“Kita nggak pernah tahu, siapa jodoh kita. Mungkin kita pernah bertemu dengan jodoh kita. Mungkin kita pernah seangkot, papasan, beli baju di tempat yang sama, mungkin juga kita pernah berada di bioskop bersama. Pertemuan-pertemuan itu tak akan berarti jika kita tak saling mengenal. Jadi biarkan aku mengenalmu, maka akan kubuat pertemuan itu berarti.
Walau tak pernah kutahu siapa yang kelak bersanding denganku, tapi izikan aku mencintaimu hari ini. Panggilah aku saat kau kepanasan, aku akan menjadi pohon untuk meneduhkanmu. Panggilah aku saat kedinginan, aku akan menjadi cahaya yang menghangatkanmu. Tapi jangan pernah panggil aku saat kau terpuruk, karena tanpa kau panggil aku akan tetap mendampingimu. Kau boleh memintaku pergi jika kau tak mengingikanku, aku akan menjauh. Bukan untuk melepasmu, tapi untuk memastikan kau tetap bahagia. Saat kau memilih orang lain, aku akan mendoakan agar kalian bahagia. Aku masih di sini, memastikan kau baik-baik saja bersamanya. Sampai ada orang yang memperlakukanku demikian, saat itu aku akan melupakanmu. Aku tahu sakitnya berjuang, maka tak kan kusia-siakan perjuangan seseorang. Cukup aku yang disia-siakan, jangan ada yang lain lagi.”
Aku dibungkam oleh surat yang ditunjukan Bang Kevin itu.
“Menurut kamu, dia layak nggak jadi pasangan Abang?” tanya Bang Kevin.
Aku mengangguk, jujur ini benar-benar membuatku terkejut, bukan hanya karena isinya tapi juga karena pengirimnya. “Gimana bisa Bang Kevin nggak cerita soal ini ke Caca?” aku masih setengah tak percaya.
“Abang nemuin itu di buku kamu setahun yang lalu, kamu sama sekali nggak bahas soal surat itu, jadi Abang kira kamu nggak mau mbahas soal itu!”
“Sumpah, Caca sama sekali nggak tau soal surat itu! Tapi, kenapa Abang nggak coba deketin dia setelah baca surat itu?”
“Abang denger kalian cerita kalo dia suka sama orang lain, jadi Abang kira surat itu cuma salah tulis atau apalah!”
“Sumpah ya, gue bersyukur walaupun daya inget gue lemah, tapi gue nggak segoblok lo Bang!” aku kasihan pada orang yang satu ini. Kenapa dia bisa selemah ini masalah cinta? Kalo ada ulangan cinta, gue jamin nilainya nggak akan pernah tuntas! “Lo harus ngajak dia ke prom!” tegasku.
“Tapi Ca, gimana caranya? Tiap gue berduaan sama dia, gue mendadak nggak bisa ngomong!”
“Aish! Gimana bisa lo nembak si setan alas dalam waktu tiga hari, tapi lo justru kagok waktu ngadepin dia yang udah lama lo kenal?” dengusku.
“Waktu itu Kamal bantuin gue, dan gue biasa aja waktu ngomong berdua sama keparat satu itu!”
“Bangsat! Ternyata gara-gara si buaya itu Abang gue sampe salah pilih cewek! Lo juga udah tau dia itu buaya kelas bawah ngapain juga minta bantuan dia sih?” Kak Kamal itu emang buaya. Dia pernah deketin gue dulu, tapi nggak berhasil karna seorang Caca adalah pawang buaya.
“Dimas nggak pengalaman masalah cewek, kamu juga lagi serius sama UKK kamu! jadi yang bisa dimintai tolong ya cuma dia!” jelas Bang Kevin.
Aku tau ini salah, tapi kenapa aku jadi nyesel udah serius sama UKK-ku kemarin ya? Baru sadar, semua kejadian itu bermula dari beberapa kesalahan kecil ini. “Lo tau kenapa lo nggak bisa ngomong waktu kalian lagi berduaan?” tanyaku menghardik.
Dia menggeleng.
Lihat, betapa bodohnya Abang gue masalah cinta. “Karna lo suka sama dia! Sekarang gue tanya menurut lo dia itu kayak gimana?”
Sebuah senyum terukir manis di wajahnya, “Dia dewasa, galak tapi lucu sih, gemesin, dan yang pasti dia bisa jagain kamu!”
Aku merasa ingin muntah melihat Abangku seperti ini. Aku berasa sedang bicara dengan anak kelas enam yang baru kenal cinta-cintaan deh! “Idih, pake senyum-senyum lagi!”
“Kayak gini ternyata rasanya jatuh cinta!” dia tersenyum malu-malu.
Aku tak bisa menahat tawa melihat Abangku seperti ini.
“Terus sekarang gimana cara ngajak dia ke prom?”
“Surat ini gue bawa! Biar gue yang urus!” aku langsung berlalu.
Masalah seperti ini nggak bisa ditunda-tunda lagi. Teman-temanku melihat ke arahku saat pintu ku buka.
“Gimana Ca?” sambut Jeni segera.
“Masalah gue sama Abang gue udah selesai, tapi…”
“Tapi kenapa Ca?” tanya Mey segera.
“Masalah gue sama lo belum selesai!”
“Masalah apa?” tanya Mey bingung.
Gue bahkan lebih bingung dari lo Mey! Kenapa dia nggak bilang dari awal kalo dia suka sama Abang gue. Tau begini, gue pasti bakal nyomblangin dia mati-matian biar bisa dapetin Abang gue.
Aku menyodorkan surat itu padanya.“Lo di ajak ke prom sama Bang Kevin!”
Dengan cepat dia merebut surat itu, “Kok bisa ada di lo?” dia bingung setengah mati.
“Bukan di gue, tapi di Abang gue!” jawabku ringan.
“Surat apa Mey?” Jeni langsung dengan gesit merebut surat itu dari tangan Mey.
Mey hendak merebutnya kembali tapi aku berhasil merangkulnya. “Nggak apa-apa, Abang gue juga suka sama lo kok!” pekikku.
Sedangkan ketiga sahabatku yang lain berebut membaca surat itu.
“Pantesan lo nggak pernah cemburu waktu Kak Panji sama Kak Abas punya pacar!” Fika mengangguk paham.
“Kenapa harus sembunyiin ini dari kita sih Mey?” sahut Lia yang baru selesai membaca surat itu.
“Iya nih, kita kan bisa bantuin lo, kalo lo ceita dari dulu!” sama seperti yang lain, Jeni menyayangkan kalo Mey menyembunyikan ini dari kami.
“Gue minder!”
“Minder kenapa?”
“Kakak lo banyak yang deketin Ca! Mana mereka cantik-cantik lagi!”
“Tapi kalo sukanya sama lo, yang lain bisa apa sih?” sahut Fika.
“Jadi gue harus gimana Ca?”
“Siap-siap aja! Besok dia jemput lo jam 6! Dandan yang cantik, nanti kita ketemu di prom ya!” jawabku dengan senyum mengembang.
“Wah kayaknya tinggal dua nih temen kita yang belum laku!” celetuk Fika.
“Enak aja! Gue udah laku tau!” Jeni tak terima.
“Oh ya?” kami serempak heran.
“Inget Hakim?”
Aku menganguk, dan teman-temanku yang lain juga pasti masih mengingatnya, karna Jeni sudah menceritakan tentang Hakim pada yang lain.
“Lusa dia ngajak gue ke prom sekolahnya, dan dia bakal nembak gue hari itu juga!” Jeni terlihat berbunga-bunga.
“Lo tau dari mana dia bakal nembak lo?” selidik Lia.
“Dia bilang mau nembak gue sebelum prom, makanya gue nggak boleh deket sama cowok lain!” jelasnya.
“Gesit juga dia!”
“Oh iya, besok gue bakal putus sama Kak Dimas. Gue lebih milih Yusuf!” aku memberitahu rencanaku pada mereka.
“Serius Ca? Padalah lo besok nemenin dia ke prom kan?” Mey memastikan.
“Iya, setidaknya sebelum putus gue bisa kasih satu kenangan manis buat dia!”
“Terserah keputusan lo aja sih Ca, tapi lo jadi pindah ke Solo?” Lia memastikan.
“Nanti gue diskusiin sama Abang gue lagi deh!” pikirku lebih baik aku membicarakan ini dengan Bang Kevin dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe
Teen FictionApapun hubungannya, jika sudah tak ada rasa saling percaya, bertahan akan sangat menyakitkan. Sesakit apapun itu, aku tak pernah sanggup meninggalkanmu sendiri. Biarlah aku saja yang merasakan perihnya, karna terlalu sakit melihatmu terluka.