[1.]Permulaan

31.5K 1.1K 49
                                    

"Zen, aku haus," ucap seorang gadis bersurai pirang itu sambil melepas kedua kancing teratas kemeja sekolah Zen. Zen menatap ke arah perempuan itu, "Minumlah Ki, minum sepuasmu," ucap Zen membiarkan gigi taring milik Kiezi menancap ke leher Zen.

Zen merintih kesakitan, "Ukhh... hah...," Kiezi meminum darah Zen. Menurut Kiezi darah yang paling nikmat adalah darah Zen.

Zen saja pasrah, dia sudah terlanjur cinta terhadap sosok gadis vampir di depannya ini. "Jangan pernah pergi ke manusia lain Ki," lirih Zen.

Kiezi melepaskan gigi taringnya dari leher Zen. Dia mengamati setiap inci wajah Zen. Dia mendekatkan wajahnya kearah Zen, bibirnya ia sentuhkan di bibir Zen. Cukup lama, Zen membiarkan gadis itu bertindak sesukanya.

"Aku menyukai darahmu," desis Kiezi saat sudah melepaskan bibirnya dari bibir Zen. Zen terdiam.

Sampai selamanya kau takkan mencintaiku Ki, aku akan selalu disebelahmu walau kau hanya menginginkan darahku. Batin Zen sedih.

Kiezi meletakkan tangannya dileher laki-laki itu, "Ukhh ... Kiezi, tak usah kau obati. Ini akan sembuh seperti biasa." Lirih Zen saat melihat cahaya putih keluar dari tangan Kiezi.

Kiezi menggelengkan kepalanya. "Tak akan Zen, aku sudah membuatmu seperti ini. Aku akan mengobati lukamu," ucap Kiezi tak peduli Zen yang menatapnya dengan sangat intens.

"Ya sudah terserah kamu saja Ki." Ucap Zen ahkirnya membuat Kiezi sangat senang. "Terima kasih Zen."

Zen tersenyum gentir.

--

Zen berjalan bersama Kiezi, seperti biasanya Zen akan menemani sosok vampir yang sangat ia sayangi itu. Kiezi memiliki kulit putih seperti halnya vampir, mata bewarna merah, dan rambutnya yang bewarna pirang.

"Zen, nanti kamu menginap di rumah aku saja gimana? Kalau aku haus bisa lang-"

"Iya aku nanti menginap di rumah kamu," potong Zen sambil menatap perempuan vampire itu.

Selamanya aku akan mencintaimu Kiezi Lucifer. Batin Zen.

"Emm Kiezi aku mau bertanya, boleh tidak?" Tanya Zen membuat Kiezi bingung. Biasanya Zen akan langsung bertanya.

"Ada apa? Kamu mau bertanya apa?"

"Vampir boleh jatuh cinta sama manusia tidak? Atau malah sebaliknya?" Pertanyaan Zen membuat Kiezi mematung kaget.

Kiezi terdiam cukup lama, Zen menatap Kiezi bingung. Zen memutuskan menepuk pundak Kiezi membuat Kiezi tersentak kaget.

"Kamu tidak apa Ki?" Tanya Zen. "Aku tidak apa, mungkin aku cuman kurang darah lagi. Nanti aku minum darah aja," ucap Kiezi sambil menatap Zen lurus.

Zen tersenyum lalu menggandeng Kiezi dengan penuh sayang. "Ayo cepet pulang."

--

Kiezi melepas pakaian Zen perlahan lalu mendekatkan wajahnya ke leher Zen. Zen menahan nafas sejenak hingga dia merasakan rasa sakit di lehernya.

Kiezi menutup mulut Zen dengan tangannya yang mungil. Zen terdiam membiarkan gadis vampir itu melakukan sesukanya.

Kiezi berpindah ke daerah tubuh Zen yang lain. Zen menggenggam tangan Kiezi erat sangat erat. "Hah... hah... Ki... sa-sakit, ka-kamu be... akhhhh... Kiezi!!" Teriak Zen parau.

Dia merasakan rasa sakit amat sakit di lehernya. "Diamlah, atau kamu akan tambah sakit," desis Kiezi tajam. Zen diam lalu memeluk tubuh mungil Kiezi sangat erat.

"Peluk aku saja Zen, rasa sakit ini tidak sesakit saat aku kehausan darah Zen," desis Kiezi yang lagi-lagi menancapkan taringnya di leher Zen.

Zen menahan rasa sakit itu, sangat sakit. Dia tahu dirinya akan sakit tapi dia begitu mencintai gadis vampir itu. Dia amat sangat mencintai perempuan itu.

Kiezi menatap wajah Zen yang kesakitan, Kiezi menyeringai sinis. Lalu mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Zen.

Bukan hanya menyentuh tapi Kiezi mencium bibir Zen, Zen meringis saat bibirnya tergores pelan oleh gigi taring Kiezi. Kiezi memeluk tubuh kekar Zen sangat erat.

"Jangan tinggalkan aku Zen, kalau kau meninggalkanku kau akan mati dengan cintamu yang busuk itu." Zen membelalakan matanya kaget.

"Kau ta-tahu?" Tanya Zen sangat lirih hampir ia kehilangan kesadaran. "Aku tahu Zen, aku bisa membaca fikiranmu yang random itu. Aku menyukai darahmu bukan dirimu yang sangat lemah ini, kalau kau mau mencintaiku kau harus menjadi sangat kuat," Ucap Kiezi dingin lalu menamcapkan gigi taringnya lagi dileher Zen.

"Arrrggghhhh!" Teriak Zen sebelum ia kehilangan kesadaran seluruhnya. "Kiezi Lucifer, aku mencintaimu. Aku akan selalu bersamamu," lirih Zen.

---

VINAANANTA

RABU, 4 OKT 2017

BLOOD ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang