17. Menerima Sakit

598 37 0
                                    

Awan biru itu menggumpal menjadi satu, berubah warna menjadi gelap. Sepertinya akan turun hujan. Gisca yang baru saja keluar dari gerbang sekolah bingung harus pergi ke mana. Ia tidak minat untuk pulang. Lagipula, di rumahnya sepi. Percuma saja. Dia juga tidak punya teman selain Gavin dan Ghea. Sekarang, keduanya menghilang.

Kafe dekat sekolah terlintas begitu saja dipikirannya. Buru-buru saja ia mencari angkutan umum untuk sampai di sana.
Hari ini memang sedang banyak pertanyaan yang Gisca ingin tahu jawabannya. Tapi, Gisca tidak bisa mendapatkan jawabannya. Mungkin nanti. Suatu saat. Atau bahkan, tidak akan?
Duduk di dekat jendela memang paling nyaman. Apalagi saat rintik kecil jatuh membasahi tanah. Itu benar-benar pemandangan yang sangat indah. Ingatannya kembali berputar kala pertanyaan itu meluncur dari mulut Geo.

"Apa aku boleh isi hati kamu yang sekarang kosong itu?"

Raut wajah Gisca langsung berubah kaget kala Geo memberi pertanyaan itu. Gisca bungkam. Ia mematung di tempat.

"Gi? Kamu denger kan aku ngomong apa?" ujar Geo seraya menyadarkan Gisca.

Gisca sedikit tersentak. "Eh..iya--denger,"

"Jadi?" Sebelah alis Geo terangkat meminta jawaban atas pertanyaannya.

Gisca menggigit bibir bawahnya. Kedua tangannya beradu menimbulkan keringat kecil di sana. "Aku...aku nggak tau..." suaranya mencicit. "Dulu, emang aku pernah ngebayangin gimana jadinya kalau kamu jatuh cinta sama aku. Karena, ya bayangin aja, dicintai balik sama seseorang yang aku sendiri kagumi itu bener-bener realita yang sangat luar biasa. Tapi, entah kenapa, kamu ngomong gitu, hati aku nggak bisa jawab,"

Terdengan helaan berat dari diri Geo. Gisca melirik Geo yang sedang menunduk. Lalu ia segera menunduk lagi ketika Geo mengangkat kepalanya. "Jadi...aku ditolak nih?" kekehnya.

Gisca menatap Geo ragu. Ia tidak tahu harus berbicara apa. Tapi, ya memang benar. Perasaannya tidak bisa dibohongi.

"Santai aja kali Gi," ujar Geo tenang. Ia memegang bahu Gisca. "Aku lebih baik ditolak begini daripada kamu harus bohongin hati kamu. Menjalani hubungan dengan suatu kebohongan itu ngga enak. Pedih. Percaya deh," jelasnya sedikit terkekeh atas pernyataan yang ia buat itu.

"Tapi, aku masih nge-fans sama kamu kok, kamu tenang aja," sahut Gisca asal.

Geo tertawa kecil. Tangannya berpindah tempat menuju pipi Gisca. Ia mencubitnya pelan. "Kadang, sikap kamu yang begini nih, yang bikin aku ingin memiliki kamu,"

Dan sekarang Gisca sadar. Menolak Geo adalah salah satu kesalahannya. Apalagi barusan, dengan jelas, Gisca melihat Gavin yang sedang melindungi seorang perempuan menggunakan jaketnya keluar dari perpustakaan kota. Siapalagi kalau bukan Ghea.

-FFZONE-

"Kenapa sih lo tuh ngeyel banget, gue bilang kan masih ujan, tetep aja nekat. Lo nggak tau kalau hujan itu bisa bikin sak---"

"Hap! Nah udah-udah, kunyah dulu tuh bakso," Gavin memotong cepat ucapan Ghea dengan memasukan bakso kecil ke dalam mulut Ghea. Lagian, cerewet.

"Ih! Kalau tadi baksonya langsung ketelen gimana? Lo mau tanggung jawab?!" omel Ghea tidak karuan. Ia tidak mau masuk  runah sakit karena hanya ketelan bakso.

"Tapi, aslinya lo nggak kenapa-napa kan?" balasnya dengan wajah songong itu.

Ghea hanya mendengus sebal.

"Ghe, lo tau nggak alasan gue minta bantuan lo?" tanya Gavin dengan raut wajah serius.

Ghea menggeleng. "Kenapa tuh?"

"Karena, hari ini Geo nembak Gigi. Gue yakin, Gigi pasti nerima. Dan gue nggak mau dipandang seperti orang yang nggak berguna di hadapan mereka," jelas Gavin diikuti dengan helaan napasnya.

Ghea mengangguk mengerti. Ia kira memang Gavin sedikit menyukai Ghea. Ya, sedikit saja. Tidak apa sedikit pun, mungkin akan menjadi kebiasaan. Namun, jika ini alasannya, Ghea bisa apa?

Gisca menjadi prioritas utama Gavin. Dan itu, selalu.

"Besok, nonton yuk Ghe," ajak Gavin membuyarkan lamunan Ghea.

"Enggak ah, minggu depan kan UAS, gue mau belajar," jawabnya dengan nada malas.

Gavin berdecak. "Ya elah Ghea, kasian dikit kek sama otak lo,"

"Suka-suka gue lah," balas Ghea memutar bola matanya.

"Ett--inget. Sekarang lo pacar gue. Lo harus ikut apa kata pacar lo yang tampan luar biasa ini," sahut Gavin pede memuji dirinya.

Ghea melirik Gavin sinis lalu bergumam, "Cih, menajiskan,"

Ya walaupun tidak bisa dipungkiri Ghea ingin sekali tersenyum saat Gavin mengatakan kalau dirinya adalah kekasih Gavin.

Alohaaaaa!
Happy readinggg!
14 Desember 2017

Fanzone vs Friendzone // [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang