13. Semakin Dekat

660 43 8
                                    

Hari-hari berlalu. Gavin menjadi Gavin yang dulu. Gavin yang dicampakkan oleh Gisca. Gavin yang banyak diammnya. Sementara Gisca? Ia kembali ke kehidupan Geo. Jujur, Gavin benci dengan keadaan yang seperti ini. Walaupun Gisca perlahan hilang dari kehidupan Gavin, Gavin masih mempunyai Ibra, Nuga, dan Alvin. Teman-temannya semasa dulu sebelum semuanya berubah.

"Latihannya cukup di sini aja deh, ada yang kurang fokus," celetuk Nuga membuat Gavin tersindir.

Gavin menaruh bass-nya dan kembali merenung.

"Gav, Geo kan cuma pergi bentaran doang sama Gigi, jangan dipikirin banget lah," ujar Alvin cengengesan.

Gavin diam tidak peduli. Sedangkan Ibra dan Nuga kompak memelototi Alvin. Seakan berkata 'Mending diem deh lo daripada ngomong,' dan dengan songongnya Alvin membalas tatapan itu. 'Bodo amat, mulut-mulut gue ini,'. Memang menyebalkan.

Dering handphone Gavin membuat Gavin menghela napas sejenak. Ia mengangkat telepon itu dengan malas.

"Halo?" ucapnya malas.

Ekspresi Gavin berubah. Wajahnya yang tadinya malas berubah menjadi panik secepat kilat. Ketiga temannya mengerutkan kening pertanda bingung. Gavin langsung mematikan sambungan telepon dan berlari sekencang mungkin ke tempat di mana mobilnya berada. Ini gawat.

"Gav... Om Tedi kecelakaan Gav, ke rumah sakit sekarang ..."

-FFZONE-

Napas Gavin tercekat ketika mendengar kabar bahwa ayahnya mengalami kecelakaan. Gavin sadar dirinya sangat membenci Tedi, namun entah kenapa rasa sakit menguasai Gavin. Ia sakit melihat bundanya yang sedang menangis sesegukan di pelukan Gisca.

Lebih sakit lagi, Gisca datang bersama Geo. Iya, Geovano Angkasa. Vokalis band SMA Taruma itu. Gavin duduk di bangku tunggu depan ruangan ayahnya di rawat. Gavin menunduk lesu. Ia hanya bisa berdoa yang terbaik untuk kesembuhan ayahnya.

"Gav," panggilan itu, ia tahu siapa yang memanggil. Namun, Gavin tidak mau memalingkan wajahnya sama sekali.

"Apa lo masih belum bisa nerima ini semua?" ucap suara itu lagi. Benar-benar membuat Gavin muak.

"Gue cuma pengin kita kayak----"

"BACOT!" bentak Gavin di luar kendali. Membuat beberapa pasang mata melihatnya tidak suka. Masa bodo. Emosi Gavin memang tidak bisa ditahan untuk sekarang ini. Ia hanya butuh seseorang yang mengerti dirinya, sudah itu saja.

Gisca dan bunda Gavin sama kagetnya. Gisca langsung menghampiri keduanya.

"Kalian apa-apaan sih? Ini rumah sakit! Nggak usah berantem kayak anak kecil!" omel Gisca pada keduanya.

Geo diam, sedangkan Gavin melangkah menjauh. Gisca pun mengejarnya dengam cara menarik lengan Gavin.

"Gavin! Lo apa-apaan sih?! Di mana sopan santun lo? Ngapain sih lo ngebentak Geo kayak gitu?" cerocos Gisca kesal pada kelakuan Gavin yang tidak ada habisnya.

Gavin tersenyum miring. "Terus ngapain lo masih ngomong sama orang yang nggak punya sopan santun kayak gue?" balasnya dengan nada pelan tapi menusuk.

Gisca terdiam. Ia tidak percaya kalau Gavin akan menjawab ucapannya sesakit itu. Sungguh, mana Gavin yang ia kenali?
Gavin yang melihat perubahan ekspresi Gisca hanya diam tak berucap dan kembali berjalan meninggalkan Gisca di tempat.

-FFZONE-

Ghea benar-benar menjadi anak yang durhaka untuk saat ini. Betapa durhakanya Ghea meminta ijin dengan alasan mengambil flashdisk di rumah Gisca, padahal ia akan menuju ke rumah sakit. Ini semua juga karena Gisca. Andai saja perempuan itu tidak meneleponnya berulang-ulang kali. Pasti Ghea tidak akan melakukan hal bejat seperti ini.

Rambut Ghea sudah acak-acakan seperti orang dikejar hantu. Dan ia berlari sangat kencang sampai tidak sadar kalau di depannya ada laki-laki yang sedang berjalan tanpa tujuan hidup.

"Adaw!" jerit laki-laki itu. Mana ada yang menjerit laki-laki? Ghea baru menemukannya sekarang.

"Gavin?!" pekik Ghea tak percaya. "Jalan tuh yang bener!" omel Ghea.

Gavin melotot tidak suka. Jelas-jelas Ghea yang berlari. Masih saja tidak mau disalahkan. "Heh Bahlul! Yang lari kenceng lo, yang nabrak gue itu elo. Di mana coba salah gue?!"

Ghea mendengus. Iya juga sih. Tapi 'kan perempuan selalu benar. "Salah lo itu ngomelin gue. Perempuan itu selalu benar!"

"Nggak ngehargain perasaan orang lain masih dibilang bener? Perempuan apaan!"

Ghea menganga. Ini kenapa Gavin jadi baper begini? "Gav, lo kenapa? Kerasukan lo ya!"

Gavin diam lalu mengacak rambut Ghea kasar. Ia melanjutkan langkahnya. Entah ke mana asal tidak di sini. Ghea yang rambutnya memang berantakan sekarang tambah-tambah berantakan. Ghea mengepal kedua tangannya kuat-kuat. Ingin berteriak tapi ini rumah sakit. Ghea berbalik dan mengejar si anak setan itu.

Akhirnya Ghea bisa mengejar jelmaan setan itu yang ternyata duduk melamun di taman depan rumah sakit. Ghea mendekat.

"Ngapain lo ngintilin gue?"

Ghea menelan saliva-nya. Kenapa jadi gugup begini? Ghea duduk di samping Gavin.

"Bukannya lo ke sini mau ketemu Gigi? Ngapain datengin gue?" tanyanya bertubi-tubi.

"Yaa... bukannya gitu. Lo juga 'kan sahabat gue. Kalau kalian berantem, gue harus bantu selesain juga," jawab Ghea pelan hampir tidak terdengar.

Gavin menoleh pada Ghea. "Oh, lo masih anggap gue sahabat lo?"
Kini Ghea balik menatap Gavin. "Kok lo ngomongnya gitu sih? Sebenernya lo kenapa sih? Jangan kayak cewek yang sok nggapapa padahal kenapa-napa." Cerocos Ghea membuat Gavin malah terkekeh.

Ghea mencebik kesal. Ia malah bangkit dari bangku taman.

"Eh, mau ke mana lo?!" pekik Gavin panik. Gavin 'kan hanya iseng, kenapa Ghea baper sih!

Gavin yang tidak tahan karena meneriaki Ghea tapi tidak dijawab langsung mengejarnya.

"LO TERUS JALAN GUE BAKAL PELUK LO!" ancam Gavin. Namun, Ghea tetap melanjutkan langkahnya ia tidak akan termakan oleh omongan si setan itu.

Namun, sebuah lengan yang menempel pada pinggangnya membuat dirinya berhenti mendadak. Napas orang itu memburu membuat Ghea merinding sendiri. Jantung Ghea ramai seperti ada yang tawuran di sana. Sial! Anak ini kenapa sih!

"Lo ngeyel, gue buktiin 'kan omongan gue," seringainya sangat terdengar jelas.

"LEPASIN! IH JANGAN NYENTUH-NYENTUH GUE! GAVIN SIALAN! ANAK SETAN BADAN GUE JANGAN DIPELUK-PELUK!" erang Ghea tidak karuan. Ia terua meronta-ronta namun tetap saja tidak akan berefek apa-apa untuk Gavin.

Efeknya adalah, seorang perempuan yang baru saja ingin mencari keduanya di luar rumah sakit lalu melihat kejadian itu. Kejadian dari dimana tiba-tiba Gavin berlari dan memeluk Ghea. Pelukan ini beda. Gavin memeluk Ghea dengan sangat erat. Seperti tidak mau kehilangan. Tanpa disadari, pipinya basah akibat bulir air mata yang seharusnya tidak menetes itu.

Haloha!
Hope u enjoy!
6 November 2017

Fanzone vs Friendzone // [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang