"Jangan melakukannya jika kau ragu." Ucap Kyle sambil mengelus punggung tanganku dengan ibu jarinya.
Aku menghela napas pelan dan kembali menatap pintu kaca di hadapan kami.
"Katakan saja. Apa itu sakit?" Tanyaku.
"Bagaimana bisa kau bertanya padaku?"
"Tentu saja bisa, kau sudah sering melakukannya."
"Itulah kenapa kau tidak bisa bertanya padaku. Karena aku sudah sering melakukannya maka aku sudah kebal." Jelas Kyle.
"Oke. Baiklah. Aku hanya akan menanyakan pendapatmu kalau begitu," ucapku sambil menoleh ke arahnya. "Apa menurutmu aku bisa mengatasi rasa sakit itu?"
Sebuah senyuman kecil muncul di bibir Kyle, lalu dia mengangkat tangannya yang bebas untuk mengelus sisi wajahku. "Wanitaku selalu bisa mengatasi apa pun."
Aku membalas senyumannya dan rasa takutku sedikit demi sedikit terkikis karena ucapan Kyle. Seperti yang sudah kuduga, dukungan moralnya sangat membantu.
"Apa yang kalian lakukan di sini?"
Kami berdua langsung menoleh ke belakang saat mendengar suara itu dan menemukan Lily yang berdiri diam menatap kami dengan heran. Dia membawa dua kantung plastik yang kelihatan berat di tangannya.
"Hai Lily," sapaku. "Kenapa kau tidak mengunjungi kami kemarin?"
Ekspresi wajah Lily langsung berubah gugup dan tiba-tiba saja semburat merah muda tipis muncul di pipinya.
"Ah... itu... aku..." Lily tergagap dan dia melarikan tatapannya ke mana pun asal bukan ke arah kami. "Kemarin, err... k-kemarin ada beberapa pelanggan yang datang, ya, pelanggan."
"Benarkah? Sayang sekali, kemarin kami bersenang-senang di kolam renang hotel." Ucap Kyle dengan senyum jahil di bibirnya.
Ha! Bersenang-senang dia bilang!
Itu tindakan paling sinting yang pernah kulakukan selama aku hidup di bumi ini. Pipiku memanas saat aku kembali mengingat apa yang sudah kami lakukan di kolam air hangat kemarin dan hingga saat ini aku masih tidak percaya kami berhasil melakukannya tanpa diketahui siapa pun. Di tempat seramai itu, seharusnya ada beberapa manusia yang curiga dengan tingkah kami, tapi ternyata tidak ada satu pun yang tahu.
"Seharusnya kau datang, Shane sendirian kemarin." Ucapku.
"Ah... kalian belum menjawab pertanyaanku tadi. Apa yang kalian berdua lakukan di sini?" Tanya Lily.
Aku menatapnya dengan mata memicing. Kenapa Lily menghindari pembicaraan tentang Shane? Apa tragedi gagal bercinta kemarin yang membuatnya seperti ini?
Oke, apa pun itu... kupikir sebaiknya aku tidak boleh terlalu mendorongnya lebih jauh. Lagi pula Lily akan ikut kami ke New York, masih banyak waktu untuk mengetahui hal-hal seperti itu, yang terpenting sekarang adalah membuat Lily tetap merasa nyaman di sekitar kami.
"Aku ingin membuat tato," jawabku sambil tersenyum lebar. "Aku datang ke tempat yang tepat kan?"
Akhirnya Lily tersenyum lebar tanpa dipaksakan. "Tentu saja. Ayo masuk."
Lily berjalan mendahului kami lalu membuka pintu kaca itu dan dia membiarkan kami memasuki tempat ini setelahnya.
"Kalian bisa memilih gambarnya lebih dulu, aku harus mengurus barang belanjaanku di atas, tidak apa-apa?" Tanya Lily.
"Ya, tentu saja. Kami akan menunggu di sini." Jawabku.
Lily membalas kami dengan senyuman lalu dia naik ke lantai atas sambil membawa dua kantung plastik tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[With Me And The Boys-Trilogy] #1 Play (it) Boy!!
General FictionJillian Summer sadar betul tidak banyak pria baik-baik yang bisa dia temui di bar -atau mungkin memang tidak ada- seperti yang selalu di ucapkan orang-orang di luar sana. Dan seharusnya, pepatah tentang jangan pernah sekali pun percaya pada pria yan...