01. Kesiangan

2.5K 100 9
                                    

Ruang kelas 11 IPA 2 sudah mulai ramai dipadati oleh anak-anak kelas. Namun raut wajah perempuan dengan potongan rambut sebahu itu masih kelihatan gelisah.
Tangannya ia remas karena saking gelisahnya.

"Gigi mana sih? kenapa belum dateng sih," ia panik sendiri. Ini sudah jam enam lewat duapuluh menit, dan sepuluh menit lagi jam pelajaran akan segera dimulai. Tapi, teman sebangkunya ini belum kelihatan batang hidungnya sekalipun. Menyebalkan.

Langkah berat dari arah luar membuat perempuan ini semakin gelisah.

"Ghea!" tepukan pelan itu mengenai punggung perempuan yang sedang bengong ini. Ia sedikit terlonjak karena kaget.

"Gigi mana? Kok belum dateng?" tanya laki-laki yang sengaja mengendurkan dasinya agar terlihat cool, namun nyatanya di mata Ghea tetap saja tidak disiplin.

"Lo tuh ya, ngagetin aja sih! Mana gue tahu! Ini juga gue lagi nungguin, tapi itu orang nggak nongol-nongol juga. Ih!" pekik Ghea kesal sendiri.

Laki-laki ini terkekeh mendengar penuturan super hiperbola di hadapannya ini. "Alay dah lo,"

Ghea melotot, seketika ia ingat sesuatu. "Lo? Lo biasanya 'kan bareng sam Gigi, kenapa sekarang nggak berangkat bareng?"

Laki-laki ini menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Lo tahu 'kan, kita lagi selek,"

Ghea memutar bola matanya lagi. "Ah, sana lu ampas emang dasar!"

Tanpa Ghea ketahui, tangan laki-laki itu dengan cepat menarik hidung Ghea yang sudah mancung ke dalam itu. Alias, pesek.

"GAVIN SIALAN! ANAK ONTA! GAK BERPENDIDIKAN!" Ghea berteriak kencang, sampai-sampai tidak sadar kalau Pak Somad sudah ada di depan pintu kelas.

"GHEA SYAFRIKA! Kenapa kamu pagi-pagi sudah teriak seperti itu? Sengaja ingin membuat telinga saya tuli?!" tanya Pak Somad dengan ketus. Anak-anak yang mendengar penuturan lebay ala Pak Somad hanya bisa diam dan senyum-senyum sendiri di bangkunya.

"Eng—engga Pak, maaf Pak," Ghea meminta maaf dan kembali duduk rapih.

Sedangkan di belakang sana, laki-laki yang bernama Gavin itu hanya bisa menahan tawanya yang saat ini benar-benar ingin meledak.

Fanzone VS Friendzone

Baju kusut, kaos kaki tinggi sebelah, dasi hampir saja copot, dan rambut berantakan. Sudah cocok sekali menjadi pemulung. Ini adalah ciri-ciri anak yang sudah bangun kesiangan tapi tidak mau memperhatikan penampilannya. Untung saja paras dan sifatnya sangat baik, jadi memudahkan dia untuk bisa masuk ke dalam sekolah yang gerbangnya tadi sudah di tutup rapat.

"Sekali lagi makasih ya Pak No, Gigi nggak tau lagi kalau Pak No nggak bukain gerbang keramat ini," pekiknya kesenangan karena ia merasa aman jika sudah masuk lingkungan sekolah.

"E--eh iya, udah sana ke kelas, itu jangan lupa Teh Gigi, penampilannya di benahin dulu dong,"

Gigi seketika tersadar dan melihat penampilannya sendiri. "Ya Tuhan, udah kayak mau mulung aja gue," gumamnya. "Ya udah, dadah Pak Nooooo," teriaknya dan langsung berlari menuju kelasnya.

Dan demi apapun di alam semesta ini, Gigi bakal balas dendam pada cowok yang tidak menjemputnya hari ini.

Gavino Adrian si kutu kupret!

Perempuan yang mempunyai panggilan Gigi itupun mencoba berjalan mengendap-ngendap untuk memasuki kelasnya. Ia sudah mengintip kalau di kelasnya tidak ada guru, tapi... Kenapa nggak berisik?

Fanzone vs Friendzone // [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang