Twenty first

56 11 4
                                    


Untuk apa memaksakan dua hati untuk bersatu jika salah satunya masih tak siap untuk menjadi satu?

Untuk apa terlalu cepat menjadi satu,  jika masih dua pun kalian bahagia?
Karena saat kalian satu, bukan berarti kebahagiaan akan terjamin

-All I Have

🌈

Friska keluar dari rumah dengan senyum manis khasnya, dia hari ini seperti biasa dijemput oleh Juna, orang yang belakangan ini dekat dengannya.

"Halo! Pagi, Fris," sapa Juna pada Friska.

"Halo, Adek kelas," ledek Friska membuat Juna pura pura cemberut.

Friska mencubit pipi Juna,"Ulluuu adek aku marah yaaa?".

Juna terkekeh kecil,"Berangkat yuks,".

Friska mengangguk dan naik ke atas motor Juna. Setelah itu motor melaju menuju tempat mereka menimba ilmu.

"Fris," panggil Juna.

"Ya?" sahut Friska.

"Gue sayang lu," kalimat itu terlontar begitu saja dari bibir Juna yang berhasil membuat Friska tertegun.

"Lu gak usah jawab, gak papa kok," ujar Juna lagi.

"Gue juga sayang lu," jawab Friska berhasil membuat motor ini serasa ingin jatuh.

"Eh, selaw dong lu," Friska menepuk pelan pundak Juna.

Juna terkekeh.

Namun, kembali lagi Juna tau, bahwa Friska menyayanginya tak lebih dari seorang adik kelas yang menjelma menjadi sahabatnya,miris.

Lebih dari sepuluh menit, mereka sudah tiba di sekolah.

Friska pun  meloncat turun dari motor saat motor sudah berhenti di space yang tepat untuk parkir.

"Yuk," ajak Juna.

Friska mengangguk, kemudian mereka berjalan beriringan menuju kelas Friska.

"Ntar pulang kita ke taman dulu ya," izin Juna.

"Ya, terserah lu lah, motor lu kok," jawab Friska masih dalam posisi berjalan menuju kelas Friska.

Tak berapa lama, mereka sampai di kelas Friska. Juna pergi setelah pamit terlebih dahulu dengan Friska.

Friska memasuki kelas, disambut oleh Faldo yang mendatanginya ke mejanya.

"Boleh gue ngomong sama lu?" ucap Faldo.

Friska terkejut, Kok tumben ya ucap Friska dalam hatinya yang paling dalam.

"Ya, boleh lah, Do. Ada apa?" tanya Friska sambul menunjukkan senyum manisnya.

Senyum manis yang disia siakan oleh Faldo, demi sebuah senyum yang lain.

Faldo duduk di kursi di depan Friska.

"Gue kangen lu," ujar Faldo tanpa basa basi.

"Do, apaan sih? Kita kan sering ketemu," Friska terkekeh canggung.

"Tapi kita dekat seakan akan ada tembok yang menghalangi kita, Fris," jelas Faldo.

Friska menarik nafas, lalu menghembuskannya lagi,"Gue mau berusaha relain  lu,".

"Jangan, please. Kita bisa berjuang barengan kan?" tanya Faldo seraya memohon.

"Do, lu kenapa?" Friska merasa Faldo sedang ngigo.

All I HaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang