Ini yang bikin aku males beli bolpoint. Berangkat bawa 3, pulang sekolah tinggal nama. “Sial, tau gini gue bawa satu aja!” sungutku.
“Haha! Kayak baru pertama kali aja Ca!” Monica sudah menggendong tasnya dan bersiap pulang. “Duluan!” pamitnya.
“Hati-hati! Jangan ngebut, ntar nabrak orang lagi!” jawabku. Kemarim memang dia nyerempet orang, untung orangnya gak apa-apa. Tapi tetep aja dia bayar ganti rugi 500 ribu. Kan sayang uangnya, mending buat jalan-jalan.
“Iye!” sahutnya langsung berlalu.
Aku masih sibuk merapikan buku-bukuku.
Monica masuk sambil berlari, “Ca! Ca! Ca!” serunya heboh.
“Apa lagi sih? Katanya mau balik?” tanggapku.
“Ada cowok ganteng nyariin lo tuh!” bisiknya.
“Kak Dimas?”
“Bukan!”
“Abang gue?”
“Bukan anak sini!”
“Siapa?”
“Mana gue tau! Lo tuh, banyak kenalan cowok ganteng ya!”
“Siapa sih?” aku yang sudah selesai merapikan buku-bukuku langsung menggendong tasku dan melihat siapa yang mencariku.
Monica menyusul langkahku. “Ca tungguin!” serunya.
“Hai!” sapanya.
Aku kaget, dia bisa sampai sini, tapi kalo pake seragam dia tambah ganteng. Dan tiap orang yang lewat depan kelasku, pasti lihatin dia, maklumlah Nanda emang ganteng. “Ngapain ke sini?” tanyaku.
“Jalan yuk Mbak!” dia to the point.
“Gue duluan ya Ca!” Monica pamit untuk yang kedua kalinya, tapi kali ini dia benar-benar pulang.
“Ayo Mbak!” pintanya sekali lagi.
“Ke mana?”
“Terserah.”
“Ke KFC?”
“Oke.”
“Ya udah, tapi ikut aku nyariin Bang Kevin dulu, minta izin.”
Dia mengangguk.
Sepanjang kami menyusuri jalan, cewek-cewek pada lihatin Nanda. Mereka memang nggak bisa dibiarin lihat yang bening dikit. “Sengaja tebar pesona ya?!” sungutku.
Dia tertawa, tawa yang justru bikin cewek makin meleleh. “Enggaklah Mbak!”
“Ish!” aku ikut tersenyum karena tawanya.
“Mas Kevin di mana sih? Kenapa nggak telpon aja?” rengeknya.
Kayaknya dia udah kecapekan aku aja muterin sekolah, tapi betul juga. Mending aku telpon Bang Kevin aja.
“Bang, aku ke KFC sama Nanda. Pulang duluan aja!” kukirim pesan singkat itu.
“Udah yuk!” ajakku.
“Nggak jadi nyari Mas Kevin?”
“Aku udah SMS!”
Kami berangkat. Tak terlalu jauh dari sekolahku, dengan motor Nanda dalam 10 menit saja kami sampai ke tujuan. Aku dan Nanda memesan makanan yang sama, burger cheese, kentang goreng, spageti, es krim, dan coca-cola.
“Mbak!” seru Nanda sebelum mengigit burgernya.
“Apa?”
“Aku habis berantem.”
Aku melihat ke wajahnya, tak ada lebam sedikitpun. “Nggak lebam kok!”
“Berantem sama Pacar.”
“Gara-gara?”
“Dia cemburu.”
“Sama aku?”
“Bukan! Temen sekelas, namanya Febri. Cantik, baik, pinter lagi!”
“Dasar cowok! Kalo nggak mau pacarnya marah ya nggak usah muji-muji cewek lain!”
“Aku bingung deh Mbak! Dia tanya, Febri cantik nggak? Aku jawab nggak dia bilang bohong, aku jawab iya dia marah! Aku harus jawab apa?”
“Harusnya kamu jawab cantikan Agnes!” Agnes nama pacarnya Nanda, aku belum pernah bertemu dengannya. Kemarin setelah pulang dari rumahnya aku bertukar nomor telepon dengannya, dan semalam kami membicarakan banyak hal di telepon, salah satunya tentang pacar kami.
“Tapi Mbak, Febri lebih cantik.”
“Ampun! Bego amat adek gue! Cewek itu suka di puji!”
“Terus sekarang aku harus ngapain?”
“Minta maaf! Bawain bunga atau apalah yang dia suka!”
“Besok deh, aku minta maaf!”
Aku kembali menyantap burgerku.
“Semisal Dimas sama Yusuf tenggelam terus Mbak Caca cuma bisa nolongin satu orang siapa yang mau Mbak Caca tolongin?”
Aku berdecak. “Jangankan nyelametin mereka, berenang aja aku nggak bisa!” aku emang nggak pinter olahraga, apalagi renang dan lari. Kalo ada penilaian dua materi itu, aku lebih milih nyerah. Daripada aku pingsan gara-gara lari, ataupun mati gara-gara tenggelam.
“Ngeles mulu!” sungutnya.
“Eh, tapi kamu tau kelasku dari mana?” aku penasaran dia bisa datang ke depan kelasku.
“Tanya Dimas.” Sahutnya santai.
“Emang kamu tau Dimas yang mana?” secara mereka belum pernah tatap muka, darimana dia tau kalo itu Kak Dimas?
“Tau.”
“Bohong! Tau darimana? Orang kalian belum pernah ketemu!”
“Aku tadi tanya orang di mana kelasnya Kencana Sanjaya, dan dia jawab ngapain nyari pacar gue?”
“Terus kamu jawab apa?”
“Mau gue ajak jalan-jalan.”
“Terus-terus? Reaksinya gimana? Marah nggak?” aku penasaran.
“Biasa aja.”
Nggak adil banget, dia udah ketemu pacarku tapi dia belum mempertemukanku dengan pacarnya. “Wah, pokoknya kamu harus kenalin aku sama Agnes secepatnya!”
“Iya-iya!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe
Teen FictionApapun hubungannya, jika sudah tak ada rasa saling percaya, bertahan akan sangat menyakitkan. Sesakit apapun itu, aku tak pernah sanggup meninggalkanmu sendiri. Biarlah aku saja yang merasakan perihnya, karna terlalu sakit melihatmu terluka.