguntungkan dalam hal seksual.

Aku menatap cermin sambil menghapus lipstik merah di bibirku. Gadis di dalam cermin membalas tatapanku dan aku bisa melihat kefrustasian yang terpancar jelas dari matanya. Apa sekarang sudah saatnya aku kasihan pada diriku sendiri? Apa sudah saatnya aku menyerah? Atau jika aku bertahan, mampukah aku menghadapi hal yang lebih berat dari ini?

"Siapa tadi namanya kau bilang? Kyle?" Megan bertanya sambil menghampiriku. Aku meliriknya dan bergumam mengiyakan.

"Dia benar-benar panas Jill. Di mana kau menemukannya?" Tanya Megan.

"Neraka." Jawabku. Aku melepaskan sepatu hak tinggiku dan menggantinya dengan boot kesayanganku.

"Ha! Aku tahu itu," ucap Megan sambil menyisir rambutnya yang sangat berantakan setelah dia melepas gelung. "Aku tidak heran kau selalu menolak Will. Aku selalu yakin kalau tipemu itu seseorang yang lebih nakal dari pianis itu."

"Tipeku adalah seorang pria yang mencintaiku." Ucapku pelan. Aku berdiri dari kursi dan berjalan menuju pintu. "Aku pergi."

Teman-temanku menyahuti bergantian hingga aku sampai di pintu, saat aku keluar ternyata Kyle masih diam menyandar di dinding samping pintu. Dia langsung berdiri tegak menghadapku saat aku keluar dari pintu dan menutupnya.

"Kau siap?" Tanya Kyle.

Aku tersenyum kecil di sudut bibirku dan bergumam ya padanya. Kyle menatapku sesaat, lalu dia meraih tanganku dan mengecup buku-buku jariku, setelah itu dia memelukku erat di dalam dadanya. Kyle menghembuskan napas sambil menempelkan pipinya di atas kepalaku.

"Jika saja bukan kau, semuanya akan jauh lebih mudah." Bisiknya pelan. Kami diam cukup lama, hening tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"Aku tidak baik untukmu." Lanjutnya.

"Jadi aku harus pergi?" Tanyaku.

"Ya, itulah yang seharusnya kau lakukan." Jawab Kyle, tapi dia semakin mengeratkan pelukannya padaku.

Mataku memanas dan aku menyembunyikan wajahku di dadanya.

"Aku tidak mau pergi." Ucapku. Suaraku teredam di dadanya.

"Jika kau ingin tetap bersamaku maka.... " Kyle berhenti, aku bisa merasakan jantungnya berdebar cepat. "Jangan jatuh cinta padaku."

"Aku tidak bisa." Jawabku. Air mataku sudah keluar membanjiri kaus yang dipakainya.

"Tidakkah cukup untukmu hanya berada di sampingku saja dan memilikiku?" Tanya Kyle pelan.

Aku melonggarkan pelukan kami dan menatapnya. Mata Kyle langsung dipenuhi kekhawatiran saat dia melihat wajahku.

"Aku tidak pernah memilikimu Kyle. Kau tidak membiarkanku memilikimu." Ucapku.

"Kau sudah memilikiku selama seminggu."

Aku berdecak dan memutar mataku. "Aku tidak berbicara tentang seks. Apa itu arti memiliki menurutmu? Apa karena kita sudah menghabiskan waktu seminggu dan berhubungan seks maka kita saling memiliki?"

Kyle hanya diam menatapku.

"Aku bukan barang. Aku bukan mainan." Lanjutku. "Aku seorang wanita."

Kyle memejamkan matanya dan menunduk. Tangannya mencengkeram erat kemeja flanelku.

"Ini semakin rumit." Desisnya. Lalu matanya terbuka dan langsung menatapku. Dia jelas merasa bimbang. "Aku ingin kau tetap bersamaku, tapi melibatkan perasaan.... bukan itu yang kumau."

[With Me And The Boys-Trilogy] #1 Play (it) Boy!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang