[2.]Vamore

14.8K 831 28
                                    

Zen membuka lebar matanya, dia dapat merasakan kalau tubuhnya sedikit tidak bisa bergerak. "Hahh... dia tahu kalau aku mencintainya, lantas aku terlalu lemah bila bersanding dengannya," lirih Zen.

"Kau sudah bangun Zen? Lukamu tak apa?" Tanya seseorang membuat Zen melihat ke arah seorang wanita yang memiliki kulit putih, dia tersenyum.

"Kiezi keterlaluan sampai membuatmu seperti ini, untung dia tidak membunuhmu Zen," ucap wanita itu lagi. "Bunda Gleya, aku tak apa. Kau tak usah khawatir dengan keadaanku. Sudah biasa," ucap Zen kepada ibunda Kiezi.

Gleya tersenyum manis kearah Zen, "Aku dengar kau mencintainya?" Tanya Gleya membuat Zen kaget setengah mati. "I-itu aku minta maaf so-soal itu. A-"

"Tak apa, kau harus tahu ini Zen. Dia hanya tidak ingin membunuh seseorang yang amat berarti baginya Zen," ucap Gleya sambil tersenyum.

"Maksudnya?"

"Dia menyanyangi, pada intinya vampir itu tidak punya hati, kami sebagai vampir memang mempunyai jantung, tapi jantung kami tidak berdetak seperti halnya dirimu," ujar Gleya.

"Maksudnya apa?" Tanya Zen kebingungan. Zen menatap kearah tangannya yang tiba-tiba bercahaya. Gleya menatap dengan senyum yang penuh arti.

"I-ini apa?" Tanya Zen bingung. "Sepertinya Kiezi sudah memilihmu Zen," ucap Gleya membuat Zen tambah bingung.

Zen memperhatikan tanda itu, tanda berbentuk bulan sabit bewarna hitam. Dia menatap gambar itu hingga ia tidak tau kalau Kiezi sudah di dekatnya.

Kiezi langsung naik keatas dan mendorong tubuh Zen kekasur. Zen langsung tersentak kaget dan menatap Kiezi dengan penuh kebingungan.

"Zenard Fiolasond, kau sekarang akan menjadi kesatriaku, jangan pernah tinggalkan aku. Aku akan memberikanmu kepercayaan, jika kau menghianati kepercayaanku kau akan mati perlahan. Kau sanggup?" Tanya Kiezi dingin dengan penuh penekanan.

Zen menelan ludahnya salivahnya susah payah. Dia menatap Kiezi dengan intens sangat intens. "Aku tanya! Kau harus jawab Zen!" Kiezi menatap dingin Zen dan membentak Zen.

Zen menatap wajah Kiezi, "Aku sanggup," ujar Zen yakin. Kiezi tersenyum, "Kalau begitu bersiaplah kau akan merasakan apa yang disebut kematian dan kebangkitan seperti aku," ucap Kiezi yang membuat Zen memejamkan matanya perlahan.

Kiezi menyentuh tubuh telanjang dada milik Zen lalu beralih ke arah lehernya dan menciumnya perlahan lalu beralih menghisap membuat Zen sedikit merintih kesakitan. "Ukhhh...."

"Tahanlah, ini masih permulaan," ucap Kiezi sambil kembali menghisap darah yang ada diluka bekas taringnya. Zen menutup matanya, dia bertahan untuk menahan rasa perih di lehernya itu.

Kiezi menatap luka itu, lalu tersenyum miring. Perlahan luka itu berubah menjadi bentuk naga bewarna hitam. "Hahh..." desahan keluar dari mulut Zen. Dia merintih, "arrrgghhhh...."

Kiezi menyentuk pipi Zen, lalu menggoresnya dengan kuku tajam miliknya. Dia menatap penuh arti kearah Zen. Zen diam, dia tak bisa apa-apa, Kiezi mengunci setiap dia ingin bergerak.

Kiezi bergerak mencium bibir Zen, Zen menerima, menikmati bibir imut milik Kiezi. Mereka berciuman.

Apa arti ciuman ini Kiezi, aku begitu mencintaimu. Batin Zen.

"Arti ciuman ini adalah lambang kalau kau milikku sama seperti gambar bulan sabit di tanganmu dan gambar naga di lehermu itu. Kau hanya milikku, walau aku tak mencintaimu kau takkan bisa lepas dariku. Kau sudah bukan manusia biasa, kau sendiri yang bilang sanggup jadi kau harus menerima jika kau memiliki kekuatan vamore yang berarti kesatriaku."

Zen terdiam lalu memejamkan matanya, lalu tersenyum. "Baiklah lakukan sesukamu, aku hanya milikmu," ucap Zen tepat dibibir Kiezi membuat Kiezi tersenyum senang.

Aku menyukai darahmu Zen, selamanya darah ini akan menjadi milikku.

---

VINAANANTA

REVISI : RABU, 4 OKT 2017

BLOOD ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang