03. Penyesalan

1.2K 61 6
                                    

Gavin benar-benar merutuki dirinya sendiri. Harusnya, ia tadi mengiyakan ajakan Gisca dan Ghea yang akan belajar bersama di kafe dekat sekolah. Tapi, karena ia masih memendam kekesalan saat istirahat tadi pada Gisca jadi ia sengaja jual mahal untuk buru-buru pulang saja.

Motor putihnya ia parkir di sebelah motor berwarna merah dengan sedikit garis putih. Ia sudah hapal ini motor siapa, tapi Gavin sangat berharap kalau orang itu tidak datang ke rumahnya.

Ia membuka helm-nya dan mengacak rambutnya asal, ia berjalan santai masuk ke dalam rumahnya.

Di sana Gavin disambut oleh satu orang lelaki paruh baya, dan juga bunda tercintanya.

"Eh, Avin udah pulang?" suara lembut milik bunda membuat Gavin harus berhenti melangkah.

Gavin hanya tersenyum sekilas dan ingin segera melangkah ke kamarnya. Ia benar-benar lelah.

"Gavin," suara itu bukan keluar dari mulut bundanya, suara itu keluar dari laki-laki paruh baya yang berada di samping bundanya.

Gavin tidak menjawab, ia hanya diam dan mendengarkan apa yang akan laki-laki itu katakan lagi.

"Papah sangat kangen sama kamu Nak," ucapnya pelan, suaranya terdengar lirih.

Gavin tersenyum miring.

Giliran susah baru kangen, emang gue apaan? Batinnya menyeruak kesal.

Ia melanjutkan langkahnya menuju kamarnya, meninggalkan rasa sakit untuk laki-laki paruh baya yang mengaku sebagai papahnya.

-Fanzone VS Friendzone-

Wajah Gisca yang tadinya ceria berubah menjadi sangat lesu.

"Ayo dong kerjain lagi, lo pasti bisa, Gi!" Ghea menyemangati sahabat tercintanya ini.

Gisca menaruh kepalanya di atas meja kafe ini. "Ah lo mah, nyemangatin doang nggak mau kasih contekan," ucapnya lesu seperti tidak dikasih makan selama bertahun-tahun.
Ghea hanya menyengir saja.

Memang sudah dua jam Gisca dan Ghea di kafe ini hanya untuk mengerjakan tugas yang baru saja tadi diberikan Pak Somad. Ghea hanya butuh duapuluh menit untuk menyelesaikan tugas seabrek itu. Berbeda dengan Gisca yang baru selesai satu nomor saja sudah uring-uringan.

Ghea hanya bisa memaklumi sikap sahabatnya yang selalu mageran ini. Kalau dibandingkan dengan dirinya akan sangat jauh berbeda. Keluarga Ghea benar-benar disiplin dan selalu diwajibkan ke mana-mana membawa buku pelajaran agar dapat menambah ilmu yang sudah ia punya.

"Lo mau pulang?" tanya Ghea membuat mata Gisca yang tadinya terpejam langsung terbuka lebar. Bola mata Gisca mulai berubah menjadi merah. Ia mengantuk.

"Gi, lo ngantuk ayok kita pulang, bahaya kalau lo tidur di sini," Ghea berusaha membujuk. Menurutnya lebih baik ia berteriak keras-keras di kafe ini menyadarkan Gisca yang baru mau masuk ke dalam alam mimpi daripada harus membangunkannya yang sudah berada jauh di alam mimpi. Membangunkan Gisca itu sangat susah daripada menjawab soal vektor.

Gisca bangkit. "Ayo ah Ghe, gue ngantuk, persetan sama tugas Pak Somay," katanya sudah agak ling-lung dan berani-beraninya merubah nama guru killer-nya itu.

Ghea mengiyakan dan mereka berdua pun beranjak keluar kafe, lagipula ini sudah pukul empat sore.

-Fanzone VS Friendzone-

Gavin baru saja membuka matanya yang terpejam selama dua jam tadi. Setelah ia masuk ke kamarnya, ia langsung merebahkan dirinya di kasur dan terlelap tidur.

Ia mengambil handphone-nya yang berada di atas nakas dekat kasur. Banyak beberapa pesan yang masuk. Mulai dari grup, adik kelas yang sok kenal, sampai OA-OA yang sering mengirim pesan tiap detiknya.

Ia membuka satu pesan masuk dari teman beda kelasnya.

Nuga : Gav, gue harap lo pertimbangkan tawaran gue dan lainnya ya.

Gavin menghela napasnya panjang. Haruskah ia mengiyakan tawaran itu? Tapi Gavin tidak mau satu band dengan rival sejatinya itu.

Apalagi posisinya pernah direbut oleh dia. Menyebalkan.
"Mending gue JJS aja deh," katanya dan langsung bangkit menuju kamar mandi untuk bersiap-siap JJS. Alias, jalan-jalan sore.

Limabelas menit Gavin mandi dan sekarang ia sudah siap dengan kaos putih dan celana pendek selutut. Penampilannya memang simple, tapi terlihat sangat cool. Ditambah dengan wajahnya yang membuat kaum hawa megap-megap.

Ia keluar rumah dengan menggunakan headphone di telinganya. Agar suasananya tidak terasa membosankan.

Gavin melangkahkan kakinya menuju taman kompleks. Tadinya ia ingin berkunjung ke rumah Gisca dan mengajaknya jalan-jalan sore. Namun ia baru ingat pasti Gisca baru pulang dan ia butuh istirahat.

Gavin duduk di bangku taman yang berwarna putih. Bangku taman di sini sangat unik, warnanya berbeda-beda.

Ia melihat ke sekeliling. Semuanya seperti biasa, ada anak-anak remaja sedang berfoto-foto ria, ada ibu dan anaknya yang sedang berkeliling, lalu ada juga pasangan yang lumayan banyak berada di sini. Dan mata Gavin langsung terbuka lebar saat melihat rival sejatinya itu sedang bersama perempuan yang kelihatan agak lebih tua darinya.

Ia memperhatikan Geo dan perempuan itu yang sedang berduaan. Jaraknya terbilang sangat dekat. Tapi dari sini Gavin bisa melihat tangan Geo yang terulur mengelus-ngelus pundak si perempuan dan menghapus air mata yang turun mengenai pipi perempuan itu.

"Sok perhatian, cih!" gerutu Gavin kesal sendiri.

"Berani-beraninya deketin Gigi padahal udah punya cewek lain, dasar cowok--" Gavin langsung tersadar dengan ucapannya. Kenapa jatuhnya jadi mengejek dirinya sendiri. Gavin 'kan juga cowok.

"Eh, tapi gue 'kan cowok imut, kece badai, rajin ibadah, tidak soms," katanya bangga memuji dirinya sendiri.

Ia tersenyum bangga tanpa sadar kalau mata Geo sudah memperhatikannya.

Geo memang sengaja mengajak perempuan di sampingnya ini ke taman terdekat. Dan yang ada hanya di kompleks serbang.

Ia berusaha untuk menenangkan tangisan perempuan di sampingnya.

"Cowok banyak kok Mbak, jangan sedih gitu ah, nanti Geo bantu cariin deh," Geo berujar sambil diselingi bercanda. Namun tetap saja itu tidak ngaruh sama sekali bagi perempuan di sampingnya atau kakak sepupunya ini.

"Mbak Je, udah dong nangisnya, biarin aja nanti Geo sunat si---siapa tuh gesrek--geser---"

"Gesar Ge, bukan gesrek," potong Jena ini dengan suara sesegukan.

Geo manggut-manggut dan matanya menerawang ke sekeliling. Ia menatap laki-laki yang sedang duduk di bangku putih dengan headphone di kupingnya dan sedang berbicara sendiri seperti orang gila. Sesekali laki-laki di sana tertawa sendiri.

Gue pengin kita kayak dulu lagi Gav, gue kangen lo. Gue nggak pernah anggap lo rival atau musuh gue. Dari dulu lo masih sama buat gue. Lo sahabat gue. Sahabat pertama gue.

Dan Geo juga sadar, semenjak kejadian itu dirinya dan Gavin tidak lagi bersama. Semuanya terputus begitu saja karena kejadian itu.

Author note's
Halohaaa
Hope you enjoy it!
Yuk yang belum baca Bulbin (Bulan dan Bintang)  baca yuk, ada di works aku, baru aja selesai loh tadi sianggggg! Jangan lupa vomments!!!

Juni 2017

Fanzone vs Friendzone // [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang