06. Masalah

787 51 5
                                    

Mobil putih milik Geo memasuki pekarangan rumahnya. Ia keluar dari sana dan masuk ke dalam rumahnya yang sepi. Sudah biasa.

Baru saja Geo membuka pintu sudah ada asisten rumah tangganya berdiri di sana tersenyum padanya.

"Den Ge udah pulang? Bibi masakin makanan ya?" katanya ramah.

Geo balas tersenyum. Di rumah ia lebih sering dipanggil Ge daripada Yo. Berbeda jika di sekolah.

"Nanti aja deh Bi, Geo mau istirahat dulu,"

"Oh iya Den, ada bapak di kamarnya,"

Geo mengangguk megerti. Yang dimaksud bapak oleh pembantunya adalah bapak tirinya.
Geo berjalan menuju kamarnya. Namun, seseorang baru saja keluar dari kamarnya.

"Udah pulang kamu?" suaranya berat menandakan dia adalah orang yang tegas dan gagah.

"Udah Pah," Geo menjawab dengan senyuman. Ia melanjutkan langkahnya menuju kamar.

Geo tahu kalau Tedi adalah bapak tirinya. Geo juga tahu kalau Tedi sangat menyayanginya. Dan sebisa mungkin Geo menjaga sikap padanya. Walaupun dia tahu karena kedatangan Tedi, hubungannya dengan Gavin memburuk.

****

Gavin merebahkan dirinya di kasur kesayangannya. Baru saja ingin memejamkan mata, pintu kamarnya ada yang mengetuk.

Wajah bundanya menyembul di sana.

"Avin, bunda mau bicara sama kamu," suaranya terdengar lembut. Namun Gavin tahu, pasti ada hal menyangkut papahnya itu.

Gavin bangkit dan mengikuti bunda dari belakang. Mereka berdua duduk di ruang tamu.

"Gimana sekolah kamu?" tanya bunda memulai basa-basi terlebih dahulu.

"Baik Bun, langsung aja, bunda mau ngomongin apa?" jawab Gavin tidak suka berbasa-basi.

Bundanya menghela napas berat. "Kamu selalu aja begitu,"
Gavin diam tidak menjawab.

"Besok malam bunda dan kamu diajak makan malam bersama. Papah sangat berharap kalau kamu datang," jelas bunda.

Gavin tersenyum simpul. "Sebelum bunda bilang begini ke Avin, bunda juga udah setujuin 'kan?"

"Avin, bukan gitu maksud bunda," bunda berusaha untuk mengelak.

"Cukup Bun, kalau bunda udah setuju kenapa harus bilang Avin lagi? Bukannya Avin cuma punya jawaban iya?" nada suara Gavin sedikit meninggi. Selalu saja bundanya bertindak semaunya. Bahkan tanpa persetujuan dirinya.

Gavin bangkit dari sofa, mood-nya sangat hancur hanya karena masalah ini.

"Avin mau ke mana?" tanya bundanya cemas.

"Ke mana aja asal Avin tenang." Katanya dan langsung melangkah keluar rumah.

Ternyata langkahnya ini tertuju pada rumah bercat hijau di sampingnya.

Gavin mengetuk pintu coklat itu dan menyembul wajah perempuan yang ia sayang di sana.

"Kusut banget, masuk deh," ucapnya membuka pintu lebar agar Gavin bisa masuk.

Gavin nyelonong menuju kamar Gisca. Ini memang sudah kebiasaannya. Rumah Gisca adalah rumah Gavin kedua. Begitu juga sebaliknya.

Sebelum Gisca naik ke atas menyusul Gavin, ia membuatkan minuman dan juga membawa makanan ringan untuk bahan camilan.

Fanzone vs Friendzone // [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang