"Seorang ibu yang bicara dengan nada kasar pada anaknya, pasti ada kesalahan yang dilakukan anaknya. Sarada, apa kau mengatakan hal yang menyakitkan pada Sakura?" Hinata meyakini pasti ada alasan dibalik Sakura yang berkata kasar pada Sarada.
Sarada menundukkan kepalanya, dan menjelaskan segalanya.
"Sepertinya tidak. Aku hanya menyuruh mereka untuk melanjutkan ciuman. Apa itu salah?"Naruto dan Hinata sentak kaget.
"Kau berkata begitu?""Iya."
"Kenapa? Kau tidak sopan." Naruto memarahi Sarada.
Sarada melirik Nanadaima dengan tajam. Dia berdiri dari tempat duduknya.
"KAU TIDAK MENGERTI NANADAIMA! AKU SELALU JADI OBAT NYAMUK SAAT MEREKA BERMESRAAN! AKU SELALU DILUPAKAN!! MEREKA TIDAK PERNAH BERKATA, 'Sarada, kemarilah, bergabung dengan mama dan papa.' MEREKA TIDAK PERNAH MEMBERIKU PERHATIAN KALAU SEDANG BERDUA! AKU... AKU...!! Hiks..hiks.." Perkataannya terputus-putus.
Dia begitu marah, sedih.
Sampai-sampai mata sharingannya aktif dan terus meneteskan air mata.Naruto beranjak dari tempat duduk dan mendekati anak dari kedua sahabatnya itu.
"Sarada, sekarang aku tau maksdumu."Sarada menatap Naruto walau sharingannya masih aktif.
"Mereka tidak melupakanmu, sayang. Mereka hanya butuh waktu untuk bersama." Naruto mulai menenangkan Sarada.
"Waktu berdua?! Lalu untukku?????!!"
"Sarada, papamu tidak pernah bisa berada di samping mamamu. Mamamu itu orangnya manja. Sejak kecil dia selalu mengharapkan perhatian hanya dari Sasuke, sampai akhirnya mereka bisa menikah dan menghasilkanmu, Sarada. Setelah kau lahir, Sasuke harus melakukan misi yang sulit, untuk melindungi Konoha dan kalian berdua. Sakura tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya selagi Sasuke masih di rumah. Kau sudah lebih banyak mendapatkan perhatian dari mamamu, Sarada. Kau sudah besar, kau harus mengerti perasaan mamamu. Kalian sama-sama seorang perempuan. Kau pasti akan mengerti apa maksud dari yang mamamu lakukan sekarang." Naruto mengeluarkan khotbah no jutsu nya sambil mengusap air mata Sarada.
Sarada memang selalu luluh di depan hokage ke tujuh ini.
Dia sangat menghormati Naruto sebagai seorang hokage.
Sarada kehabisan kata-kata kali ini.
"Lalu, apa yang harus kulakukan?"
Sarada menghentikan sharingannya."Hmph, datanglah untuk pengambilan foto besok siang." Naruto memegang dagu Sarada dan memperlihatkan wajahnya.
Hinata yang melihat keakraban Sarada dan Naruto tersenyum dan mulai mendekati mereka.
"Pengambilan foto untuk shinobi yang lulus Jounin, Sarada. Kau harus datang dengan Sakura."Deg..
Kenapa? Kenapa harus bersama mama?
Apa dia akan foto bersamanya?Sarada melepaskan tangan Naruto yang ada di dagunya dan melepaskan tangan Hinata yang ada di pundaknya.
"Paman, bibi, terima kasih. Aku pamit." Sarada berjalan menuju pintu yang terbuka.
"Sampai jumpa." Sarada berjalan keluar dari rumah Boruto."Boruto, ikuti Sarada." Naruto khwatir.
Ia takut akan terjadi sesuatu pada Sarada."Hm? Baiklah!" Boruto segera bergegas dan mengikuti Sarada dari belakang.
****
"Kenapa? Kenapa tidak ada yang mengerti perasaanku? Aku salah ya? Aku salah? Aku hanya ingin selalu ada di pelukan mereka. Aku senang mereka bisa bermesraan, tapi selama mereka bermesraan, aku juga ingin ada di tengah-tengah mereka. Bukan hanya mama yang ingin diperhatikan papa, aku juga ingin diperhatikan papa. Hiks..hiks.." Sarada menangis di sungai desa Konoha.
Tempat dimana Sasuke selalu merenung disini, dulu.Boruto yang memperhatikan Sarada dari atas pohon, mengerti apa maksud dari air mata Sarada.
Bleg
Tap..tap..tap..
Sarada menyadari siapa yang akan mendekati dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe I Need You
FanfictionPernah #1 - Borusara Ketika tidak ada lagi cara untuk menemukan kebahagiaan, apa yang akan kamu lakukan?