20. Satu Hari yang Indah

583 29 0
                                    

"Ghe!" Panggil Gavin kencang.

Ghea yang merasa dipanggil oleh orang itu tidak mau menoleh. Ia terus berjalan tidak peduli dengan orang yang sangat menyebalkan hari ini. Ralat---setiap hari.

"Ghea Syafrika!!" Gavin kembali bereriak memanggil Ghea membuat orang-orang yang sedang lalu lalang di koridor melihat keduanya aneh. Tumben. Biasanya Gavin kejar-kejarannya bersama Gisca?

Ghea yang merasa malu langsung mengubah jalan cepatnya menjadi berlari menuju taman belakang. Masa bodo yang penting Ghea bisa menutupi malunya akibat ulah Gavin.

Gavin yang melihat Ghea berlari malah ikut berlari juga. Karena tubuh Gavin yang atletis, ia bisa dengan mudah menemukan Ghea di taman belakang yang sudah duduk dengan napas terengah-engah.

"Cape ya Mba lari-larian?" Celetuknya duduk di samping Ghea.

Ghea bergeser menjauh lalu memutar bola matanya.

"Lagian lari-lari sih. Kasian kan tenaga lo kebuang sia-sia," ungkapnya. "Lo kenapa? Kok tiba-tiba kabur pas gue sama Gigi datang? Lo marah sama gue?" Celotehnya membuat Ghea ingin sekali menyumpal mulut Gavin dengan batu.

"Lo masih---"

"Berisik ah!" Bantah Ghea menatap Gavin tajam. "Ngapain sih ngikutin gue?!"

"Emang kenapa? Nggak boleh?"

"Nggak!"

"Kenapa?"

"Ya nggak boleh!"

"Gue kan pacar lo!"

"Tapi kan---"

"Nggak ada alasan kalo sama pacar!"

Ghea mencebikkan bibirnya lalu bangkit dari bangku berniat untuk pergi. Namun dengan secepat kilat Gavin malah menggenggam tangan Ghea. Gavin langsung membawa Ghea pergi dari taman.

-FFZONE-

Gisca mengetuk-ngetukan kakinya di lantai seraya celangak-celinguk mencari dua orang yang dari istirahat sampai jam pulang belum kembali. Ke mana mereka kira-kira? Tumbenan sekali mereka bolos jam pelajaran terakhir. Untungnya Bu Sinta tidak masuk dan hanya memberikan tugas saja. Kalau dirinya masuk, bisa-bisa Ghea diamuk. Murid pintar seperti Ghea tidak cocok untuk bolos pelajaran.

"Gi?" Panggilan itu membuat Gisca mengerjap beberapa kali. Ia menoleh pada sumber suara. Yang tadinya raut wajahnya sangat menginginkan Gavin dan Ghea. Ia malah menemukan Geo di sana.

"Kenapa? Kok kayak nggak senang aku datang?"

"Eh-eh engga kok. Senang kok senang. Aku cuma lagi nungguin Gavin sama Ghea aja. Dari istirahat sampai sekarang belum balik-balik," jelasnya panjang lebar.

Geo mengangkat satu alisnya. "Lho, emangnya Gavin nggak bilang sama kamu?"

"Bilang? Bilang apa?" tanyanya heran.

"Tadi aku emang sempet ngelihat Gavin sama Ghea yang entah ke mana pergi naik mobil Gavin. Aku kira kamu tahu,"

Gisca mematung di tempatnya mendengar ucapan Geo. Pergi? Pergi ke mana? Kenapa Gavin atau Ghea tidak memberitahunya? Kenapa juga mereka tidak menghubunginya? Apa Gisca...tidak penting?

"Hey!" Sebuah tangan menepuk pundak Gisca membuat dirinya kembali ke alam sadar. "Jangan mikir yang macem-macem. Mending pulang sama aku, yuk?" tawar Geo diiringi senyumannya yang indah.

Siapapun tidak bisa menolak senyuman itu termasuk Gisca yang ada di depannya. Gisca bangkit dan mengangguk mengiyakan tawaran Geo. Lalu keduanya berjalan dengan Gisca yang membawa tas Gavin serta Geo membawa tas Ghea.

-FFZONE-

"Gav, pulang aja yuk..." raut wajah Ghea sudah pucat pasi. Tangannya ia kepal sepanjang masa. Gavin yang melihat itu sangat gemas sekali. Jadi, begini rasanya mengajak orang pintar membolos?

"Gini ya rasanya,"

"Hah? Rasanya apa?"

"Gini rasanya punya pacar pintar yang diajak bolos. Ada gemes-gemesnya gitu," ledeknya mencubit pipi Ghea.

Ghea menepisnya dan menunduk. Kenapa Gavin bisa semanis ini sih? Coba saja kalau setiap hari begini, pasti banyak yang menyukainya. Tapi, cukup begini sama Ghea saja. Jangan sama yang lain.

"Gue bakal tanggung jawab. Apa pun yang bakal terjadi besok," katanya menenangkan Ghea.

Ghea mendangak menatap mata Gavin lekat. Ia sama sekali tidak menemukan kebohongan itu. "Tas kita gimana Gav?"

Gavin terdiam sejenak. Lalu ia mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana. "Beres,"

"Beres apanya?" Ghea tidak mengerti.

"Gue udah chat Gigi untuk bawain tas kita,"
Gisca? Ya! Bagaimana dengan anak itu? Kenapa rasanya jadi aneh ketika Gavin menyebut nama itu.

"Gigi tadi berangkat sama siapa?" Tiba-tiba pertanyaan itu keluar dari mulut Ghea.

Gavin terdiam sejenak lalu ia berdecak. "Ah iya! Gue sampe lupa ngasih tahu alasan kenapa gue ajak lo ke sini,"

"Apa?"

"Gue minta maaf bikin lo telat hari ini," katanya pelan. "Gue tadi berangkat bareng Gigi. Gue sama sekali lupa kalau gue udah janji sama lo. Mau kan maafin gue?" lanjutnya dengan menatap tepat di bola mata Ghea.

Ghea memalingkannya. Sejujurnya ia marah pada Gavin. Tapi, Ghea bisa apa? Ia tidak bisa menolak permintaan maaf orang lain.

"Ghe..." sebuah tangan menumpuk tangan Ghea. Ghea sedikit tersentak dengan itu.

"Kok nggak dijawab? Lo nggak mau maafin gue?"

Hening. Ghea sama sekali bisu. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Alasannya karena tangan Gavin yang menempel pada tangan Ghea. Ini benar-benar membuat konsentrasi Ghea kabur seketika.

"Lo mau apa? Tampol gue? Tinju gue? Nampar gue? Silahkan! Gue sangat bersedia," ucap Gavin memberikan pipinya pada Ghea.

Ghea langsung menggeleng ia melepaskan genggaman itu. Ghea malah bangkit bersiap-siap ingin pergi.

"Lho? Ngapain? Pertanyaan gue kan belum lo jawab," katanya kaget melihat Ghea yang malah bangkit tidak menjawab pertanyaannya.

"Pulang lah," jawabnya tanpa menoleh pada Gavin.

Gavin mendekat lalu mengalungkan tangannya pada bahu Ghea. "Ya udah pulangnya sama gue," Ghea sedikit tersentak tapi ia juga menikmati kalau hatinya sangat berdebar.

"Lo...lo...nggak mau tahu jawaban gue?"

"Nggak usah! Gue udah tahu tanpa lo kasih tahu!" Sahut Gavin percaya diri seraya mengacak rambut Ghea.

****
Haloha!
Jangan lupa saran dan kritikkk!!!
Love u gais!
21/02/2018

Fanzone vs Friendzone // [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang