[20.]Zen and Kiezi

4.9K 264 22
                                    

Zen menatap sosok Kiezi yang terbaring di atas ranjang big size miliknya. Dia menatap dengan senyum kecil. Dia menyayangi perempuan yang sedang tertidur itu.

"Cepat bangun ya Ki," gumam Zen pelan, dia mendekat dan duduk di sisi ranjang milik Kiezi. Dia menatap ke arah Kiezi yang masih saja menutup mata.

Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Kiezi lalu mengecup pelan bibir Kiezi. "Berani juga menciumku? Aku kira kau malu?" Zen membelalakan matanya kaget saat dia melihat Kiezi yang membuka matanya, wajahnya yang sangat dekat.

Memang setelah mengecup pelan bibir Kiezi, dia sedikit menarik wajahnya. Wajahnya merona sampai ke telinga. Zen segera menjauhkan wajahnya dari wajah Kiezi.

Kiezi bangun dan menggelengkan kepalanya heran sendiri. Tiba-tiba terlintas sebuah pertanyaan di benak sosok Kiezi.

"Zen." Panggil Kiezi pelan, Zen menatap Kiezi lalu mengerjapkan matanya. "Apa?" jawab Zen. "Kau rindu dunia manusia?" Tanya Kiezi membuat Zen menatap bingung ke arah Kiezi.

"Ma-maksudmu?" Tanya Zen kebingungan. Kiezi menggeleng pelan, "sudahlah lupakan saja."

"Baiklah."

---

Kiezi membiarkan Zen yang kesakitan di bawahnya, dia hanya tinggal meminum sedangkan Zen harus menahan rasa sakit. Tapi menurut Zen lebih sakit tidak dicintai daripada sakit di lehernya. Walau itu adalah pemikiran yang sangatlah bodoh.

Kiezi menjilat leher Zen lalu mulai menancapkan gigi taringnya di leher Zen. Zen hanya pasrah dan tidak peduli dengan tubuhnya sendiri. Dia memeluk tubuh Kiezi dan membiarkan Kiezi meminum darahnya.

Kiezi menghela nafas kasar saat melihat Zen menutup matanya. "Hei! Kau pingsan?" Tanya Kiezi menyentak Zen membuat Zen langsung membuka matanya.

"Aku hanya ingin menutup mata saja Ki."

"Oh, begitu. Omong-omong kau masih mencintaiku?" Tanya Kiezi membuat Zen menatap dengan alis bertautan.

"Masih Ki." Tapi tetap saja Zen menjawab dengan suara pelan. Kiezi menidurkan kepalanya di dada bidang sosok Zen. Nyaman rasanya, dia menutup matanya lalu mencium pelan dada Zen.

"Hah... melelahkan," gumam Kiezi lalu berdiri dan merapikan pakaiannya.

Zen ikut berdiri dan merapikan pakaian. "Kau mau berkeliling istana?" Tanya Kiezi dengan senyum kecilnya.

"Boleh?" Tanya Zen. Kiezi mengangguk dan Zen tersenyum. "Ayo." Kiezi berjalan keluar dari kamar.

Di sepanjang koridor istana semua menunduk hormat kepada Kiezi. Soal Bevan dan Gleya mereka sebenarnya sedang berbicara sangat serius. Entah apa yang mereka bicarakan.

Kiezi tersenyum kecil saat melihat beberapa bunga mekar. Dia mencabut bunga itu lalu memasangnya di rambutnya. Dia tersenyum saat melihat kupu-kupu hinggap di rambut Zen.

Dia tertawa terbahak-bahak sampai membuat Zen menatap dengan tatapan bingung. "Kau kenapa Ki? Apa yang lucu?" Tanya Zen, Kiezi meletakkan tangannya di atas kepala Zen.

Kupu-kupu itu hingga di tangan Kiezi dan dia memperlihatkan kupu-kupu itu di hadapan sosok Zen. Zen hanya tersenyum, dia benar-benar bahagia melihat sosok Kiezi yang juga bahagia.

"Aku suka senyummu Ki, kau membuat aku bahagia," ujar Zen yang ditanggapi senyum oleh Kiezi.

"Iya Zen."

---

"Menurutmu mereka sedang bicara apa?" Tanya Kiezi yang menatap Zen di pangkuannya. Kiezi dan Zen sedang berada di taman kerajaan. Mereka memang masih belum menuju ke dalam istana.

"Entahlah Ki, aku tidak tahu. Semoga tidak buruk saja, kalau buruk bisa sangat menyulitkan." Jawab Zen yang mulai menutup mata.

Hari memang sudah mulai gelap, mereka masih belum beranjak dari situ. "Ki, ayo kita masuk. Aku mengantuk." Ucap Zen secara tiba-tiba dan diangguki oleh sosok Kiezi.

"Oke, ayo."

Mereka berdua mulai berdiri dan berjalan masuk menuju ke dalam istana. Kiezi dan Zen mendengar teriakan marah dari seseorang. Mereka melihat Bevan dan Fiola sedang bertengkar.

"Bevan! Ini tidak bisa! Kenapa aku tidak bisa menikahimu? Kau bilang kau mencintaiku? Kau lebih memilihnya kenapa?" Teriak Fiola menatap Bevan dengan sorot kekesalan.

"Fiola mengertilah sedikit, Kiezi itu anakku, aku menyayanginya dan aku tidak mungkin menikahimu! Kau kakak Zen!" Bevan menatap memohon supaya Fiola mengerti tapi sepertinya Fiola dibutakan oleh cintanya.

"Tidak! Aku tidak peduli! Zen tidak mencintai Kiezi, kau harus menikahi aku, juga tidak ada alasan karena kau masih mempunyai janji pengikat kau dan Gleya keparat itu! Aku tidak peduli!" Balas Fiola menatap garang Bevan.

Bevan menghela nafas kasar, dia menatap Fiola mencoba memohon lagi tapi gagal. Tetap saja Fiola tidak mau.

Kiezi menatap bingung, dia tahu kalau kedua orang ini adalah saudara. Tapi bukannya mereka sudah bukan lagi manusia biasa. Darah mereka sudah tidak terhubung pengikat saudara.

Apa ada yang salah? Kiezi menghela nafas kasar, dia menggandeng tangan Zen dan memilih menuju ke kamar Gleya. Sepertinya hanya bundanya yang tahu soal ini.

---

VINAANANTA

REVISI : MINGGU, 8 OKTOBER 2017

BLOOD ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang